Actions

Work Header

Stronger, Tougher

Summary:

Hanyalah seorang Izuminokami Kanesada yang berbincang singkat dengan sang Saniwa sebelum kepergiannya

Notes:

Bokutachi wa kimi no ai de saku hana dakara - ■■ ■■■■

(See the end of the work for more notes.)

Work Text:

Itu akan menjadi tangisan terakhirnya, tekadnya dalam hati.

Mengusap wajah yang sama sekali tidak basah, Izuminokami berjalan tenang diantara pepohonan merah muda yang melingkupinya. Kepalanya tampak tertunduk, menatap kakinya sendiri yang terus melanglah tanpa berniat untuk berhenti.

Tentu saja tekad yang ia canangkan di dalam ini hati tidak semata-mata hanya agar dirinya tidak kalah dengan Mutsunokami yang bisa lebih tegar dalam menjalani setiap misi, termasuk melihat mantan tuannya meninggal untuk yang kedua kalinya, ketiga kalinya, atau mungkin berpuluh-puluh kali selama sang saniwa memerintahkannya di peristiwa yang sama.

            “Besok setelah matahari terbit, kami berempat akan pergi ke lokasi dan waktu yang berbeda namun dengan satu tujuan yang sama.”

Semakin kuat dan kuat.

Karena itu ia berjanji kepada dirinya sendiri jika itu akan menjadi tangisan terakhirnya. Tangisan yang akan mengantarkannya kepada lembaran baru perjalanannya sebagai seorang Touken Danshi.

Izuminokami menghentikan langkahnya, kepalanya yang sedari tertunduk tanpa memandang hamparan pohon sakura disekelilingnya pun terangkat perlahan. Dirinya yang sedari tadi memikirkan peristiwa yang ia alami akhir-akhir ini pun mulai tersadar jika dirinya telah berjalan sejauh ini. Dahinya sedikit berkerut heran melihat pohon dengan ukuran yang lebih besar dari pada pepohonan lainnya tiba-tiba saja telah berdiri di hadapannya.

Tentu saja itu pemikiran yang salah, pohon sakura tidak mungkin bergerak sendiri hanya untuk menghalangi jalannya, dirinya sendirila yang berjalan ke tempat ini tanpa ia sadari. Izuminokami memandang ke sekitar lalu kembali menatap pohon sakura besar dihadapannya dengan tatapan bertanya.

“Pohon ini juga bersemi rupanya...” ucapnya pelan, melihat keindahan pohon besar dengan dedaunan merah muda dan bunga-bunga kecil yang makin mempercantik pohon itu. Angin sore hari yang berhembus pelan sedikit menggugurkan dedaunan itu, membuat beberapa kelopak nya berterbangan dan hinggap di helaian rambut hitam panjangnya.

Mungkin tidak banyak yang menyadari jika ada pohon sakura besar di antara berpuluh-puluh pohon sakura yang tertanam di sini. Ia tampak besar ketika dilihat dari jarak yang sedekat ini namun terlihat menghilang jika dilihat dari jarak yang jauh. Izuminokami yang saat itu baru pertama kali muncul di Honmaru ini pun mungkin tidak akan menyadarinya jika dirinya tidak iseng menjelajahi isi Honmaru ini hingga ke sudut-sudutnya karena rasa penasaran yang tinggi.

“Tentu saja, Izuminokami.”

Ucapan singkat dengan nada yang familiar membuat Izuminokami yang sedari tadi berdiri diam menikmati pemandangan pohon sakura besar dihadapannya itu dengan cepat menatap ke arah sumber suara. Melihat seorang lelaki dewasa yang tampak sangat berwibawa itu berjalan ke arahnya dengan senyum di wajahnya.

“Aruji?!”

Seseorang yang Izuminokami sebut dengan ‘Aruji’ itu menghentikan langkahnya tepat disampingnya lalu menatap pohon sakura dihadapannya masih dengan senyum di wajahnya, “Menikmati sore hari yang hangat ini sebelum melakukan perjalananmu?” tanyanya.

Izuminokami menganggukkan kepala, masih menatap tuan nya dengan tatapan terkejut, “Aku tidak menyangka bisa melihat Aruji di sini. Ah maksudnya biasanya jam segini Aruji masih sibuk mengurusi hal lain, kan?”

Sang Aruji hanya bisa tertawa lalu menggelengkan kepalanya, “Kebetulan semua urusanku telah selesai, sekarang aku hanya ingin berjalan-jalan di sini dan juga...”

“Dan juga?”

Lelaki itu menarik napasnya lalu menghembuskannya perlahan, “Mengobrol dengan pohon sakura ini,” lanjutnya lalu menatap Izuminokami, “Justru aku yang tidak menyangka bisa melihatmu ada di sini.”

Mungkin ini adalah perkataan tidak jelas yang memang sering tuannya utarakan kepada mereka untuk mencairkan suasana, seperti biasanya. Akan tetapi, Izuminokami yakin jika sorot mata yang Aruji nya perlihatkan saat ini terlihat berbeda dari biasanya.

Kenapa Aruji nya harus berbicara dengan pohon ketika ada banyak sekali Touken Danshi di Honmaru ini yang bisa dia ajak bicara? Mungkin tidak semua dari mereka bisa berbicara empat mata dengan sang Aruji karena merasa segan atau memang tidak ada topik yang harus dibicarakan. Apakah Tuannya ini merasa kesepian karena hal itu?

Seakan memahami apa yang sedang dia pikirkan saat ini, Sang Aruji hanya bisa tertawa lalu menepuk pelan bahu Izuminokami, “Tidak tidak, aku tidak mungkin merasa kesepian ketika kalian semua pasti ingin mengajakku berbicara. Aku tidak keberatan sama sekali, justru merasa senang jika orang biasa-biasa saja sepertiku ini bisa diterima oleh kalian semua sebagai Tuan baru kalian.”

“Tentu saja!” Izuminokami menatap Tuannya dengan tatapan yakin, “Tentu saja kami semua menerima mu sebagai tuan kami termasuk aku juga!”

Dia memanglah pedang milik Hijikata Toshizo dan dirinya bangga dengan hal itu. Jauh di dalam lubuk hatinya ia ingin Tuan kebanggaannya itu terus hidup dengan melihat kemenangan yang selama ini dia perjuangkan bersama anggota Shinsengumi lainnya. Akan tetapi, itu semua hanyalah masa lalu dan masa lalu tidak boleh diubah hanya karena keegoisannya semata.

Saat ini ia telah memiliki Tuan baru yang berusaha untuk mempertahankan sejarah yang sebenarnya, melindungi sejarah mantan tuannya dan seluruh peristiwa yang terjadi di masa itu. Dirinya tidak mungkin bisa ada di sini, mendapatkan tubuh ini, bahkan berkesampatan untuk melihat mantan tuannya lagi jika bukan karena Tuan yang berdiri disampingnya saat ini.

“Kami semua bisa ada di sini karena cintanmu, Aruji!” ujarnya lantang.

Tidak peduli jika suaranya menggema diantara pepohonan sakura disekitar mereka dan juga pohon sakura besar dihadapan keduanya. Tidak peduli juga jika kedua mata Aruji nya membelalak lebar untuk sekian detik sebelum akhirnya kembali ke semula, memandang dirinya lekat-lekat dalam diam lalu tidak lama senyum kembali terlihat di wajahnya.

“.... Kanesada.”

“Ya!”

Sang Aruji menatap pohon sakura dihadapannya, “Bagaimana? Apakah dia terlihat sangat kuat dan elegan dipandanganmu?”

Izuminokami memilih untuk terdiam, menatap pohon sakura dihadapannya dengan tatapan yang mungkin dirinya sendiri tidak tahu arti dari tatapannya sendiri.

Karena dirinya tahu jika pertanyaan itu bukanlah untuk dirinya.

Di sore hari yang sama dengan waktu yang berbeda, Izuminokami melangkahkan kakinya kembali ke pohon sakura yang kembali bersemi. Rambut panjang yang semula menjuntai begitu saja pun telah ia ikat tinggi-tinggi, walaupun begitu guguran sakura dari pohon besar itu masih saja mengenai rambutnya. Memang bagaimana caranya menghindari hal-hal ini kan? Tawanya dalam hati.

“Kau tahu? Yamanbagiri saat ini sedang mendapatkan omelan dari Yamanbagiri lainnya. Kunihiro juga tidak berhenti untuk bersikap khawatir kepada Kyoudai nya itu.” Ujarnya seraya tertawa lebar.

Semenjak kepulangan mereka dari misi terakhir, ada banyak hal yang ingin Izuminokami bicarakan kepada sosok touken danshi bertudung putih itu. Tidak, bahkan sebelum dirinya diutus oleh sang Saniwa untuk ikut dalam misi yang dijalani oleh Yamanbagiri dan yang lainnya.

“Hahahaha dia melakukan tindakan yang bodoh, kau tahu?” Izuminokami mendudukan dirinya di atas rerumputan hijau, “Aku tidak akan ikut mengomeli atau mengkhawatirkannya, mungkin membiarkannya menraktirku soba sekali lagi bukan hal yang buruk kan? Ya kan?”

Kedua matanya masih menatap pohon sakura dihadapannya, tanpa sadar terus mengajaknya berbicara walaupun tahu pohon itu tidak akan membalas apapun. Apakah ini yang dirasakan oleh Sang Aruji ketika berbicara sendiri dengan pohon ini?

Bibirnya menyunggingkan seulas senyum tipis, “Hei, aku tidak pernah bertemu denganmu, melihatmu, dan bahkan mengenalmu, tetapi apakah kau juga akan melakukan hal yang sama jika ada di sini?”

..

..

..

..

..

Tudung putih yang sedikit terbuka karena hembusan angin itu dengan cepat dia pegang, menyembunyikan kembali rambut pirang dan wajahnya. Dia masih terus berdiri diam di bawah salah satu pohon sakura, menatap dari kejauhan sosok lelaki berambut hitam panjang yang tengah terduduk tepat di bawah pohon sakura yang berukuran lebih besar dari pada pohon lainnya.

Helaan napas terdengar dari mulutnya, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan untuk menenangkan kekacauan hatinya, walaupun kenyataan tidak mengubah apapun. Dia menutup kedua matanya, memutuskan untuk segera pergi dari tempat ini.

“Aku juga baru menyadari satu hal.” Ucapan sosok berambut hitam panjang yang sedari tadi berbicara sendiri dengan pohon besar itu masih bisa terdengar di telinganya, bersamaan dengan langkah kakinya yang mulai bergerak menjauh dari tempatnya semula.

“Menangis juga dapat membuat seseorang menjadi lebih kuat, bukankah begitu....”

“....Yamanbagiri Kunihiro.”

Langkahnya pun terhenti seketika.

Lagi-lagi dia menghela napas lalu menghembuskannya dengan perlahan.

Tidak lama ia kembali melangkahkan kakinya, semakin jauh dan jauh tanpa mengatakan apapun.

Karena dia sendiri tidak mengetahui jawabannya.

Notes:

Maap ga pinter bikin judul dan ga kepikiran judul sama sekali, tapi kayaknya ini lebih mending dari pada judulnya "Menatap Sakura-san yang menikah dengan Sasuke-kun"