Work Text:
.
kepala penuh pikiran dan pertanyaan milik dhea mengernyit kesusahan. suara dentuman jam menjadi lebih keras selagi suasana yang makin hening. kepala miliknya makin pening.
—hingga akhirnya teriakan penuh umpatan terlepas dari sang perempuan berambut panjang. ia berdiri dari posisinya dan mengambil kunci motor, menandakan kepergiannya.
hembusan angin malam yang dingin; dan dhea hanya menggunakan baju lengan pendek dan celana piyama —yang tentunya tidak bisa melawan udara kencang yang dilaluinya.
motor dengan kecepatan tinggi sukses mencapai tujuannya. lapisan dibawah kakinya menjadi penghalang diantara dinginnya lantai lobi apartemen disana. ia lajukan kakinya ke arah lift yang kosong didepan selagi mengacak rambutnya frustasi. ia klik nomor tiga terus menerus sampai lift merespon dengan menutup pintunya. ia rebahkan punggungnya ke dinding lift, dan pintu lift terbuka. segera ia menuju ke arah kamar nomor empat puluh delapan yang dikenalnya, memasukkan pin yang familiar disentuhnya.
ada lelaki dengan rambut yang sudah terbawa angin, terduduk di bangku balkon, melepas seluruh beban badanya ke punggung kursi. dhea mendekat; selagi mendekat, ia dapati sebuah kotak penuh nikotin dan korek api sebagai pendampingnya. ia tepuk lelaki itu. soonyoung yang sedang duduk refleks menengok ke arah tepukannya; mendapati dhea disana. lalu dengan pelan mengalihkan pandangannya.
“tengah malem. ngapain kesini?” suaranya yang serak terdengar tenang —tetapi lirih.
“ga tau, mau gila kayaknya.” ucap dhea, mengambil juga satu batang nikotin dan diselipkannya diantara bibir manisnya.
dhea mendekat ke arah soonyoung, memegang dagunya pelan lalu diarahkannya agar lelaki itu menghadapnya; menyatukan nikotin satu ke nikotin lainnya, membuat nikotin yang lainnya terbakar sama seperti satunya.
“itu ada korek api.” keluh soonyoung, membalikkan posisi kepalanya ke arah awal. dhea tertawa kecil, lalu duduk di bangku balkon lainnya.
selagi menghembus asap yang keluar, dhea bertanya; “lo ga mau ngomong apa-apa gitu… sama gue?”
hening. satu detik. dua detik. lima detik.
“tentang gue —sama lo. tentang gue dan lo yang sama-sama punya perasaan lebih dari sekedar label ‘temen’.” lanjut dhea.
“ga ada. lagian juga bagusan begini kan? diem kayak gini.”
“gak ada hal yang ‘bagus’ tentang kita setelah gue ngerasain lo nangis di tengkuk gue malem itu, bang. gue gak bisa”
“gak bisa apaan sih? lagian yang nangis juga gue. yang ngerasain juga gue. kita tinggal gak kontakan sama diem-dieman doang, susah?”
“bang, please. yang punya perasaan disini ga cuma lo doang, gue juga.”
“perasaan lo gak sebesar perasaan gue. gak usah lebay.”
“tau apa sih lo sama perasaan gue? hidup gue sekarang isinya cuma tentang lo doang, anjing!”
“banyak bacot.”
“—semuanya kan tentang lo, tentang gue yang masuk band, tentang gue yang belajar bass mati-matian, tentang gue; tentang setiap hembusan nafas dan asap rokok yang lo keluarin. tanpa sadar, mereka punya pengaruh di hidup gue. setiap inci pergerakan kecil yang lo lakuin, semuanya tercatat di memori kecil otak gue. gue juga capek, karna gue ga bisa apa-apa. abis lo ngejauh gue rasanya kayak ga punya tujuan; atau emang tujuan gue cuma lo. lo ngerti ga sih bang?”
hembusan nafas kasar dari lelaki disebelahnya terdengar, nafasnya semakin berat. dan dhea memperhatikan. dhea mendekat, mangambil kerah soonyoung lalu membantingnya ke dinding balkon. pupil lelaki didepannya membesar. dhea mengambil nikotin ditangan soonyoung lalu membuangnya ke lantai balkon.
“dhea, lo kalo main-main —kita selesai, sumpah.”
“kalo selesai ya selesai aja, udah capek gue.”
dhea menghisap nikotin ditangannya lalu didekatkannya wajah yang satu ke wajah yang lainnya, menyatukan bibir mereka. membagi asap nikotin dari mulut satu ke mulut lainnya, juga merasakan lidah yang lainnya. cara bermain mereka memang kasar, pastinya. ia lanjutkan lantunan keduanya hingga nafas yang satu hampir habis.
soonyoung sudah tidak kuat dengan nafasnya serta asap nikotin yang malah tersangkut di tenggorokannya, ia mengerang, namun dhea tidak berkutik. akhirnya ia gigit bibir manis sang perempuan. dan dhea melepaskannya selagi merasakan rasa anyir metalik di lidahnya.
“cewek gila.” kata soonyoung di sela-sela nafas berat dan batuknya, lalu melanjutkan kembali lantunan bibir yang sempat terlepas.
malam jakarta dan nikotin disana menjadi saksi, —yang mungkin, malam terakhir mereka berdua bisa bersama.
