Actions

Work Header

Rating:
Archive Warning:
Category:
Fandoms:
Relationship:
Characters:
Additional Tags:
Language:
Bahasa Indonesia
Stats:
Published:
2021-12-26
Words:
4,324
Chapters:
1/1
Comments:
2
Kudos:
17
Bookmarks:
2
Hits:
280

Starry Sky

Summary:

Dunia memang lucu ya? Beberapa tahun yang lalu, mungkin kau dan sahabatmu akan saling mengucap sumpah serapah begitu orang-orang disekitarmu beranggapan bahwa kalian ini sepasang kekasih.

Namun, ketika kalian menyadari bahwa kalian tidak dapat meninggalkan kenyamanan yang kerap menemani keseharian kalian untuk waktu yang lama, siapa yang kira?

Notes:

Dibuat untuk @cardyarea free event, Area 19.

Penokohan yang ada di dalam karya ini merupakan fiksi dan tidak ada sangkut pautnya dengan dunia nyata. Jangan disamakan.

(See the end of the work for more notes.)

Work Text:

Prompt #6

Jodoh tuh gk bisa ditebak . Liat aja , si a sama b dah lama pacaran , eh nikahnya malah sama si c . Si d sama e bertengkar tiap hari , taunya malah nikah . Besok ada kejadian apalagi? Nikah sama sahabat dari orok? 

 

🦋

 

Yewon menghela napas sembari melepaskan pandangannya ke penjuru aula yang telah dihias untuk menyambut hari pernikahan kakaknya, Sojung, yang akan dilaksanakan esok hari. Dari sudut matanya, perempuan berambut hitam itu mendapati sang kakak sedang berdiskusi bersama dengan staf dari Wedding Organizer untuk acara ini.

Dengan Sojung yang terlihat begitu serius memberikan masukan dan arahan kepada staf tersebut, Junhui -tunangannya-, terlihat sibuk memainkan gantungan berbentuk beruang yang terpasang pada tas selempang milik Sojung. Dilihat dari raut wajah sang lelaki yang cemberut, Sojung pasti telah mengabaikan Junhui dalam waktu yang cukup lama.

Lihatlah, bukankah kepribadian mereka sangat berbanding terbalik? Bagaimana bisa keduanya dapat menjadi sepasang kekasih yang akan melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan? Yewon hanya bisa menggeleng kepala dengan heran.

Ding!

Suara pemberitahuan yang keluar dari ponsel yang ia pegang berhasil mengalihkan perhatian Yewon dari pasangan yang ada di hadapannya. Ia memutar matanya dengan malas begitu melihat siapa dan pesan apa yang ia terima saat itu.

Dengan langkah senang, Yewon berniat untuk menghampiri Sojung untuk pamit. Kakaknya masih terlihat sibuk dengan pilihan lagu yang akan diputar untuk hari esok. Ia hendak memanggil sang kakak dari kejauhan, namun langkahnya terhenti begitu ia melihat Junhui yang sudah mendahuluinya untuk mendapatkan perhatian sang kakak.

Junhui menepuk bahu Sojung untuk mendapatkan perhatiannya. Setelah itu, ia menyodorkan sesendok makanan dari kotak bekal berwarna ungu yang telah ia siapkan sebelumnya. Mulutnya terbuka dan membentuk huruf “A”, seolah-olah menyuruh tunangannya untuk menerima suapan tersebut saat itu juga. 

“Kamu belum sarapan, kan? Kebiasaan, orang lain diurusin tapi dirinya sendiri engga. Kalo besok kamu sakit, aku nikah sama siapa?” Rengek Junhui. Yewon memperhatikan bagaimana sang kakak memukul dada Junhui dengan malu sebelum meminta maaf kepada staf yang ada di hadapan mereka.

Senyum yang menghiasi wajah Junhui semakin merekah begitu Sojung memutuskan untuk meminta waktu istirahat. Keduanya meninggalkan bilik audio untuk menyantap bekal yang dibuat oleh Junhui di salah satu meja tambahan yang belum dihias. Secara tidak sadar, Yewon ikut tersenyum dengan lebar melihat bagaimana antusiasnya sang calon kakak ipar begitu ia menjelaskan secara detail tentang makanan yang telah ia buat.

Tidak ingin mengganggu waktu istirahat yang tidak banyak untuk keduanya, Yewon memutuskan untuk menghampiri salah satu bridesmaid yang juga merupakan teman baik dari Sojung yaitu Yerin, untuk berpamitan. 

 

🦋

 

Jingga dan kuning menghiasi langit pada sore itu begitu Yewon melangkahkan kakinya keluar dari aula resepsi. Hamparan gedung pencakar langit yang terlihat mungil dari tempatnya berdiri saat ini berhasil mencuri perhatiannya. Matahari yang mulai bersembunyi di balik deretan gedung tersebut menyadarkan Yewon akan waktu yang telah mereka habiskan di dalam aula untuk persiapan acara esok hari.

Diiringi dengan hembusan angin yang membuat gaun pendek berwarna kuning yang ia kenakan terlihat seperti ikut berayun bersamanya, Yewon tidak menyadari bahwa dirinya telah mengagumi pemandangan tersebut dalam waktu yang cukup lama. Sampai tiba-tiba ponsel yang ia genggam itu mulai berdering. 

Tanpa membaca nama yang terpampang pada layar ponselnya, Yewon langsung mengangkat panggilan tersebut.

“Halo?”

“Udah bengongnya?”

Dengan sekejap Yewon langsung mengalihkan pandangannya menuju deretan mobil yang tengah terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia mendengus dengan sebal begitu pandangannya jatuh kepada mobil berwarna navy yang ia temui setiap harinya.

“Kenapa ga bilang sih kalo udah nyampe?” Yewon menggerutu kepada sang pemilik mobil melalui panggilan yang masih terhubung di ponselnya. Kedua kakinya melangkah dengan cepat untuk menghampiri mobil tersebut.

“Emang lo doang yang boleh nikmatin pemandangan di depan lo?”

Langkah Yewon terhenti tepat di depan mobil milik Seungkwan, sosok yang ia kenal sejak mereka masih sama-sama memakai popok. Matanya berusaha menembus kaca mobil itu dengan tatapan tajam yang ia berikan kepada sahabatnya yang kini tengah tertawa dengan puas di bangku pengemudi.

Dipenuhi rasa kesal, Yewon segera menempati bangku penumpang tepat di samping Seungkwan. Tidak lupa untuk memindahkan tas raket milik sang sahabat ke belakang dengan sedikit kasar. Hal tersebut disambut dengan jeritan histeris dari Seungkwan karena Yewon terbukti telah ‘menyakiti bayinya’. Yewon hanya membalas reaksi Seungkwan dengan tawa puas.

Tanpa menghiraukan ocehan yang keluar dari mulut Seungkwan, Yewon langsung mengenakan sabuk pengaman dan menurunkan sandaran kursinya untuk dapat beristirahat dengan nyaman.

“Bangunin gue kalo udah nyampe.” Pinta Yewon sambil menepuk lengan Seungkwan sebelum memejamkan kedua matanya. Seungkwan hanya mampu memutar kedua bola matanya dengan malas sembari menyalakan mobil miliknya dan pergi meninggalkan tempat itu.

 

🦋

 

Yewon masih tidak mengerti alasan Seungkwan membawa mereka kedua untuk pulang ke rumah. Jarak antara gedung pernikahan dengan perumahan mereka yang membutuhkan waktu lebih dari satu jam perjalanan. Selain itu, saat ini seluruh anggota keluarga Kim dan juga Boo sedang berada di hotel untuk mempersiapkan pernikahan Sojung.

“Rumah gue apa rumah lo?” Tanya Seungkwan singkat sembari menatap ke arah Yewon. Jari-jarinya masih mengetuk-ngetuk kemudi seirama dengan lagu girlgroup yang diputar di radio. Yewon hanya membalas tatapan itu dengan pandangan bingung.

“Uh.. rumah lo? Gue ga bawa kunci rumah.”

Seungkwan hanya mengangguk sembari ‘mengusir’ Yewon keluar dari mobilnya sebelum memberikan kunci rumahnya kepada sang sahabat. “Masuk dulu, gue mau parkir.”

Dengan malas, Yewon melangkahkan kakinya menuju pintu masuk kediaman Boo yang terlihat sederhana namun sangatlah luas. Begitu Yewon membuka pintu tersebut, ia disambut oleh anjing peliharaan milik Seungkwan dengan antusias.

“Bookkeu!” Seru Yewon dengan senyuman lebar sebelum menjatuhkan dirinya ke lantai untuk memeluk anjing kecil itu dengan gemas. 

“Bookkeu sayang, kamu pasti sedih ya ditinggal sendiri di dalem rumah, huhu. Abang kamu emang tega ninggalin kamu sendirian demi badmin. Tenang aja sayang, nanti aku bakal lapor ke mami kalo abang kamu sejahat itu-”

“Stress.”

Seungkwan hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Yewon yang juga menghalangi pintu masuk. Kemudian ia meletakkan ransel miliknya dengan hati-hati di atas sofa. Tidak lupa untuk menghantam kepala Yewon yang masih duduk di lantai itu dengan ujung raketnya secara ‘tidak sengaja’.

Pria berambut coklat itu meregangkan kedua lengannya yang terasa pegal setelah bertanding dan dilanjut dengan mengemudi dalam waktu yang cukup lama. 

“Gue mandi dulu. Pesen ayam goreng aja, jangan pake kentang, gue tau kita berdua lagi diet. Cheating -nya cukup ayam aja. Oh iya, minumnya terserah lo. Duit sama hp ada di tas gue, ambil aja.”

Dengan itu, Seungkwan menghilang di balik pintu kamarnya. Yewon hanya menghela napas sebelum beranjak dari lantai untuk mengambil ponsel milik Seungkwan. Ia menjatuhkan dirinya dengan malas di sofa berwarna putih itu sembari memanggil Bookkeu untuk duduk di pahanya. 

Jemari Yewon yang hendak membuka ponsel milik Seungkwan itu terhenti begitu ia mendapati mirror selfie dari dirinya sendiri yang ia ambil dengan ponsel tersebut terpampang dengan jelas pada lockscreen sang pemilik ponsel. Yewon sempat berfoto dan mengganti lockscreen milik Seungkwan dengan fotonya sendiri sebagai bentuk protes. Siapa yang tidak sebal begitu tahu bahwa makan siangnya harus tertunda akibat ‘panggilan alam’ tepat sebelum berangkat?

Namun, betapa terkejutnya Yewon begitu mengetahui fakta bahwa Seungkwan tidak pernah mengganti lockscreen -nya sampai saat ini. Ia tersenyum kecil sebelum mulai melakukan apa yang sudah diperintahkan oleh Seungkwan sebelumnya.

Senyum itu tidak meninggalkan wajah Yewon sampai Seungkwan kembali dari kamarnya.

 

🦋

 

Kedua sahabat itu tengah menyantap makan malam yang telah Yewon pesan sebelumnya dengan lahap. Ditemani dengan omelan yang tak kunjung mereda dari mulut Seungkwan begitu ia mengetahui fakta bahwa Yewon, layaknya sang kakak, juga lupa untuk mengisi perutnya sejak pagi hari tadi.

Dengan cekatan, Seungkwan pun menukar soda yang Yewon pesan untuk dirinya sendiri dengan segelas air yang siapkan dengan segera. Tidak lupa untuk menatap sahabatnya dengan tajam sebelum memarahinya dengan “bisa-bisanya lo minum cola dengan perut kosong. Bosen idup?”

Tipikal Seungkwan.

Setelah sesi bertengkar yang disebabkan oleh Yewon yang merasa tersinggung akan sodanya yang dicuri, keduanya kembali larut dalam keheningan sembari menghabiskan makanan yang ada di hadapan mereka.

Tanpa adanya suara musik dari pengeras suara milik ayah Seungkwan, ataupun suara mami yang sedang memasak sembari menonton drama di TV, kediaman keluarga Boo terasa sangat sepi dan damai. Bahkan Bookkeu lebih memilih untuk meninggalkan keduanya dan tidur dengan nyaman di kasur milik Seungkwan.

Tidak lama kemudian, Seungkwan mencoba untuk memecah keheningan itu.

“Lo.. gapapa?”

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Seungkwan itu berhasil membuat Yewon terkejut. Ia hanya menatap sahabatnya dengan raut wajah bingung tanpa menjawab pertanyaannya. Seungkwan melirik ke arah Yewon sebelum mengalihkan pandangannya kembali ke makanannya. 

“Waktu lo tidur di mobil tadi, lo sempet nangis. Awalnya gue kirain mimpi buruk. Tapi tiba-tiba, lo nyebut nama kak Joshua.”

Joshua..

Layaknya Seungkwan kepada Yewon, pria kelahiran Los Angeles itu merupakan teman baik dari Sojung yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri. Joshua juga merupakan kekasih dari Sojung sejak keduanya masih duduk di bangku SMP.

Joshua yang pada akhirnya mendapatkan posisi tetap di salah satu perusahaan milik Ibunya itu berencana untuk mengikat Sojung ke jenjang yang lebih serius. Setelah itu, ia berniat untuk mengajaknya pindah ke Amerika Serikat dan memulai hidup baru disana.

Saat itu, kedua orang tua Sojung dan Yewon tengah menetap di Belanda untuk waktu yang tidak dapat dipastikan akibat pekerjaan mereka. Sebagai seorang kakak, Sojung tidak tega untuk meninggalkan Yewon -yang saat itu masih berumur enam belas tahun-, sendirian tanpa anggota keluarganya.

Pada akhirnya, ketika masing-masing individu pada sebuah hubungan tidak dapat menyatukan suara hati mereka, keduanya lebih memilih untuk berpisah. 

Sejak Yewon mengetahui alasan yang sebenarnya atas berpisahnya dua orang yang paling ia kagumi, ia tidak pernah berhenti untuk menyalahkan dirinya sendiri. 

Tujuh tahun berlalu sejak keberangkatan Joshua ke tanah kelahirannya. Namun Yewon tetap tidak dapat menyembunyikan rasa bersalahnya setiap ia melihat foto Joshua, Sojung, dan dirinya sendiri yang masih disimpan oleh sang kakak di kamarnya. 

Yewon tidak menyadari bahwa dirinya kembali menangis sebelum ia merasakan jemari Seungkwan yang tengah mengusap air mata yang jatuh ke pipinya.

“Jangan nangis, jelek. Nanti ayam goreng gue jadi asin.”

Ia hanya tertawa kecil menanggapi guyonan yang dilontarkan oleh Seungkwan. 

Puas dengan reaksi yang diberikan oleh sahabatnya, Seungkwan beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil beberapa helai tisu. Kemudian, ia memberikan tisu tersebut kepada Yewon sebelum mengacak-ngacak rambutnya dengan gemas.

“Tadi sebelum jemput lo, gue sempet beli bungeoppang . Makan di rooftop yuk?”

 

🦋

 

Langit malam itu terlihat lebih bersinar dari biasanya. Tidak ditemukannya gumpalan awan besar membuat bintang yang bertaburan di langit terlihat semakin indah.

Dengan beralaskan karpet bergambar Pororo yang kerap menemani Seungkwan dan Yewon sejak kecil, keduanya mulai menyapu bersih bungeoppang tersebut hingga tak tersisa. Ditemani dengan dua botol soju yang mereka temukan di kulkas, keduanya mulai berbincang-bincang mengenai hari mereka.

Hari yang semakin larut, serta angin malam yang berhembus turut membawa percakapan terakhir mereka terbang ke langit. Dengan percakapan yang mulai habis, serta isi dalam botol soju yang semakin menipis, keduanya hanya terdiam sembari memandangi lautan bintang yang ada di atas mereka.

“Dunia itu emang lucu,” ucap Seungkwan sambil memejamkan kedua matanya. Kedua tangannya terlipat di belakang kepalanya begitu ia memutuskan untuk berbaring di karpet yang tipis itu.

“Ada yang udah bertahun-tahun pacaran, tapi ternyata mereka bukan jodoh satu sama lain,” lanjutnya sambil menghela napas panjang. 

“Bayangin kalo misalnya tujuh tahun yang lalu, kak Sojung lebih memilih untuk ikut kak Joshua. Secara tidak langsung, lo bakal kehilangan dua sosok kakak yang lo sayangi secara bersamaan.”

Sontak Yewon langsung mengalihkan pandangannya menuju sahabatnya yang masih memejamkan matanya sambil tersenyum tipis. “Maksudnya?”

Seungkwan kembali menghela napas sebelum beranjak dari posisinya untuk duduk dan menghadap ke arah Yewon.

“Meskipun ada keluarga gue disini yang siap nerima lo kapan aja, apa lo yakin kalo lo siap buat nerima kenyataan bahwa saat lo bangun keesokan harinya, mereka- secara fisik.. ga ada di hadapan lo untuk waktu yang lama? Yakin lo kuat buat ketemu sama mereka lewat video call doang?”

Yewon membuang wajahnya ke arah lain.

Seketika, kenangan akan dirinya yang selalu menangis di kamar Seungkwan saat mereka masih kanak-kanak itu kembali. Yewon kecil yang merindukan kedua orang tuanya yang lagi-lagi harus bepergian keluar negeri, sehingga mereka jarang menghabiskan waktu untuk melihat Yewon dan Sojung beranjak dewasa.

Yewon kecil yang selalu mengetuk pintu kediaman Boo dengan wajah merah menahan tangis. Kemudian ia akan berlari menuju dekapan Seungkwan yang baru saja bangun dari tidur siangnya untuk meluapkan rasa sedihnya. 

Yewon kecil yang sudah bertekad bahwa ia tidak akan menambah beban pikiran pada sang kakak, dan lebih memilih untuk bersembunyi di rooftop milik keluarga Boo untuk menangis. Tidak jarang mami, atau Ibu dari Seungkwan, menemukan keduanya tengah tertidur sambil memeluk satu sama lain dengan beralaskan karpet Pororo yang tipis.

“Walau baru ketemu belum lama, kak Junhui mampu memenuhi kehidupannya disini sama kak Sojung. Dia juga berhasil bantu orang tua lo ngembangin operasional bisnis mereka secara daring, sehingga mereka ga perlu terlalu sering pergi keluar negeri. Karena itu, sekarang seluruh anggota keluarga lo ngumpul lagi disini kan?”

Masih dengan memalingkan wajahnya dari Seungkwan, Yewon mencoba untuk menahan air matanya yang memaksa untuk keluar.

“Yang mau gue bilang disini adalah, setiap lo kehilangan sesuatu, lo bakal dapat sesuatu yang lebih baik lagi sebagai balasannya. Bukan berarti menggantikan yang lama, bukan. Buktinya, keluarga lo masih berhubungan baik sama kak Joshua kan? Tapi, sekarang ditambah kak Junhui yang bikin semuanya ngumpul lagi.”

Yewon merasakan tangan Seungkwan mencoba untuk memindahkan gelas yang tanpa ia sadari hampir terjatuh dari tangannya.

“Pokoknya, semuanya terjadi karena ya emang takdirnya begitu. Bahkan tujuh tahun yang lalu, kak Sojung sama kak Joshua sama-sama bisa mencapai keputusan itu dengan baik-baik kan? Ini bukan salah siapa-siapa.”

Tangan Seungkwan terulur untuk menuntun wajah Yewon agar kembali menghadapnya. Ibu jarinya kembali mengusap air mata yang berhasil keluar secara paksa di pipi itu.

Seungkwan tersenyum dengan tulus, “jadi, berhenti nyalahin diri lo sendiri ya?”

Tangis Yewon langsung pecah begitu ia mendengar permintaan dari sahabatnya. Ia langsung memeluk Seungkwan dengan erat dan menyembunyikan wajahnya pada pundak sang sahabat.

Tanpa memperdulikan rasa dingin akibat minuman yang tumpah di kakinya berkat gerakan secara tiba-tiba, malam itu Yewon menangis sejadi-jadinya di dalam dekapan Seungkwan. Sama seperti apa yang dilakukan oleh Yewon kecil belasan tahun yang lalu.

 

🦋

 

Waktu menunjukan pukul 06:17.

Seungkwan dan Yewon baru saja tiba di lobi hotel tempat keluarga mereka menginap dengan penampilan yang mengerikan. Berkat kejadian malam itu, kedua mata Yewon menjadi merah dan terlihat cukup bengkak. Tidak jauh berbeda dengannya, Seungkwan pun terlihat sama lelahnya dengan Yewon.

“Kata lo.. mama sama mami bakal ngomel ga?” Tanya Yewon begitu keduanya masuk ke dalam lift menuju lantai yang sudah disiapkan untuk seluruh anggota keluarganya. Seungkwan mendengus mendengar pertanyaan tersebut. “Gapapa, biar makin seger.”

Benar saja, keduanya langsung dihujani beribu pertanyaan begitu mereka melangkahkan kaki memasuki kamar untuk keluarga Kim. Dengan Sojung yang hampir menggila begitu mengetahui fakta bahwa adiknya tidak dapat ditemukan di seluruh kamar yang ada di lantai tersebut saat ia bangun.

Sementara itu, di tengah keributan yang terjadi tepat di sekitar mereka, Seungkwan dan Yewon hanya melirik ke arah satu sama lain dan mencoba untuk menahan tawa mereka.

 

🦋

 

Selain kekacauan yang terjadi di hotel pagi tadi, pernikahan itu berlangsung dengan lancar. Yewon tak henti-hentinya berjalan menyusuri setiap meja tamu untuk menyapa keluarga besarnya. Senyuman pada bibirnya semakin merekah begitu ia mendapati Seungkwan yang tengah berdiri di samping pintu keluar sembari mengobrol dengan Wonwoo.

“Seungkwan!”

“Pait, pait, pai- aduh!”

Pukulan yang dilayangkan oleh Yewon mendarat tepat di lengan Seungkwan. Setelah puas menghukum sahabatnya tersebut, Yewon mengalihkan pandangannya kepada Wonwoo, saudara jauhnya yang juga sudah akrab dengan Seungkwan.

“Kak Wonwoo! Kakak dateng sendirian aja?”

Pria berambut hitam dengan kacamata bulat itu terkekeh mendengar pertanyaan dari Yewon. “Kamu mentang-mentang udah ada gandengan terus bisa seenaknya nyindir-nyindir kakak?”

Wonwoo menatap Yewon dan Seungkwan secara bergantian dengan raut wajah sugestif. Ia tertawa begitu keduanya mencoba untuk mengelak perkataannya dengan panik. Wajah Yewon yang mampu menyaingi gaun berwarna merah yang ia kenakan berhasil membuat tawa Wonwoo semakin pecah.

“Haha, iya iya, bercanda. Lagian, kakak juga udah ada gandengan kok.”

Di waktu yang bersamaan, Yerin menghampiri ketiganya dengan senyum manisnya. “Wonwoo!”

“Hi, babe.”

“BABE?!” Seru Yewon dan Seungkwan secara bersamaan.

Wonwoo dan Yerin mengenal satu sama lain melalui Sojung ketika keduanya secara tidak sengaja berkunjung ke rumahnya di saat yang bersamaan. Namun, pertemanan mereka jauh dari kata ‘damai’. Kalimat sarkas serta ejekkan yang kerap memenuhi pertemuan keduanya merupakan bukti bahwa keduanya sama sekali tidak menyukai satu sama lain.

Jadi, wajar saja bila Yewon dan Seungkwan sangat terkejut saat mereka mendengar Wonwoo memanggil Yerin dengan panggilan kasih sayang.

“Sejak kapan?” Tanya Yewon dengan sedikit kesal karena keduanya seperti tidak berniat untuk memberitahunya (dan Seungkwan) lebih awal.

Yerin hanya tertawa sambil mengusap rambut Yewon dengan gemas. “Baru sebulan sih, tapi Wonwoo bilang mau nyusul Sojung cepet-cepet biar akunya ga kemana-mana. Tau diri dia.”

Belum sempat Yewon menanyakan hubungan keduanya lebih lanjut, Chungha sudah memanggil Yerin dan Wonwoo untuk berkumpul dan bersiap untuk sesi foto bersama sahabat-sahabat Sojung. Keduanya pun pergi meninggalkan Yewon dan Seungkwan sebelum memberikan janji bahwa mereka akan mengobrol lebih banyak saat after party nanti.

“Dunia emang lucu ya,” sahut Seungkwan setelah pasangan itu meninggalkan mereka berdua diiringi dengan perasaannya yang campur aduk.

Yewon mengangguk, “kemarin pacaran lama ga menjamin bahwa mereka jodoh. Sekarang yang biasanya baku hantam malah jadi pasangan? Nanti apa lagi?”

Seungkwan meneguk jus yang ada di tangannya sebelum meletakkan gelas yang kini kosong itu pada meja yang ada di samping mereka. matanya memandang ke arah kedua mempelai yang kini tengah bersiap-siap untuk melakukan sesi foto bersama teman-temannya. 

“Nanti apa lagi ya?” Ucap Seungkwan pelan sembari tersenyum kepada dirinya sendiri.

 

🦋

 

Dentuman musik yang menggelegar dari dalam gedung tempat dilaksanakannya after party dari pernikahan Sojung dan Junhui berhasil menghidupkan keheningan pada malam itu. Pada hari-hari biasanya, Seungkwan dengan senang hati akan turut memeriahkan lantai dansa dengan tarian maupun nyanyiannya.

Namun tidak untuk malam ini.

Pikirannya kembali terhanyut ke dalam kejadian yang ia lalui dengan sahabatnya pada malam itu..

 

Berkat Alkohol, dan juga rasa lelah yang dirasakan oleh Yewon setelah menguras air matanya, perempuan manis itu secara tidak sadar mulai terlelap di dalam dekapan Seungkwan. Kedua tangannya yang sebelumnya memeluk sang sahabat dengan erat, kini perlahan mulai jatuh seiring dengan hilangnya kesadaran di dalam dirinya.

“Yewon?” Panggil Seungkwan begitu ia menyadari bahwa tubuh Yewon kini bersandar penuh kepadanya. Ia berdecak heran begitu sang sahabat tidak menghiraukan panggilannya, sebuah bukti yang kuat bahwa ia telah tertidur dengan pulas.

Dengan sedikit kesusahan, Seungkwan berhasil mengubah posisi mereka sehingga kini keduanya bersandar di dinding yang ada di belakang mereka. Setelah memastikan bahwa Yewon tidak akan terjatuh dari posisinya, Seungkwan segera membersihkan soju yang sempat tumpah. Kemudian, ia menutup kaki Yewon dengan selimut kain yang sempat ia bawa sebelum mereka naik ke rooftop.

Setelah menyingkirkan tisu dan piring bekas di sekitar mereka, Seungkwan kembali duduk di samping Yewon. Seperti merasakan kehadiran sahabatnya kembali, Yewon secara tidak sadar menjatuhkan kepalanya tepat di pundak Seungkwan.

Seungkwan memperhatikan raut wajah Yewon yang kini semakin terlelap dalam dunia mimpi. Tangannya hendak bergerak untuk menyeka helaian rambut yang menutupi sebagian dari wajah Yewon, namun betapa terkejutnya ia begitu mendapati bahwa tangannya kini tengah digenggam dengan erat oleh Yewon.

Yewon mengangkat kepalanya untuk menghadap ke arah Seungkwan. Ia tersenyum kecil sebelum berkata, “makasih banyak Seungkwan.”

Ciuman itu mendarat tepat di pipi Seungkwan yang dingin akibat hembusan angin malam.

Tanpa memperdulikan reaksi dari sahabatnya, Yewon kembali bersandar pada pundak Seungkwan dan mulai pergi ke alam mimpi dengan sungguh-sungguh. Ia tidak berniat untuk melepaskan genggamannya pada tangan Seungkwan malam itu.

 

Seungkwan berbaring di atas kap mesin mobilnya yang terparkir tidak jauh dari pintu masuk. Debu dan kotoran yang mungkin membekas pada jas mahal yang ia kenakan saat itu merupakan hal terakhir yang ada di benaknya malam itu.

Matanya menatap ke arah langit yang diselimuti oleh bintang. Siapapun yang melihatnya saat ini, bahkan bapak penjaga yang sejak awal mengawasinya dengan penuh kecurigaan juga dapat menebak bahwa pandangan itu terlihat kosong. 

Sudah lebih dari dua puluh tahun ia bersahabat dengan Yewon. Berpelukan, berpegangan tangan, bahkan mengelap ingus satu sama lain ketika keduanya sedang menghadapi masa-masa terberat dalam hidup mereka merupakan hal yang biasa di dalam persahabatan mereka. Namun mencium pipi? Terakhir kali mereka melakukan hal tersebut adalah saat dimana Seungkwan ingin mencoba menenangkan Yewon yang sangat gugup saat ia akan tampil di dalam pentas seni sekolahnya.

Saat itu keduanya hanya berumur sebelas tahun. Apakah hal tersebut wajar dilakukan di saat mereka telah beranjak dewasa?

Tidak. Malam itu, Yewon hanya sedang terpengaruh oleh alkohol dan berbagai macam emosi yang tengah memenuhi kepalanya. Tidak mungkin Yewon menganggapnya seperti itu. Seungkwan hanya bisa menghela napas untuk yang kesekian kalinya pada malam itu.

Apa Seungkwan mulai menyukai Yewon sebagai.. daya tariknya?

“Seungkwan?”

Tanpa mengubah posisinya, Seungkwan hanya melirik ke arah sahabatnya. Yewon kini tengah menghampirinya dengan satu botol air mineral di tangan kirinya, serta sebuah pouch kecil berwarna putih di tangan yang lain. Pouch kecil yang ia tahu sering digunakan oleh Yewon untuk menyimpan obat-obatan umum untuk keadaan darurat

“Bangun! Ini minum dulu,” perintah Yewon sembari menyerahkan botol minum dan satu butir Aspirin ke tangan Seungkwan. Seungkwan beranjak untuk duduk di atas kap mobilnya. Ia tersenyum kepada dirinya sendiri, rupanya Yewon mengira sahabatnya itu sedang mabuk.

Yewon, yang mungkin tengah sibuk berkutat dengan anggota keluarganya di pesta yang masih berlangsung di dalam gedung itu, masih sempat menyadari bahwa Seungkwan telah menghilang dari tempat duduknya.

“Waktu gue keluar buat ngecek lo, gue liat lo lagi tiduran sendirian disini. Gue kirain lo udah mabok, dan bakal nekat bawa mobil sendiri. Serem tau ga bayanginnya.” Yewon menggerutu sembari menyimpan bungkus obat yang ia keluarkan sebelumnya.

Yewon, di tengah hiruk pikuk pesta yang harusnya dapat ia nikmati bersama dengan kakaknya, masih mengkhawatirkan Seungkwan yang sedang mengalami krisis terhadap perasaannya sendiri seperti remaja yang labil.

“Tapi gue tau sih, lo ga sebodoh itu buat minum disaat lo tau lo yang bawa mobil buat nganter keluarga lo sendiri. Tapi tetep aja kan gue khawatir waktu liat lo bengong sambil tiduran disini. Untung lo gapapa.”

Seperti sebuah kebiasaan, jemari tangan Yewon terulur untuk menepuk pundak Seungkwan. “Jangan kabur sendiri gitu ah kalo lagi banyak pikiran, kebiasaan.” Pinta Yewon dengan tegas sembari menatap mata Seungkwan dengan tajam.

Dan pada saat itu juga, Seungkwan meyakinkan diri bahwa ia menginginkan hal ini. Menjadi pusat dari perhatian yang diberikan oleh seorang Kim Yewon setiap harinya. Menjadi pilar bagi satu sama lain untuk waktu yang lama. Menikmati waktu yang mereka habiskan di bawah lautan bintang tepat di rooftop rumahnya, tanpa perlu memikirkan fakta bahwa ada seseorang di luar sana yang masih menanti untuk menjadi pasangan Yewon di kemudian hari.

Seungkwan ingin terus bersama dengan Yewon untuk waktu yang lebih lama.

“Seungkwan? Kok nangis?”

Tanpa memperdulikan pertanyaan yang diberikan oleh sahabatnya, Seungkwan beranjak dari tempat ia duduk dan pergi untuk memeluk Yewon dengan erat. Yewon, yang masih mengira bahwa Seungkwan sedang memiliki masalah pribadi (ia tidak sepenuhnya salah akan hal itu), hanya mampu mengelus punggung sahabatnya untuk sekedar menenangkannya.

“Ada yang mau gue bilang ke lo,” gumam Seungkwan pelan tanpa melepaskan pelukannya. Seungkwan yakin, jika ia menatap wajah Yewon saat ini, ia hanya akan menangis sejadi-jadinya tanpa sempat memberitahu isi hatinya.

“Apa?” Balas Yewon. Suaranya sedikit terpendam akibat sebagian wajahnya yang masih tertanam pada pundak Seungkwan.

Seungkwan menarik napas, mencoba menenangkan detak jantungnya yang terasa seperti ingin meninggalkan tubuhnya saat itu juga. Jari-jarinya memainkan rambut Yewon yang telah dikepang di belakang kepalanya untuk sekedar mengurangi rasa gugupnya.

“Gue suka sama lo. Romantically .”

Sontak Yewon langsung menjauhkan badannya dari Seungkwan. Kemudian, untuk pertama kalinya sejak dua puluh tahun persahabatan mereka, Seungkwan tidak dapat membaca ekspresi yang saat ini diberikan oleh Yewon kepadanya.

 

Ah..

 

Tentu saja,

 

Yewon tidak menyukainya seperti itu.

 

Apa yang ia pikirkan? Merusak persahabatan yang mereka bangun sejak kecil hanya karena keegoisannya sendiri.

Pandangan Seungkwan jatuh ke aspal yang berada di antara mereka. Ia tersenyum miris kepada dirinya sendiri. “Maaf,” sambungnya dengan pelan, suaranya seperti ikut tersapu oleh angin yang berhembus di saat yang bersamaan.

Seungkwan ingin menghilang dari muka bumi saat itu juga.

Namun, belum sempat ia mengutuk eksistensinya atas kebodohannya malam itu, Yewon menarik kedua tangan milik Seungkwan yang kemudian ia genggam di hadapan mereka dengan sepenuh hati.

“Ini ga mabok kan ya?” Tanya Yewon dengan nada mengejek. Akan tetapi, ia tidak dapat menyembunyikan rona merah yang mulai menghiasi wajahnya yang manis. Yewon hanya tertawa kecil begitu mendapati Seungkwan yang masih menatapnya dengan penuh kejutan.

Melihat Seungkwan yang tak kunjung menemukan suaranya, Yewon hanya mampu menggelengkan kepalanya dengan heran sebelum melepaskan genggamannya pada tangan Seungkwan. Tanpa basa-basi, Yewon berjinjit untuk menempatkan sebuah kecupan singkat di bibir Seungkwan.

 

Tunggu.. apa yang baru saja terjadi?

 

“Gue juga suka sama lo,” jawab Yewon sambil menahan senyum yang semakin merekah di wajahnya. "Maaf, tadi gue agak kaget. Makanya langsung ngejauh."

Seungkwan, yang baru menemukan suaranya itu menatap Yewon dengan pandangan tidak percaya. “Ini ga mabok kan ya?”

Sontak pertanyaan yang keluar dari mulut Seungkwan langsung dibalas dengan pukulan ringan tepat di dadanya. Yewon menatap Seungkwan dengan sebal sebelum menjawab pertanyaannya dengan malu, “yang di rooftop juga ga mabok kok.”

Puas dengan jawaban yang ia terima, jemari Seungkwan langsung bergegas untuk menangkup wajah Yewon di tangannya. Keduanya tersenyum terhadap satu sama lain sebelum mengurangi jarak di antara mereka berdua.

 

🦋

 

“Gila, berani banget mereka first kiss di parkiran,” tutur Yerin sambil memutar isi gelas anggur yang ada di tangannya dengan perasaan heran sekaligus kagum. 

Sojung, Junhui, Yerin, Wonwoo, dan bahkan Joshua yang baru tiba di tempat itu akibat penerbangannya yang sempat tertunda, telah memantau kedua adik kesayangan mereka dari salah satu jendela yang menghadap langsung ke area parkir.

“Gue kirain dua-duanya tipe yang malu-malu gitu, ternyata,” Junhui terkekeh melihat adik iparnya yang kini kembali memukuli Seungkwan karena malu. Pernyataan itu langsung disetujui oleh Joshua yang ikut tertawa melihat kelakuan kedua sahabat yang juga sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri itu.

Tak lama kemudian, kelimanya memutuskan untuk meninggalkan Seungkwan dan Yewon sendirian dan kembali ke dalam pesta untuk memberikan sedikit privasi terhadap mereka berdua. Yah, meskipun keduanya sama sekali tidak menyadari bahwa bapak penjaga yang tadinya masih akan memantau Seungkwan itu kini hanya mampu menggelengkan kepalanya dengan heran.

“Anak muda jaman sekarang,” tuturnya sembari mengalihkan pandangannya dari pasangan baru itu.

 

🦋

 

Dunia memang lucu ya?

Beberapa tahun yang lalu, mungkin kau dan sahabatmu akan saling mengucap sumpah serapah begitu orang-orang disekitarmu beranggapan bahwa kalian ini sepasang kekasih.

Namun, ketika kalian menyadari bahwa kalian tidak dapat meninggalkan kenyamanan yang kerap menemani keseharian kalian untuk waktu yang lama, siapa yang kira?

FIN

Notes:

Terimakasih sudah membaca, kudos are greatly appreciated!

More maknae line adventures coming soon on my account.