Chapter 1: bride of the sea
Chapter Text
aku merasakan amarah yang sudah kupendam pada kehidupan sejak aku lahir, amarah itu ada di pusat tubuhku, naik ke dada dan kerongkonganku, memaksa keluar dengan sebuah teriakan yang saat kukeluarkan masih harus bertarung dengan amukan ombak yang ingin melahap perahu kayuku. perahu kayu yang kecil, usang dan ringan ini seperti bisa saja terbalik hanya dengan satu ombak yang menerpanya. dan kepada orang-orang yang menarik dengan paksa diriku ke perahu dan mendorongnya ke tengah laut inilah amarahku tertuju.
dua belas jam yang lalu saat matahari mulai terbenam, kepala desa dan beberapa orang kepercayaannya berkumpul untuk membicarakan amukan sang laut yang sudah hampir sebulan ini terjadi, tidak berkurang intensitasnya namun malah seperti bertambah ganas setiap harinya.
“dewa laut marah”
“ia meminta sesuatu”
“apakah ini saatnya kita harus mempersembahkan seseorang sebagai pengantinnya?”
“sesuai dengan ajaran turun temurun dari desa ini”
“saatnya sudah tiba ya”
aku tak pernah mengira kalau seorang pengantin itu bisa dipilih secara acak dan tidak pernah mengira kalau aku, yang seorang laki-laki, dibangunkan paksa saat matahari bahkan belum mau menampakkan dirinya, ditarik oleh hampir empat orang, diseret, dilempar dan didorong sendirian ke tengah laut, terombang ambing melawan besarnya ombak yang rasanya ingin menenggelamkanku saat itu juga.
untuk menjadi seorang pengantin.
pengantinnya dewa laut yang sedang marah.
bodoh sekali orang orang desa itu berpikir kalau seorang dewa laut akan reda amarahnya jika yang dipersembahkan untuknya bukan seorang wanita paling cantik di desa. karena aku hanyalah seorang yatim-piatu tanpa keluarga, seorang laki-laki, yang bahkan tidak pernah merawat telapak tangannya karena apa yang kau harapkan bagi seorang yang bekerja kasar hanya untuk mendapatkan makanan dan tempat tidur. jadi, cantik pasti adalah hal terakhir yang orang katakan untuk menggambarkan diriku.
jika dewa laut benar-benar ada, dewa laut pasti akan marah sekali, matilah aku. dan matilah kalian semua yang mengorbankanku juga. itu yang aku harapkan ketika sebuah ombak besar akhirnya menelan aku dan perahu kecilku.
࿐ ࿔*:・゚
aku benci hidupku yang sendirian ini, aku benci orang tuaku yang seenaknya melahirkanku di dunia ini dan meninggalkanku begitu saja, aku benci orang-orang yang memanfaatkan diriku semena-mena hanya karena aku butuh uang untuk bertahan hidup, aku benci penduduk desa yang mengorbankanku untuk keselamatan mereka sendiri, dan aku benci dewa laut.
dewa laut yang seenaknya marah, membuat laut tak aman untuk orang-orang mengarunginya, dan meminta seorang pengantin sebagai persembahannya agar mood nya bisa membaik. persetan kau adalah dewa laut tapi kau sangatlah egois. dan akulah korban dari keegoisanmu.
jadi dua hal yang aku pikirkan, seandainya dewa laut benar ada dan aku diterima menjadi pengantinnya, aku akan membunuhnya, setelah itu aku kan kembali ke desa dan membalaskan dendamku kepada orang-orang yang sudah mengorbankanku. tidak akan ada ruginya dari diriku karena setelah mereka membuangku ke laut yang marah ini, kemungkinan aku bertahan hidup sangat kecil.
kemungkinan pertama, aku akan langsung mati ke dalam amukan laut ini karena sebenarnya ini semua hanyalah mitos konyol yang secara turun-temurun dijaga dengan bodohnya.
kemungkinan kedua, jika mitos ini benar, aku akan bertemu dengan dewa laut, pasti ia akan membunuhku karena tidak suka kepadaku, jadi disinilah pilihanku untuk melakukannya lebih dulu sebelum ia yang bertindak. tapi apalah artinya aku yang hanya manusia biasa ini melawan dewa laut yang agung itu.
kemungkinan ketiga aku berhasil mengalahkannya dan kembali ke desa, belum tentu aku akan bisa membantai semua orang itu, karena mereka berkelompok sedangkan aku sendiri. walaupun kemungkinan aku berhasil kecil tapi aku tidak sudi mati pasrah, tidak ketika aku sudah bersusah payah dari kecil sendirian untuk hidup dan mati dengan menyedihkan seperti ini. setidaknya biarkan aku hidup sampai tua, bertemu seseorang yang aku cintai dan mencintaiku dan akhirnya mati di atas kasur yang empuk dan nyaman karena aku sudah terlalu tersiksa di 27 tahun kehidupanku. biarkan aku mempunyai kematian yang tenang nanti.
aku tidak sudi mati seperti ini.
Chapter 2: dewa laut
Chapter Text
“hei… bangun” aku merasakan wajahku ditepuk oleh seseorang, dan ketika aku membuka mata aku melihat sosok pria atau wanita(?). ah tidak, aku yakin ia adalah pria. mata cantiknya melihatku dengan tatapan ingin tahu, membulat dengan sempurna, hal yang pertama aku pikirkan saat melihatnya adalah kelinci. orang ini sangat mirip dengan kelinci liar yang suka kuberikan makan saat di desa kemarin.
kemarin? hahaha aku rasanya ingin tertawa getir, saat ingat apa yang terjadi dan kini kemarahanku kembali.
“jangan bikin kaget dengan tiba tiba bangun gitu dong!” pria cantik itu memprotes diriku dengan sangat galak dan menolehkan kepalanya ke bagian samping arah yang berlawanan “cheol udah bangun nih! gih interogasi sana”
“jangan gitu, nanti dia takut, seakan-akan kita orang jahat aja” pria dengan suara lebih berat berbicara dengan santai.
“emang jahat kan hahahahaha” itu adalah hal terakhir yang dikatakan pria cantik itu dan setelahnya ia meninggalkanku hanya berdua dengan pria yang tadi dipanggil dengan cheol ini.
“siapa ya?” cheol berjongkok di depanku, menatapku lurus.
“kamu yang siapa?” hanya itulah kata kata yang bisa kuberikan untuk perlawanan. cheol hanya menghela nafasnya pelan seperti sudah tidak kaget dengan semua ini.
“udah lama gak dikirim laki-laki, tumben banget, tapi kamu cantik sih, mingyu seneng nih kayaknya. tipe dia banget” daripada berbicara kepadaku, cheol seperti sedang berbicara sendiri dan setelah itu sebuah kerang berukuran sekepalan tangan manusia dilempar oleh seseorang tepat mengenai kepala cheol. pelakunya adalah pria cantik tadi. pria cantik itu bersedekap dada seperti memprotes sesuatu.
“kirain kamu udah pergi han, kok masih disini?” cheol tertawa tidak bersalah.
“gak bener emang kalo kamu yang jemput pengantin dewa laut, udah sana deh, biar aku aja. emang dasar buaya”
“enggak han sayang, kan aku ngomongnya bukan dari kacamataku, kalau menurutku mah yang paling cantik tetep kamu dong” cheol mencoba mendekati pria cantik tadi yang dipanggil dengan sebutan han. tapi yang didekati melengos, membawaku berdiri dan menuntunku berjalan.
setelah berjalan beberapa saat, jeonghan membuka mulutnya dan bertanya kepadaku.
“jadi orang-orang desa milih kamu buat jadi pengantin dewa laut ya? ombaknya seremkah tadi? maaf ya kamu pasti kaget. tapi kamu gak papa? udah tau kan ini dimana?” pertanyaan han sangat banyak tapi semua itu bisa aku jawab dengan sebuah anggukan.
“ini, aku itu udah mati atau gimana ya?” tanyaku polos.
“loh ya enggak dong, kamu masih hidup, tadi emang dewa laut liat kamu jatuh ke dalam ombak, terus dewa laut nyelametin kamu deh. namamu?”
“wonwoo, aku wonwoo” ucapku.
“oke wonwoo, karena kamu sudah diselamatkan oleh dewa laut jadi ayo kita temui dia” tanpa membutuhkan pendapatku, han yang masih mengapit lenganku, membawaku terus berjalan menemui dewa laut.
࿐ ࿔*:・゚
dan disinilah aku, dibawa ke sebuah taman di belakang sebuah mansion, hidungku menangkap wangi laut yang dibawa oleh angin, dan seketika aku melihat pemandangan luas laut yang tidak terhingga di balik taman, dan ketika aku berbalik sebuah mansion besar bertengger dengan megahnya, seperti sebuah istana yang ada di tebing tinggi sebuah pulau, yang di bawahnya ada pantai dan langsung menuju laut lepas. suara ombak terdengar dari kejauhan, suaranya bergema sangat jauh seperti sedang mendengarkan suaranya dari dalam cangkang kerang. wonwoo tidak tahu apakah ini ada di daratan atau di dalam laut. ia sungguh tidak bisa menerka, karena rasanya ia tidak seperti ada di dalam laut, ia bernafas dengan normal, namun langit yang ia lihat tidaklah biru selayaknya di daratan, langit yang ia lihat berwarna pasir putih, seperti ada sebuah kaca yang ditaruh di bagian tengah, langit merefleksikan pantulan pasir putih yang terhampar di bawahnya. tempat ini terasa magical.
dan saat dirinya masih kebingungan tentang tempat ia berada, ada seseorang berdiri di taman sana, menumpukan kedua tangannya di garden fountain, punggung yang terlihat sangat lebar dan proporsional dimiliki olehnya, setelah wonwoo dan jeonghan mendekat kepadanya barulah wonwoo sadar kalau orang ini jauh lebih tinggi darinya. tidak terpaut terlalu jauh, namun tetap terlihat perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan dirinya.
dengan jarak kurang dari tiga langkah, han melepaskan tautan tangannya pada lenganku, memberikan tanda untuk presence kami dengan berkata “mingyu, your bride is here” terbata sedikit lalu melanjutkan “he is… he’s here”
“thank you jeonghan, you can go” dan ketika aku mendengar suaranya, tangan kiriku mengepal di samping badanku, aku bawa tangan kananku yang bebas ke belakang pinggangku, berharap ada sesuatu yang aku biasa bawa disana, berharap warga desa sialan tadi tidak merampasnya sebelum ia didorong ke laut lepas.
ada. sebuah benda keras dan tajam disana. dunia terlalu kejam untuk dirimu tidak membawa setidaknya sebuah alat yang kau ikatkan kebagian tubuhmu, untuk perlindungan diri. dan wonwoo sudah belajar hal itu langsung, jadi ia selalu mengikatkan sebuah belati kecil ke pinggang di belakang tubuhnya.
tangannya masuk kedalam bajunya untuk meraih gagang dari belati itu. memegang dengan kuat. dan merapalkan sesuatu dalam hatinya.
mitos ini benar, dewa laut itu ada, ada di depanku. jadi maafkan aku, biarkan aku membunuhmu. tolong biarkan aku hidup.
dewa laut membalikkan badannya dan menatap diriku, tapi saat orang itu ingin membuka mulutnya untuk berbicara aku memotongnya lebih dahulu.
“so, you’re gonna kill me?” kening dewa laut mengkerut karena pertanyaanku. seakan kaget karena kata pertama yang kuucapkan bukanlah salam tapi pertanyaan apakah ia akan membunuhku. tapi dengan suara tenang ia balik bertanya padaku “namamu?”
“wonwoo”
“aku mingyu” dewa laut itu memperkenalkan dirinya.
“jadi wonwoo, kamu berpikir kalau aku akan membunuhmu? disini?” wonwoo hanya menganggukan kepalanya tegas sebagai jawaban.
“mau coba menjelaskan kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?” masih dengan tatapan tenang yang sama mingyu mendengarkan apa yang wonwoo katakan setelahnya.
“aku laki-laki. dan sudah pasti aku tidak cantik. yang mana tidak masuk dalam salah satu kriteria menjadi `pengantin` bukan? kecuali kalau kamu sebenarnya mencari budak, mungkin aku cocok”. guratan tidak suka akhirnya muncul di wajah mingyu. dan walaupun dengan guratan seperti itu, wonwoo masih berpikir kalau wajah dewa laut sangatlah tampan, saat berbalik menatapnya tadi, itulah hal yang wonwoo pikirkan pertama kali.
seperti patung pahatan yang nyaris sempurna.
kukira dewa laut akan menyeramkan, tapi ia terlihat seperti pangeran dalam dongeng anak anak.
“lagipula dari yang kudengar semua pengantin sebelumku adalah perempuan dan nasib mereka, atau apa yang terjadi kepada mereka tidak diketahui, tapi yang kutahu hanya ada dua kemungkinan, pertama hilang tidak diketahui keberadaannya atau menjadi mayat yang ditemukan orang-orang desa di pantai. jadi bukankah sudah jelas nasibku? yang perempuan saja menjadi seperti itu. apalagi aku mungkin lebih parah ya?” lanjut wonwoo.
mingyu mendengus, pikiran pria cantik di hadapannya sangatlah ekstrim, tapi mingyu sebenarnya tahu kalau pikiran manusia biasa memang bisa se-ekstrim itu jika sudah menyangkut tentang dewa laut.
“tak pernahkah terlintas di kepalamu yang kecil itu wahai manusia, kalau aku tidak membunuh dan hanya membantu memindahkan mereka?”
wonwoo berpikir sejenak karena tidak seluruhnya mengerti perkataan mingyu dan menjawab “tidak” dengan tegas, jarinya meremat gagang belati lebih kencang lagi.
“akankah kau percaya jika kubilang mayat-mayat itu adalah wanita yang sebelum sampai di tengah laut -tempat aku menjemput mereka– sudah mencoba untuk berenang kembali ke pantai namun berakhir tenggelam dan mati? dan aku berbaik hati menyuruh ombak untuk mengembalikan jasadnya ke pantai?”
wonwoo diam, tapi mingyu lihat tatapannya yang tidak tergoyahkan.
“ya pasti tidak akan percaya ya, bukankah aku terlihat seperti monster?” mingyu merentangkan tangannya, wajah sarkasnya ada disana, ia seperti menyuruh wonwoo untuk melihat betapa normal dan seperti manusia biasa dirinya.
“you know that the most monstrous thing sometimes comes from the most normal human looks, right?” wonwoo masih mencoba untuk melawan argumen dewa laut yang terlihat 'normal' itu dan ia menambahkan “pasti enggak tau lah ya, kamu kan dewa laut” mingyu hampir saja tertawa terbahak, wonwoo sangatlah naif untuk mengetahui kalau mingyu bisa melihat semuanya, semua kelakuan bejat yang manusia lakukan pada sesamanya dan juga kepada alam. ia tahu kalau monster yang sebenarnya adalah manusia, bukan dirinya.
“indeed" mingyu merubah ekspresinya menjadi serius dan menatap wonwoo dengan tajam, wonwoo tau ia dalam bahaya karena tatapannya itu mampu membuat bulu sekujur tubuhnya merinding. tatapan santai tadi sudah hilang dan digantikan tatapan tajam yang sedang melihat mangsanya.
“kalo gitu, pilih, mau nasib yang mana, wonwoo?” mingyu mengangkat sedikit bibirnya, menyeringai layaknya seorang psycho, lalu mulai melangkahkan kakinya mendekati wonwoo dengan pelan namun pasti. “mau hilang tanpa jejak… atau… kukembalikan ke pantai seperti mereka? aku bisa melakukannya tanpa kau merasakan sakit apapun, akupun bisa melakukannya dengan bermain sedikit sebelum mengakhiri semuanya, pilihlah”
wonwoo yang melihat hal itu, semakin mengeratkan genggaman dalam belatinya, sejujurnya ia takut, wonwoo tak pernah berkelahi seumur hidupnya dan ketika mingyu melangkahkan kakinya semakin mendekat, wonwoo menarik belatinya dari sarungnya, ia meyakinkan dirinya kalau ia tidak boleh terlambat mengambil tindakan, wonwoo mengangkat belati itu tinggi di atas kepalanya dan mencoba menusuknya ke dada mingyu, tidak pada jantungnya, ia salah presisi, hanya beberapa senti di bawah tulang belikat kirinya. tenaganya mengayun tidak sekuat itu jadi belati itu tertancap tidak terlalu dalam namun cukup sampai membuat darah merah mengaliri belati tersebut.
mingyu tersenyum, tubuhnya masih tegak seperti tidak merasa akan tikaman itu dan seketika itu juga wonwoo mengambrukkan tubuhnya karena lemas, habislah sudah dia, perbedaan dari membunuh seseorang yang ia benci di pikirannya dan melakukannya secara langsung dengan tangannya sendiri sangatlah besar, kini tangan wonwoo gemetaran, ia menunduk melihat darah segar yang melumuri belatinya, di tangannya juga ada cipratan darah, ia berpikir bahwa ini salah, tidak seharusnya ia pada saat sebenci apapun dengan orang lain berhak untuk menyakiti siapapun itu. airmata mulai menggenang di matanya dan wonwoo menggumamkan lirih “maafkan aku, aku hanya… ingin hidup… jangan bunuh aku…”
Chapter 3: seorang pengantin
Chapter Text
tangan mingyu terangkat untuk memberi tanda kepada pengawal serta orang yang paling ia percaya itu untuk tidak mendekat, dan seungcheol menuruti itu, padahal cheol sebenarnya cukup sigap dan siap untuk menarik pedangnya dan membunuh wonwoo yang menyakiti mingyu saat itu juga.
yeee, dasar masokis emang, mana iseng banget, udah tau pengantinnya diujung tanduk gitu masih sengaja di isengin. gerutu cheol dalam hati sambil memasukkan kembali pedang yang sudah ia tarik sedikit.
darah masih mengalir dan menetes dari luka terbuka di bahu mingyu, wonwoo melihat darah itu menetes di tanah di hadapannya. tubuhnya masih gemetaran, ia yakin disinilah akhir hidupnya, akhir hidupnya yang menyedihkan itu. siapapun tidak akan pernah diam saja jika dirinya ditusuk oleh orang asing kan.
“i will not harming you, maaf nakutin ya” namun mingyu mengatakan itu dengan sangat lembut, seakan mengafirmasikan wonwoo bahwa ia baik baik saja dan akan baik baik saja. ia bawa tangannya ke kepala wonwoo yang masih terduduk lemas, mengelusnya sedikit. lalu mingyu memerintahkan jeonghan untuk membawa wonwoo ke kamarnya untuk beristirahat.
dan setelah cheol memastikan dua orang tadi benar benar pergi, ia langsung melemparkan sapu tangannya ke arah mingyu sambil meneriakkan “lo bego ya gyu?” mingyu yang tidak terima hanya bisa mendelikkan matanya dan menjawab “lo lebih bego”
seungcheol menghela napas, membantu mingyu menekan lukanya agar pendarahannya berhenti “gue tau lo basically like immortal being, tapi inget gak kalo satu satunya orang yang bisa ngelukain lo dan luka lo gak bisa sembuh sendiri siapa?”
“inget, cheol”
“siapa jawab!”
“ya pengantin gue lah siapa lagi”
“jadi lo emang maso aja ya tadi” seungcheol mendengus, benar benar tidak habis pikir dengan teman masa kecilnya yang sudah ia anggap seperti adik sendiri.
“he was shaking, cheol… dan dia udah gemeteran dari dia menginjakkan kaki di sini, enggak, bahkan dari dia masih di perahu itu. badannya ringkih dan kecil begitu, emang ada kemarahan di matanya tapi disitu masih ada keraguan juga, gue liat, gue tau apa yang dia mau lakuin, dan gue nyoba aja mau tau seberapa jauh dia bisa ngelukain gue… dan liat, cuma luka begini cheol”
cheol memutar bola matanya berkata “ya udah nikmatin deh” sambil menekan luka mingyu ia berdiri dan meninggalkan mingyu disana.
“sakit cheol, gila ya lo!!!!!”
࿐ ࿔*:・゚
jeonghan membawa wonwoo duduk di tepian kasur setelah sampai di kamarnya, ia melihat tangan wonwoo, ada darah mingyu tertinggal disana, jadi jeonghan mengambil sebuah kain, membasahinya dan membantu wonwoo membersihkan tangannya.
“wonwoo, jangan gini lagi ya, kita gak ada sedikitpun mau nyakitin kamu, di omongin baik baik ya won” ujar jeonghan
“han, aku abis ini bakal diapain? mati ya?”
“enggak, gak bakal diapa-apain, habis ini kamu tidur, nanti pas bangun kita makan bareng ya”
“it’s okay, wonwoo. you’re safe here. trust me” afirmasi dari jeonghan sedikit banyak membantu wonwoo menjadi rileks, ketika jeonghan menawarkan dirinya untuk mandi dan berganti baju, wonwoo tidak menolaknya.
dan disinilah ia sudah mencoba dari beberapa jam lalu untuk tidur, tapi kantuk masih belum mau menjemputnya, jadi ia hanya diam menatap langit-langit ruang kamarnya itu sampai suara ketukan pintu pelan terdengar.
“wonwoo, udah waktunya makan malam, yuk” ajak jeonghan sesaat setelah ia menyembulkan kepalanya dari pintu. wonwoo mengangguk dan menghampiri jeonghan.
“tapi sendiri makannya gapapa ya won?”
“gak sama kamu, han?”
“aku makan sama cheol, kamu seharusnya makan sama mingyu, tapi mingyu gak bisa, won?” terang jeonghan.
“mingyu kenapa?”
“badannya demam sedikit, kayaknya efek luka tadi, tapi dia gak bakal kenapa-napa sih”
“han, aku boleh ketemu mingyu lagi?”
jeonghan diam, berpikir sejenak lalu memutuskan untuk memberikan anggukan sebagai jawaban.
wonwoo membuka pintu kamar mingyu, ia dapati sang dewa laut sedang tertidur dengan selimut yang menutupinya sampai ke pinggang. terdapat perban di bahunya. wonwoo mendekatinya dengan pelan, duduk di tepian kasur sebelah kiri dan lirih menggumamkan kata “maaf” dan betapa terkejutnya saat ia melihat wajah mingyu, sang dewa laut itu sedang menatap dirinya dengan mata terbuka, tidak tertidur.
“wonwoo” panggil mingyu
“ya?”
“apa yang mau kau lakukan setelah ini? kau ingin kembali ke desamu? aku bisa saja mengembalikkanmu jika dirimu mau, tapi apakah warga desa…” mingyu tidak melanjutkan perkataannya dan hanya menatap wonwoo dalam diam, ia tau wonwoo mengerti apa yang ia ingin sampaikan.
wonwoo menghela nafasnya pelan dan berkata “aku tidak tahu”
“atau ingin seperti pengantin pendahulumu?” wonwoo menatap balik mata mingyu menuntut penjelasan “bisa kau jelaskan lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi?”
“aku tidak pernah membunuh siapapun, wonwoo. aku tidak bisa membunuh manusia. tidak boleh lebih tepatnya, dan sebetulnya manusia tidak bisa terlalu lama di alam ini. mereka lemah dan tidak bisa bertahan lama jika terus tinggal disini. aku sudah menjelaskan untuk pengantin yang mati tenggelam sebelum sempat kubawa kesini menemuiku, aku kembalikan ke pantai desa mereka agar mereka bisa pulang ke keluarganya. dan beberapa yang hidup dan berhasil ke dunia ini… sepertimu… aku memberikan mereka pilihan untuk kembali ke desa mereka atau hidup di desa manapun, aku bisa membawa mereka ke manapun selama tempat itu terhubung dengan laut aku bisa menjangkaunya”
“jadi mereka masih hidup?” mingyu tersenyum mendengar pertanyaan wonwoo.
“ya, mereka tidak memilih untuk kembali ke desa, mereka pikir mereka tidak akan bisa diterima kembali di desa itu karena mereka adalah persembahan untuk laut yang marah, kalau mereka kembali, para warga desa pasti akan marah karena takut laut tidak akan kembali tenang, tapi aku jelaskan ke mereka kalau laut yang tenang amarahnya bukan karena telah menerima persembahan seorang pengantin, itu mitos konyol dan aku tidak pernah meminta seorang pengantin, akhirnya mereka memilih untuk pergi hidup di tempat baru, di desa baru, memulai kehidupan dari awal lagi.”
“lalu kenapa laut marah, mingyu?”
“percayalah kalau badai dan laut yang mengamuk ini adalah akibat dari kelakuan manusia itu sendiri, wonwoo” mingyu menatap wonwoo dengan lembut dan melanjutkan “bukan aku yang membuatnya seperti itu, aku memang bisa mengendalikan laut, tapi ketahuilah wonwoo, laut mempunyai jiwanya sendiri, jika manusia terus-terusan menghancurkan laut, mengambil segala hal yang laut punya dengan serakah dan tidak memikirkan generasi setelah mereka, inilah konsekuensinya, laut bisa marah dan marahnya mereka seperti ini, memberikan amukan agar manusia paham mereka salah. kita hanya bisa memberikan waktu agar laut memperbaiki dirinya sendiri, dan menyadarkan mereka untuk tidak semena-mena kepada laut, tapi lucunya mereka malah membuat narasi pihak laut menjadi sang antagonis dan malah mengkhianati sesamanya dengan persembahan pengantin dewa laut yang konyol ini”
“dan kau membiarkannya?” wonwoo bertanya dan mingyu memberikan anggukan.
“mereka menjadi tau diri dan takut kepadaku, dan setelahnya mereka tidak bersikap semena-mena lagi, jadi aku biarkan”
wonwoo memutar bola matanya, menonjok pelan bahu mingyu yang terluka, berkata lirih “maafkan aku” lupa kalau mingyu sedang terluka disana.
mingyu memanfaatkan momen itu untuk berteriak kesakitan, berakting untuk membuat wonwoo merasa bersalah, dan cara itu berhasil, wonwoo yang melihatnya langsung takut jika pukulan pelan itu akan membuat luka mingyu bertambah parah.
“apa pukulanku sesakit itu? aku tidak sengaja, oh, apa yang harus aku lakukan?”
“kau tau apa yang bisa dilakukan sang pengantin saat dewa laut sakit?” sambil mengeluarkan erangan kebohongan, minyu lanjut berkata “katanya sang pengantin dapat mengobati dewa laut dengan ciumannya”
jantung wonwoo bedegup dengan cepat saat mendengarnya, semua berlalu dengan sangat cepat, wonwoo yang ketakutan membuat luka mingyu lebih parah berdiri dengan impulsif dari duduknya dan mengecup bahu mingyu, tepat pada tulang belikat kiri. menempelkan bibirnya pelan dan berharap agar luka nya cepat membaik dan mingyunya bisa sembuh. setelah melakukan itu, ia mengangkat kepalanya, melihat wajah mingyu saat itu sangat membuatnya malu, wajahnya panas dan memerah, ia merasakan darah mengalir cepat dari seluruh tubuhnya naik ke wajahnya, jadi wonwoo putuskan untuk segera pergi dari kamar mingyu.
mingyu? tentu saja seperti patung yang lupa memproses waktu, ia berdiam diri dan melakukan monolog kalau lain kali jangan sampai berbohong begini dengan wonwoo, oh ini tidak sehat untuk jantungnya dan juga ia merasakan perasaan meggelitik dari dalam perutnya, rasanya seperti banyak kupu-kupu terbang menuju ke pusat tubuhnya, ke hatinya.
࿐ ࿔*:・゚
wonwoo tidak tidur semalaman, ia tidak bisa tidur memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah ini, dan ketika sedang memikirkan hal itu, tanpa terasa pagi sudah datang, pintu kamarnya diketuk pelan, jeonghan datang mengabarkan kalau ia harus sarapan dan setelahnya mingyu sudah menunggunya ingin berbicara padanya.
wonwoo mendudukkan dirinya di sebelah mingyu, di hamparan pasir putih di pantai menuju laut lepas, diam tidak tahu berkata apa, jadi ia hanya menunggu untuk mingyu yang memulai pembicaraan.
“jadi kau sudah menentukan apa yang akan kau lakukan? pulang ke desa atau mau mulai hidup baru ke tempat lain? wonwoo, kau harus memutuskannya, tubuhmu tidak bisa menunggu terlalu lama” mingyu melemparkan pertanyaannya.
“sejujurnya aku ingin sekali memilih untuk hidup di tempat lain, apakah aku bisa membawa seseorang bersamaku?”
“kau kira aku agen pindah rumah? tentu saja tidak bisa, kau yang sudah dibuang ke laut saat itu sudah menjadi milik laut, dan laut mengenali dirimu sebagai pengantinku, salah satu dari sesama makhluk laut, kalau untuk manusia biasa, aku tidak punya kuasa untuk mencampuri kehidupan manusia, tidak segampang itu untuk dewa melanggar peraturan langit, wonwoo”
“kalau begitu, jawabannya tidak untuk memulai hidup baru ditempat lain” tegas wonwoo.
“jadi kau ingin kembali ke desa?”
“itu juga bukan pilihan yang bisa dipilih, mingyu” tepat setelah wonwoo mengatakan itu, kepalanya terasa pusing, pandangannya seperti tidak mau fokus, sekelilingnya terasa berputar tiba tiba sekali. mingyu yang melihatnya mengeluarkan sebuah benda dari kantung celananya dan memasangkannya kepada wonwoo, sebuah kalung dengan pendant berbentuk sebuah tetesan air berwarna biru muda yang sangat jernih, dan begitu kalung itu selesai dipakaikan oleh mingyu, mingyu membawa bibirnya mencium pendant di leher wonwoo, dengan menempelkan bibirnya, mingyu sedang memberikan energi lautnya kepada sang pemakai kalung, kalung itu berubah dari yang tadinya berwarna biru terang menjadi biru gelap seperti laut di malam hari, persis dengan warna mata mingyu yang berwarna biru yang gelap, jernih, dan dalam. ketika kau sedang menatapnya, kau seakan tersedot ke dalam sebuah samudra.
dan pusing yang wonwoo rasakan seketika hilang.

WonnaBeWithGyu on Chapter 3 Thu 09 May 2024 07:30PM UTC
Comment Actions
everyonewitch on Chapter 3 Fri 10 May 2024 01:52PM UTC
Comment Actions