Actions

Work Header

Rating:
Archive Warning:
Category:
Fandom:
Relationship:
Characters:
Additional Tags:
Language:
Bahasa Indonesia
Stats:
Published:
2025-04-05
Words:
3,103
Chapters:
1/1
Comments:
18
Kudos:
109
Bookmarks:
7
Hits:
1,636

Kegigit Cinta si Minyak Telon

Summary:

Bagaimana kalau si feromon minyak telon ketemu sama si pemilik wangi laut yang ganteng itu? Siapa yang naksir duluan dan siapa yang jadi lebih naksir?

Notes:

commision by — Bitti ★

(See the end of the work for more notes.)

Work Text:

Soonyoung memanyunkan bibir menatap Jihoon yang sudah mulai mengangkat beban di hadapannya. Memang dia sendiri yang minta Jihoon untuk mendaftarkannya jadi anggota gym yang biasa didatangi si sagitarius, tapi begitu ia dipaksa Jihoon untuk menggunakan kartu membernya ia jadi malas sendiri.

 

“Ayo. Mau ngapain lo?” tanya Jihoon, tangannya sudah sibuk dengan beban di tangannya. Melatih beberapa otot tangannya, menatap Soonyoung yang berdiri dari kaca di hadapannya.

 

“Mager…” jawab Soonyoung perlahan. Jihoon menunjuk treadmill dengan dagunya, menyuruh si gemini untuk memulai dengan lari-lari ringan.

 

“Lari dulu coba. Pemanasan,” Soonyoung mengikuti arah pandangan Jihoon. Akhirnya mau tidak mau menurut, meskipun ia berencana mau mandi saja setelah lari beberapa menit.

 

Awalnya semuanya biasa saja, hingga hidung mancungnya mencium aroma yang cukup ramah baginya. Bau laut.

 

Alis Soonyoung menukik bingung, pikirannya berputar secepat mungkin. Ia ada di dalam gym sekarang, dan letaknya ada di tengah kota. Bukannya di pinggiran pantai ataupun tengah laut.

 

Kemungkinan terburuknya, ini wangi feromon milik seseorang.

 

Mata bulat Soonyoung makin membulat. Kalau memang benar ini wangi feromon milik seseorang, bisa mati berdiri dia. Soonyoung suka wangi laut, suka aroma pantai, bagaimana udara bisa berbeda wanginya kalau ia berdiri di pinggir pantai. Menarik napas dalam-dalam, dan bisa tersenyum lebar.

 

Dan sekarang ia ada di dalam gym tapi rasanya sedang berdiri di pinggir pantai.

 

Si gemini cari-cari kesana-kemari. Mata bulatnya menoleh kiri-kanan, menatap sekitar. Mencari siapa pemilik parfum dengan wangi kesukaannya ini, meskipun hasilnya nihil juga. Ia tidak menemukan siapapun padahal hidungnya sudah kembang kempis.

 

“Nyariin apa lu?” suara Jihoon membuyarkan lamunan Soonyoung, yang langsung dibalas dengan gelengan kepala. Tidak ingin Jihoon ikut mengejeknya juga, padahal si sagitarius sudah bisa mencium feromon Soonyoung yang mengudara.

 

“Feromon lu kemana-mana, tuh,” lanjut Jihoon lagi. Soonyoung menatapnya bingung, meskipun akhirnya ia sadar juga. Memutuskan untuk mandi dan mengakhiri hari.

 

Dalam hati berdoa ia akan menemukan siapa pemilik wangi laut yang ia sukai itu. Rasanya Soonyoung ingin memeluk pemilik wangi itu saja, erat-erat, kalau boleh. Meskipun ujungnya kurang ajar juga.

 

Dan keesokan harinya sama saja. Soonyoung hanya kebagian wangi lautnya belakangan. Seolah si empunya menghilang tanpa jejak, padahal beberapa detik sebelumnya sudah menyebarkan feromon lautnya di sekitar Soonyoung.

 

Seolah menariknya mendekat dengan meninggalkan jejak tetapi hanya itu saja. Meninggalkan Soonyoung bertanya-tanya dengan mata bulatnya.

 

Kejadian yang sama terulang hingga beberapa kali. Hingga Jihoon mengenalkan seorang temannya di gym yang sama pada Soonyoung. Yang hanya bisa membeku di tempat dan melongo menatap lelaki jangkung di hadapannya.

 

Ia berkacamata, tersenyum kecil menyodorkan tangan pada Soonyoung. Masih menggantung di udara karena si gemini tak kunjung menyambut tangannya.

 

“Nyong,” panggil Jihoon menyadarkan temannya itu. Dengan salah tingkah ia akhirnya menyambut tangan lelaki berkacamata itu.

 

“Jeon Wonwoo. Panggil aja Wonwoo,” suaranya berat. Soonyoung mencium wangi laut dengan jelas di depan hidungnya.

 

“S-Soonyoung. Kwon Soonyoung,” balas Soonyoung, dengan enggan melepaskan jabatan tangan Wonwoo. Kalau ia mencium tangannya mungkin masih tertinggal wangi Wonwoo di sana.

 

Hidung Soonyoung kembang-kempis rasanya. Berusaha sebisa mungkin menahan diri tidak menanyakan parfum apa yang dikenakan Wonwoo–atau apa ini feromonnya.

 

Atau semua ini dikarenakan masa panas nya yang hampir dekat, kalau datang sesuai dengan kalender di ponselnya.

 

“Lo pake minyak telon, ya?” suara Wonwoo terdengar lagi. Napas Soonyoung tercekat di tenggorokan rasanya, sebelum tawa Jihoon terdengar. Disusul dengan penjelasannya tentang feromon Soonyoung, Wonwoo menganggukkan kepalanya. Bibir Soonyoung berkedut tidak sabar ingin bertanya.

 

“Ni bau laut, tuh, feromon dia, alpha,” kata Jihoon, menjawab semua pertanyaan dalam kepala Soonyoung. Yang untungnya bisa dengan cepat mengubah ekspresinya dengan anggukan kepala sok mengerti dan senyuman tipis. Dalam hati ingin melompat bahagia rasanya, akhirnya ia menemukan pemilik wangi laut yang beberapa hari belakangan ini mengganggunya.

 

“Dia omega, Won. Bau minyak telon, tuh, dari dia kalo lagi seneng,” belum sempat Soonyoung buka suara, Jihoon sudah menjelaskan semuanya. Memang betul apa yang dikatakan Jihoon, tapi ia bisa jelaskan sendiri.

 

Untung saja Wonwoo tertawa, ia pasti mengerti kalau Jihoon bercanda. Iya, kan? Pasti ia mengerti.

 

Esoknya Soonyoung sudah berusaha menyamakan jadwal olahraganya dengan jadwal Wonwoo. Di pagi hari, pukul 8 pagi, jam-jam dimana Soonyoung masih terlelap dibalut selimut di kamarnya. Dan sekarang ia sudah ada di gym, berolahraga dengan pura-pura semangat dan melupakan semua ajaran Jihoon selama ini.

 

Hanya karena ia ingin diajari Wonwoo saja.

 

“Coba, tangannya lebih dibuka lagi,” tutur Wonwoo, tangannya perlahan mengarahkan tangan Soonyoung. Matanya menatap si gemini di kaca di hadapan mereka, membuat jantung Soonyoung rasanya mau pecah.

 

Wonwoo kembali mencium wangi minyak kayu putih dengan campuran adas menguar dari tubuh Soonyoung. Ia mengulum senyum, tiba-tiba saja si gemini menyamakan jadwal dengannya, memintanya untuk melihatnya saat mencoba mengangkat alat berat.

 

Tetap saja semua yang dilakukan Soonyoung sangat lucu di mata Wonwoo. Meskipun ia mau dan dengan serius membantunya. Mau bagaimana lagi, ia takut kalau si gemini malah salah olahraga dan mencelakakan diri.

 

“Wonwoo, besok kosong, nggak?” tanya Soonyoung, setelah beberapa detik hanya berani menatap Wonwoo dari kaca. Lelaki berkacamata itu memikirkan sesuatu terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Soonyoung dengan gelengan kepala.

 

Sorry, Soonyoung. Besok gue ada janji sama temen,” jawabnya, ia bisa melihat senyuman kesedihan di bibir Soonyoung. Ditutupi dengan anggukan kepala mengerti dan melanjutkan aktivitasnya sendiri, si gemini tidak ragu dalam menunjukkan perasaannya.

 

Dan Soonyoung memang menunjukkan kesedihannya, ia ingin mengajak Wonwoo pergi, kalau ia tidak sibuk dan ia mau. Ia ingin Wonwoo, mungkin mengenal lebih dalam terlebih dahulu sebelum ia bisa peluk-peluk lelaki jangkung itu.

 

Meskipun ajakan pertemanannya–yang terlalu seperti pendekatan itu, tertolak beberapa kali oleh si cancer.

 

Sorry, gue mau WFA besok”, “maaf, Soonyoung. Gue ada schedule pas weekend ”, “sorry, gue nggak minum kopi”, dan beberapa “sorry, Soonyoung” lainnya.

 

Belum ia selesai mengatakan alasannya pun Soonyoung sudah tahu ia tertolak Wonwoo–lagi.

 

Tidak biasanya si gemini yang punya tekad kuat ini menyerah, meskipun akhirnya ia menyerah juga. Mengubur rasa penasarannya dengan si alpha wangi laut itu dalam-dalam, mungkin ia tidak ingin jadi temannya.

 

Atau Wonwoo benar-benar mengira wangi feromon Soonyoung keluar hanya ketika ia terlalu senang, karena kata-kata Jihoon. Kalau saja ia tidak mengikuti Jihoon ke gym temannya itu. Kalau saja ia tidak pernah mencari tahu siapa pemilik wangi laut itu. Berbagai kalau saja lainnya berlarian di pikiran Soonyoung.

 

Ujungnya ia kembali mengubah jadwal olahraganya, kembali bertemu dengan Jihoon. Yang tentu saja menyambutnya dengan tawa mengejek melihat Soonyoung datang ke gym di jam yang sama dengannya.

 

“Wonwoo nyariin lo, tau,” kata Jihoon, mengeringkan rambutnya dengan santai. Tidak sadar membuat Soonyoung membeku di wajahnya, masih mengoleskan krim pelembab.

 

“Kenapa?” tanya Soonyoung akhirnya.

 

“Gatau, kemaren dia chat. Nggak bilang kalo lo jadi siang lagi?” balas Jihoon, Soonyoung menggelengkan kepalanya. Mencoba tidak peduli.

 

“Tapi tadi gue udah bilang kalo lo sekarang siang lagi kalo nge-gym,” lanjut Jihoon lagi.

 

“Lo bilang ke Wonwoo jadinya?” tanya Soonyoung, memastikan lagi sebelum jantungnya betul-betul mencelos hingga ke perut. Dengan entengnya Jihoon menganggukkan kepalanya, masih terfokus dengan tangannya dan pengering rambut.

 

“Kenapa emangnya?” balas Jihoon, penasaran dengan ekspresi Soonyoung yang mendadak linglung.

 

“Gapapa,” jawab Soonyoung, kembali mengoleskan pelembab di wajahnya. Mencoba tidak peduli.

 

Niatnya besok ia majukan hari bolosnya, tidak usah pergi olahraga. Tapi ternyata masa panasnya malah datang, waktu yang sangat tepat. Soonyoung memang tidak ingin pergi kemanapun, meskipun malah memperburuk keadaannya, ia menggulung diri di balik selimut.

 

Sesekali mengecek ponselnya membalas beberapa pesan dari rekan kerjanya yang mencarinya. Dan kebanyakan hanya menggulirkan jemari menelusuri media sosialnya.

 

Sesekali menempelkan kompresan air dingin di dahinya, obat yang sudah diminum sejak tadi belum menunjukkan tanda-tanda menurunkan demamnya. Masa heat-nya maju sehari, dan tentu saja membuatnya makin kesusahan.

 

Soonyoung belum punya alpha yang mengklaimnya, dan ia lupa menyiapkan suppressant-nya untuk siklus ini. Maka ia hanya bisa menggantungkan diri pada penawar rasa sakit dan kompresan yang buru-buru ia buat sendiri.

 

Ia sudah menelepon Jihoon tadi, dan kebetulan lelaki itu pergi keluar kota karena pekerjaannya. Ia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri sekarang.

 

Soonyoung terlihat sangat menyedihkan sekarang, ia yakin itu. Jemarinya masih menggulirkan layar ponselnya, mencari menu makanan yang ingin ia pesan di aplikasi pesan antar.

 

Soonyoung merasa kepalanya berputar dan matanya memberat. Meskipun ia butuh makan siang untuk minum obat selanjutnya. Suhu badannya masih tinggi dan Jihoon baru pulang dua hari lagi.

 

Kegiatan Soonyoung mencari makanan untuk mengisi perutnya terhenti oleh sebuah nomor tidak dikenal yang meneleponnya. Seperti biasa, Soonyoung menolak panggilan. Melanjutkan kegiatannya, ibu jarinya kembali menggulirkan diri di layar ponsel.

 

Nomor yang sama kembali menelepon. Alis Soonyoung menukik, nomor siapa ini? Mau tidak mau ia mengangkat telepon itu, dan diam saja sampai sambungan yang lain di sana mengatakan sesuatu.

 

“Halo?” Soonyoung masih diam, mendengarkan suara berat di ujung sambungan.

 

“Halo? Bener ini nomornya Soonyoung? Gue Wonwoo,” bibir Soonyoung terbuka mendengarkan suara berat yang sebenarnya familiar. Soonyoung sudah benar-benar menyerah hingga ia hampir melupakan suara Wonwoo.

 

“Wonwoo? Jeon Wonwoo?” tanya Soonyoung, padahal Wonwoo yang ia kenal hanya Jeon Wonwoo saja.

 

“Iya, Jeon Wonwoo,” dan Wonwoo tetap menjawab pertanyaannya, diikuti tawa kecil. Rasanya Soonyoung jadi bisa melihat senyuman lelaki itu hingga matanya menyipit hilang.

 

“Kenapa, Won?” tanya Soonyoung, berdoa agar nada bicaranya terdengar senormal mungkin. Meskipun jantungnya rasanya mau melompat dari dadanya.

 

“Lo nggak nge- gym pagi lagi? Sorry btw, gue minta nomor lo dari Jihoon. Katanya lo lagi heat, ya?” cerocos Wonwoo. Soonyoung mendengar beberapa pertanyaan Wonwoo lamat-lamat.

 

“Iya, gue nggak nge-gym dulu. Gue lagi heat sekarang,” jawab Soonyoung. Terdengar tawa kecil dari sambungan Wonwoo, si gemini ikut tersenyum kecil sekarang. Merasakan pipinya memanas.

 

“Lo gapapa?” tanya Wonwoo lagi. Soonyoung menggelengkan kepalanya seolah Wonwoo bisa melihat ekspresi wajah dan gesturnya.

 

“Gue belom punya mate , tapi gapapa, kok. Udah minum painkiller,” jawab Soonyoung, tertawa lemas di ujung kalimat. Mungkin Wonwoo sudah bisa mendengarkan lemas dari suaranya, yang masih berusaha ia tutupi. Dan ia mendadak jadi bersemangat sendiri mendengar suara Wonwoo.

 

“Beneran gapapa? Udah makan, belom? Gue minta alamat, ya? Gue beliin makanan, ya, Soonyoung? Kata Jihoon lo sakit,” Wonwoo seolah tidak bernapas di antara kalimat yang ia tanyakan. Soonyoung bisa merasakan pipinya makin memanas.

 

“N-nggak usah, Won. Gue pesen gofood ini,” jawab Soonyoung.

 

Wonwoo panik, takut ia tidak jadi mendapatkan alamat Soonyoung dan berpotensi mengakhiri pembicaraan sampai di sini.

 

“Nggak akan gue beliin aneh-aneh, sumpah. Nanti kalo ada apa-apa, ya semoga nggak ada apa-apa, jadi gue tau rumah lo. Jadi bisa one call away, oke? Boleh?” tanya Wonwoo lagi. Pipi Soonyoung memanas, rasanya kalau termometernya diarahkan ke pipi atau telinganya pasti sudah lebih dari demamnya.

 

One call away. Sebenarnya Wonwoo sadar tidak, sih, mengatakan hal-hal yang seperti itu?

 

Badan Soonyoung makin panas jadinya. Ia ingin teriak-teriak sekarang, meskipun rasanya masih lemas setengah mati.

 

“Boleh, Soonyoung?” suara Wonwoo terdengar lagi, lebih lembut dan seolah membujuknya. Dan tentu saja si gemini luluh mendengar suara lembut si cancer.

 

“Boleh, Wonwoo…”

 

Chat gue, ya? Kalo perlu apa-apa langsung telepon aja, oke? Save nomor gue, ya?”

 

***

 

Soonyoung mengira Wonwoo hanya sekali saja mengirimkan sup kepiting jagung. Kata Wonwoo itu comfort food andalan keluarganya, yang dibuatkan kalau ada yang sedang sakit. Dan semoga bisa membantu Soonyoung yang sedang demam.

 

Tidak tahu saja kalau Soonyoung makin ketar-ketir membaca pesannya yang seperti itu. Takut ia bawa perasaan lagi hingga ia akan jatuh lagi di lubang yang sama–meskipun ia tidak pernah keluar sepenuhnya.

 

Dan sekarang ia sudah di hari keempat masa panasnya dan sudah dikirimi makanan oleh Wonwoo delapan kali. Sengaja tidak mau menerima kalau dikirimi sarapan, Soonyoung tidak biasa makan pagi dan ia malas bangun pagi.

 

Di hadapannya sudah ada semangkuk sup ayam dengan ginseng–yang katanya juga langganan Wonwoo, dan ponselnya yang menunjukkan pesan dari Wonwoo.

 

Makan yang banyak, ya. Biar cepet sehat. Jangan lupa diminum obatnya.

 

Rasanya perut Soonyoung sudah lompat-lompat tak beraturan. Memikirkan apa sebenarnya si Jeon Wonwoo ini sadar atau tidak dengan semua yang ia lakukan. Atau sebenarnya ia sengaja?

 

Tapi Soonyoung tidak mau ambil pusing dulu, kepalanya masih berat. Ia harus minum obat lagi, suhu badannya harus turun. Meskipun pipinya masih memanas saat mencoba sup ayam yang dikirimkan Wonwoo, mengingat selama ini ia membuat Soonyoung juga mencicipi makanan yang menenangkan Wonwoo. Dan ia juga menyukai semuanya, seolah diperkenalkan kenyamanan untuk satu sama lain.

 

Soonyoung jadi senyum-senyum sendiri meneruskan makannya. Tidak ingin makin ambil pusing meskipun ia sudah cukup pusing.

 

***

 

Sorenya suhu badan Soonyoung makin tinggi. Ia hanya bisa terbaring lemas di tempat tidur, menggulung badannya di balik selimut yang sudah ia tumpuk 3 lapis. Kedinginan dan juga kepanasan, ia sendiri juga bingung dengan badannya.

 

Ia masih mengurung dirinya saat mendengar ponselnya berdering. Panggilan dari Wonwoo.

 

“Halo?” akhirnya Soonyoung menyapa terlebih dahulu dengan suara paraunya.

 

“Halo? Soonyoung? Demam tinggi lagi kah?” suara Wonwoo terdengar panik, kalau Soonyoung boleh berharap.

 

“Iya… lemes,” jawab Soonyoung, nadanya tanpa sadar ia tarik menjadi rengekan di akhir kalimat.

 

“Lo gapapa? Gue jemput kita ke rumah sakit, ya?” tanya Wonwoo lagi, Soonyoung menggelengkan kepalanya lemas. Padahal Wonwoo tidak bisa melihatnya.

 

“Nggak.., nanti feromonku kemana-mana. Dokterku masih cuti,” jawab Soonyoung, nada bicaranya lemas berusaha menyelesaikan ucapannya.

 

Wonwoo diam beberapa detik di telepon. Memikirkan bagaimana caranya membantu Soonyoung yang tidak akan merugikannya.

 

“Udah diminum obatnya?” tanya Wonwoo lagi.

 

“Belom, lemes banget,” jawab Soonyoung, tentu saja bisa didengar Wonwoo dengan jelas. Ia langsung paham pasti demam Soonyoung makin tinggi.

 

“Kira-kira, 20 menit lagi ada kurir nanti aku titipin security, ya? Jangan tidur dulu, ya, Soonyoung?” suara Wonwoo terdengar lembut, terdengar khawatir.

 

“Nggak usah, Wonu…” suara Soonyoung lebih terdengar seperti rengekan. Wonwoo mati-matian menahan senyumannya.

 

“Soonyoung, dengerin aku. Nanti dimakan, terus minum obat, ya. Kalo sampe malem masih panas, aku jemput kita ke dokter, oke? Nanti aku tanyain dokternya temennya temen aku. Nurut, ya?” kata Wonwoo, lebih lembut lagi dengan menegaskan ujung kalimatnya.

 

Soonyoung membeku beberapa detik sebelum otaknya bisa mulai bekerja kembali setelah mendengar perkataan si cancer.

 

“Iya…”

 

“Pinter. Tungguin dulu, ya? Jangan tidur dulu.”

 

***

 

Mata Soonyoung membulat melihat paket yang dikirimkan Wonwoo. Tentu saja beberapa mangkuk sup dengan nasinya, dan juga satu tas lagi. Wangi familiarnya sudah menguar dari sana, Soonyoung jadi membukanya dengan tangan gemetar.

 

Hoodie hitam milik Wonwoo, dengan wangi feromonnya yang tertinggal di sana. Perlahan Soonyoung mendekatkannya ke hidung, menghidu aroma yang sudah menguar di sana. Menghirupnya seolah ia memakai inhaler.

 

Dengan masih lemas Soonyoung membawa hoodie di tangannya ke tempat tidur dan ia menyembunyikan tubuhnya dengan selimut. Hidungnya masih menempel di pakaian di tangannya, memenuhi paru-parunya dengan wangi laut yang dirindukan.

 

Menikmati perlahan kepalanya mulai ringan dan wangi Wonwoo memenuhi hidungnya, memeluk tubuhnya sendiri dengan pakaian kiriman dari si cancer. Ia tersenyum kecil, merapatkan hoodie di tangannya ke hidung. Mungkin ia tampak konyol sekarang, tapi ia tidak peduli, wangi laut Wonwoo menenangkannya dan hanya itu yang ia butuhkan.

 

Ia tidak pernah mengira sekuat itu efek yang dimiliki Wonwoo padanya hingga keesokan harinya ia sudah bisa pergi ke gym lagi. Berdiri di depan Wonwoo yang menatapnya terkejut.

 

Tangan Wonwoo terangkat mengarah pada rambut Soonyoung yang memanjang, perlahan mengelus kepalanya. Ibu jarinya menyentuh dahi si gemini perlahan, memastikan suhu badannya sudah normal.

 

Membuat Soonyoung sempat memejamkan matanya, mengulum senyum merasakan elusan lembut di rambut. Wonwoo terkekeh melihatnya.

 

“Aku kangen tau.”

 

Rasanya Soonyoung jadi makin pusing tujuh keliling kalau begini caranya.

 

***

 

Meskipun ujungnya mereka jadi olahraga bersama, kalau boleh disebut olahraga karena Wonwoo hanya menyuruh Soonyoung diam dan ia mencontohkan gerakan yang betul. 

 

Dan diakhiri dengan Soonyoung yang duduk di kursi panjang depan loker, di hadapannya ada Wonwoo yang mengelus rambutnya perlahan. Menyisir rambut Soonyoung dengan tangannya, sesekali menggosokkan handuk di tangannya perlahan, mengeringkan rambut si gemini.

 

Si empunya hanya duduk diam menurut, sesekali memejamkan mata menikmati elusan lembut Wonwoo di rambutnya. Ia tersenyum lebar, terkadang menatap si cancer lekat-lekat. Seharusnya ia pernah bilang kalau ia paling suka kalau rambutnya dielus.

 

“Seneng banget kamu,” komentar Wonwoo, senyum kecil terlukis di bibirnya. Soonyoung tertawa kecil.

 

“Aku suka kalo dielus,” balasnya, tersenyum lebar.

 

“Oke, nanti aku sisir terus rambutnya, ya. Sekarang aku anter kamu pulang dulu. Tadi ke sini naik apa?” tanya Wonwoo, tangannya masih memainkan ujung rambut Soonyoung.

 

“Ojol,” jawab Soonyoung enteng, alis Wonwoo menukik sedikit. Hendak protes bertanya kenapa Soonyoung tidak menghubunginya saja, sebelum ia sadar ia siapa.

 

“Mulai sekarang, sama aku kemana-mana, ya. Nggak ada penolakan,” cetus Wonwoo.

 

“Kenapa?” tanya Soonyoung polos, meskipun ia masih tersenyum lebar.

 

“Pokoknya sama aku aja, jadi pacarku,” jawab Wonwoo, tangannya menyentil hidung mancung Soonyoung hingga si empunya menatap Wonwoo terkejut, meskipun ia berujung tertawa kecil. Akhirnya menganggukkan kepalanya.

 

“Iya, sama Wonu aja,” balas Soonyoung, masih tersenyum kecil.

 

Sedetik kemudian hidungnya mencium wangi minyak telon yang menyerbak, ia tertawa kecil. Ia tahu Soonyoung-nya senang sekarang. Tangannya mengelus rambut Soonyoung perlahan, kalau bisa juga menunjukkan rasa senangnya seolah ia manusia paling beruntung sedunia.

 

“Lagi seneng, ya?” goda Wonwoo, matanya hampir hilang karena senyumannya. Soonyoung makin manyun karenanya, perlahan memukul lengan Wonwoo yang tertawa kecil.

 

“Jangan digodain!” rengekan Soonyoung tidak akan menghentikan Wonwoo tentunya.

 

“Pacarkuu, paling gemas sedunia,” kata Wonwoo, masih dengan tangannya memainkan ujung rambut Soonyoung.

 

Sekarang Soonyoung yang jadi orang paling pusing sedunia.

 

***

 

Soonyoung diam saja melihat tangannya diraih tangan Wonwoo, perlahan dibawa mendekat ke bibirnya dan diberikan ciuman lembut. Pipinya masih merah setelah dicium tadi, padahal. Mereka bahkan belum duduk di sofa Soonyoung, masih berdiri di balik pintu karena Wonwoo meraih tangannya.

 

Jemari Soonyoung diberikan ciuman lembut satu-persatu, ditekankan bibir tipisnya pada setiap lipatan jemari si gemini di tangannya. Dalam hati memberikan doa-doa terbaik untuknya.

 

Soonyoung diam saja, hanya menatap Wonwoo dengan senyum kecilnya. Sebelum lelaki itu menatapnya tepat di mata, pipinya makin panas. Wonwoo pasti akan menyadarinya kalau ia mau cium pipi Soonyoung-nya, lagi.

 

Benar saja, Wonwoo menggumam kecil merasakan panas di wajah Soonyoung. Ciumannya terus bergerak ke pelipis, dahi, ujung hidung, hingga menyentuh lembut busur bibir Soonyoung.

 

Si cancer sudah lama memperhatikannya, bentuknya lucu. Dan lebih lucu lagi rasanya saat bibir tipisnya disentuhkan di sana, belum lagi Soonyoung tersenyum kecil menatapnya. Membuka mata menatap Wonwoo.

 

“Kenapa? Dikira mau dicium, ya?” tanya Wonwoo usil, tangannya mengelus pipi merah Soonyoung. Tangannya memilin ujung kemeja Wonwoo, merengek perlahan mendengar ejekannya.

 

“Enggak, kok!” jawab Soonyoung membela diri, dan malah mengundang kekehan dari Wonwoo. Kembali melayangkan ciumannya di wajah Soonyoung. Mungkin kalau ia memakai lipstik, wajah Soonyoung sudah dipenuhi jejak kemerahan.

 

Hingga bibir Wonwoo ditempelkan sepenuhnya pada bibir lembut Soonyoung, membuat si empunya memejamkan matanya. Tanpa sadar membuka sedikit bibirnya, membiarkan Wonwoo menjelajahi semuanya.

 

Si cancer tersenyum miring menyadarinya, berniat menggoda si gemini dengan menggigit bibir bawahnya perlahan. Membuat si empunya mengerang perlahan dan melepaskan ciuman mereka. Jari telunjuknya mengelus bibirnya sendiri, alisnya menukik protes menatap Wonwoo.

 

“Wonu gigit-gigit…”

 

“Pacarku lucu. Kayak minta dimakan,” balas Wonwoo enteng, tidak peduli kepala Soonyoung yang langsung berputar mendengarnya. Bibirnya kembali mengejar bibir Soonyoung untuk kembali menggigit bibir bawahnya perlahan, senyum miring masih terlukis di bibirnya.

 

Soonyoung meringis merasakan bibirnya digigit seolah permen jeli oleh si cancer. Meskipun gigitannya lembut dan terasa seperti gigitan gemas.

 

“Kapan-kapan aja aku makan Bitti-nya,” kata Wonwoo, kembali mencium wajah Soonyoung akhirnya. Membuat yang diciumi tertawa kecil mendengarnya.

 

“Bitti apa? Siapa?” tanyanya, merasakan ciuman lembut dari bibir tipis Wonwoo di wajahnya hingga ujung bibirnya.

 

“Kamu. Kamu kayak biskuit itu, lucu. Pengen aku makan.”

Notes:

terima kasih untuk kakak Bitti yang komis di akuuuu dan untuk readers dianjurkan komen dan terima kasih sudah bacaaaa hehe kalau mau komis juga boleeeeeh