Chapter Text
"SHA YINGHUA! KEMANA KAU PERGI SIALAN!"
Lari. Lari. Lari.
Sha Yinghua terus berlari tanpa henti. Usaha sebisa mungkin tidak menoleh ke belakang, bahkan ketika suara ledakan besar saling bersahutan.
Apapun pendapatnya harus terus maju.
Begitulah instruksinya bergema keras di kepalanya. Tak peduli keringat hingga kaki kecilnya tanpa terluka. Itu bukan masalah besar. Selama dia tidak harus kembali ke tempat kacau tersebut, semuanya akan baik-baik saja.
"KEMANA PERGINYA ANAK ITU?! CEPAT CARI DIA JANGAN SAMPAI HILANG!"
Teriakan tersebut tiba-tiba saja terdengar dari atas langit. Ia sedikit mengangkat kepalanya dan menemukan sekelompok orang terbang di atas pedang spiritual dengan kecepatan tinggi. Dari apa yang dikatakannya, sepertinya mereka sedang mencarinya.
Ia menelan ludah kasar. Jantungnya berdebar kencang karena takut akan ditemukan. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri berharap ada tempat untuk menyembunyikan penglihatan orang-orang yang menutupi hitam gelap tersebut. Lalu, manik emas dan birunya berbinar tatkala ada lubang pohon besar tak jauh dari ia berdiri. Oleh karena itu, segera ia berlari ke arah pohon tersebut dan segera masuk ke dalam lubangnya.
Meski ukurannya tidak begitu besar, tapi itu cukup untuk bersembunyi. Ia mendekatkan tubuhnya pada dinding pohon sambil menutup ujungnya menggunakan kedua tangan.
"Jangan melihat ke sini. Jangan melihat ke sini. Aku mohon." Bibirnya mengucapkan itu seperti mantra. Belum lagi gemetar tubuhnya tak bisa ditahan.
Orang-orang mencengkeram hitam itu melesat dan berpencar ke segala arah guna mencari keberadaannya. Namun, hasilnya nihil.
"Tuan, dia tidak ada di manapun!"
"Omong kosong! Kau pikir anak kecil itu akan pergi kemana? Cari sampai dapat!"
"Baik-Baik, Tuan!"
Pria itu menghempaskan kain lengan ke belakang. Kekesalan tampak begitu jelas di wajahnya. "Ini semua karena ulah orang-orang licik itu. Kalau saja aku tahu siapa pelakunya, tidak akan kuberi ampun. Sialan sekali, akibat dari kekacauan sekte, anak itu malah hilang," gerutunya menahan amarah yang berkobar di dalam hati. “Kenapa juga energi spiritualnya tidak bisa dideteksi?”
Pandangannya diturunkan ke seluruh penjuru dunia. Lalu, entah kenapa dia merasa tertarik pada salah satu pohon besar di arah barat. Keningnya sesaat sebelumnya akhirnya dia terbang ke sana.
Jantungnya berdebar kencang, ketakutan akan ditemukan membuatnya tanpa sadar menahan napasnya. Terlebih lagi jarak pria itu begitu dekat dengan tempat persembunyian. Harapannya kali ini bergantung pada bagaimana ada keajaiban yang dapat menyelamatkannya.
Entah kebetulan atau pertolongan dewa, pria itu diganggu oleh salah satu teriakan bawahannya.
"Tuan, aku menemukan petunjuk tentang Sha Yinghua!"
"Tunjukkan padaku."
"Baik, ke arah sini, Tuan! Rupanya Bocah Sha dikejar binatang buas melihat bagaimana besarnya jejak kaki di atas tanah."
Keningnya berkerut, menatap lekat setiap jejak kaki dan juga cakaran yang ada di atas tanah hingga batang pohon. Ia menoleh ke bawahannya itu. "Apa kau yakin apakah Sha Yinghua akan pergi?" tanyanya berusaha memastikan.
"Tuan, melihat betapa kacaunya tempat ini, nampaknya Sha Yinghua berusaha keras untuk melawan.Tetapi, Binatang buas itu terlalu kuat dan mungkin saja..." Menelan ludahnya sesaat, lalu Kembali melanjutkan di bawah menyimpulkan dingin Tuannya, "...mungkin saja dia terbunuh."
Ketika kalimat itu terlontar, sebuah pohon hancur terbakar. Itu karena serangan energi dalam darinya. Aura suram dan dingin menguar. Siapapun akan merasa merinding karena keinginan membunuh serta amarah yang tak diucapkan tersebut.
"Kau pikir siapa yang kau tipu? Aku tidak sebodoh itu untuk mempercayai jika anak kecil itu akan mati melebihi itu. Jadi, jangan sekalipun kalian mencoba berbohong padaku atau nasib kalian akan seperti pohon itu."
"Baik, Tuan. Maafkan kami!"
Pria itu kasar. Lalu, membawa dirinya dan yang lainnya terbang ke tempat lain. Pencarian terhadap Yinghua harus segera ditemukan. Anak itu tidak boleh mati atau jatuh ke tangan pihak lain. Jika itu terjadi, maka kekuasaan sekte mereka akan hancur.
Di sisi lain, anak kecil berambut putih dan hitam serta mata dengan manik dua warna itu sedikit menarik napas lega. Namun, itu tak bertahan lama ketika kelelahan yang sedari tadi ditahan akhirnya menutupi tubuhnya.
Bersandar di dalam batang pohon dan perlahan kelopak mata terpejam.
“Ibu…ayah…Haruka rindu kalian…”
Usai mendekat pelan, seluruh v isinya perlahan menghitam dan akhirnya dia pingsan.
***
Chapter 2: Mimpi dan Seekor Kucing Liar (1)
Summary:
Jatuh pingsan membuatnya larut dalam mimpi. Kepingan ingatan hangat sebelum akhirnya hancur.
Lalu, pertemuan dengan dua orang asing dan aneh.
Satu berbaju hitam merah dan cerewet.
Satunya lagi kembalikan dari yang hitam merah. Pria berbaju putih itu terlalu tenang. Wajahnya lurus tanpa emosi.
Notes:
Hello!
I'm falling back in love with mdzs and windbre. By the way, the anime ended a week ago, but I can't wait for the third season. Yeah, also waiting for the latest manga update hahah!
Anw, this plot can be flashback and back to present. Depends on whose POV.
Chapter Text
"Yinghua harus ingat, ya. Meskipun kita bukan orang kaya atau terkenal. Tetapi, aku percaya kamu mampu membuktikan pada semua orang akan kemampuanmu menjadi seorang kultivator ternama." Perempuan itu berkata dengan lembut seraya mengelus surai dua warnanya. Lalu, jatuh pada pipi kanannya dan dicubit pelan.
Yinghua meringis kecil. Tawa pelan lolos dari bibir perempuan itu. "Ah, kenapa kamu menggemaskan sekali, Ying'er? Aku jadi penasaran siapa yang akan jadi pasangan kultivasimu nanti hahaha."
"Ibu, apa itu pasangan kultivasi?" tanya Yinghua bingung.
"Seseorang yang menemani kamu seumur hidup. Melakukan banyak hal bersama selama itu hal baik. Ya, pada dasarnya itu mungkin jadi belahan jiwamu," jelasnya sedikit ambigu, apalagi kerlingan jail di mata biru kelabunya.
Kepalanya meneleng ke samping sedikit, tampak polos saat wajah bingung itu muncul. Tidak paham apa maksud dari perkataan ibunya. "Seperti ibu dan ayah?"
Ibunya terdiam sesaat. Pandangannya pada Yinghua sekilas, lalu berpaling keluar jendela. Daun-daun di luar sana berguguran tertiup angin. Tidak disangka bahwa musim gugur hampir berlalu secepat ini.
"Ibu?" Yinghua memanggil, sekali lagi.
"Ya?"
"Ibu belum menjawab pertanyaanku."
Kedua sudut bibir ibunya terangkat, membentuk kurva kecil. "Ya, pasangan kultivasi itu seperti ibu dan ayah," katanya lembut.
Yinghua bergumam pelan, lalu mengangguk. "Tapi, Ibu, memangnya akan ada orang suka pada Yinghua?"
Kening ibunya berkerut heran saat putranya bertanya demikian. "Siapa yang tidak akan suka putra manis ibu?"
Kepala Yinghua sedikit menunduk. Sambil memainkan jemarinya di atas pangkuan, memilin bagian depan jubahnya.
Surai dwiwarna miliknya yang panjang hampir melebihi bahu terurai. Biasanya selalu diikat menjadi kuncir oleh sang ibu. Namun, entah kenapa Yinghua membiarkannya terurai kali ini.
"Kemarin, ketika main di taman, salah seorang anak laki-laki bilang kalau Yinghua itu aneh. Punya rambut dan mata beda warna. Katanya orang akan takut untuk berdekatan dengan Yinghua." Suaranya bergetar, jemarinya semakin erat memilin kain jubahnya.
"Ibu, memangnya Yinghua aneh, ya?"
Ketika pertanyaan itu dilontarkan, kedua mata dengan manik kuning keemasan di sebelah kiri dan biru kelabu di kanan tampak berkaca-kaca. Bibir mungilnya bergetar. Sambil menatap sang ibu, meminta penjelasan. Akan tetapi, siapapun yang melihatnya berpikir bahwa dia bukan hanya ingin itu, melainkan pengakuan jujur.
Ibunya tak kuasa menahan sedih dalam hatinya. Ditariknya pelan ia ke dalam pelukannya. Dagunya di taruh di puncak kepala Yinghua dan mulai mengusap pelan punggung kecilnya. Suaranya mengalun lembut menawarkan ketenangan pada Yinghua.
"Siapa bilang Yinghua aneh? Kamu anak ibu paling manis dan cantik. Rambut dan matamu justru membawa keunikan tersendiri. Tampak hangat, sejuk dan unik. Mereka buta kalau berpikir kamu jelek. Hanya orang-orang tertentu akan mengangumi betapa indahnya kamu, Yinghua. Bahkan, Ibu yakin pasanganmu nanti akan setuju dengan ucapan ibu. Dia pasti sosok suami yang baik," ujar sang ibu sambil terkekeh pelan saat kalimat terakhir dilayangkan.
Meskipun tidak begitu paham, tetapi kedua pipinya memerah. Genangan di sudut matanya terjatuh saat ia menenggelamkan diri ke dalam dada ibunya.
Tawa hangat kembali terdengar. "Kenapa kamu bisa semanis ini, Ying'er? Ibu tidak kuasa jika suatu saat ada yang melamarmu."
"Aku tidak mengerti, Bu."
"Tidak perlu kamu mengerti, biarkan semuanya mengalir saja."
Yinghua mengangguk.
Semua tampak aman dan damai. Yinghua kecil menikmati waktunya bermain bersama ibu dan ayahnya.
Hingga hari itu tiba.
Pada malam hari, suasana mulai terasa berbeda. Sunyi dan mencekam. Kicauan nyaring burung gagak saling bersahutan, pun dengan auman serigala jauh di dalam hutan. Yinghua yang ketika itu baru berusia enam tahun mau tidak mau bergelut di dalam selimutnya. Menatap keluar jendela dengan perasaan gelisah dan takut.
Ia melihat keadaan sekitar yang gelap dan kosong. Kedua orang tuanya sedang pergi keluar karena ada panggilan dari orang desa bahwa ada semacam serangan dari monster di sana. Yinghua yang tahu kalau keduanya merupakan kultivator bebas tentu saja menerima tugas tersebut. Namun, sudah hampir seharian ini mereka belum kembali.
Pegangan pada selimutnya mengerat.
"Ibu, Ayah, kapan kalian pulang ... Haru, tidak Yinghua takut ..."
Usai bergumam begitu, tiba-tiba saja kegaduhan mulai terjadi. Terdengar dentingan pedang saling bertemu dan teriakan memekakkan telinga. Geraman serta lolongan silih berganti. Cahaya merah terang dari api mulai membesar.
Ketakutan dalam hatinya mulai membesar. Yinghua tenggelam pada selimutnya berharap tak ada satupun orang menerjang masuk ke dalam rumahnya.
Sekali lagi, ia ingin kedua orang tuanya pulang.
"CEPAT TEMUKAN SI SHA QIANLIN BAJINGAN ITU! BUNUH SEKALIAN!"
"TEMUKAN JUGA ISTIRNYA! DIA PENYEBAB KEMATIAN TUAN BESAR!"
"BAKAR HABIS TEMPAT INI SAMPAI MEREKA DITEMUKAN!"
"HANCURKAN! HABISKAN!"
"BAIK, TUAN MUDA!"
Tubuh kecil Yinghua semakin gemetar. Kedua bola matanya terbelalak saat nama ayahnya diteriakan.
Apa katanya?
Bunuh?
Kenapa mereka ingin membunuh ayahnya? Juga, ibunya ikut terlibat.
Siapa sebenarnya orang-orang itu?
Meskipun takut, rasa penasarannya muncul. Sambil membawa selimut tipis itu, Yinghua berjalan pelan menuju jendela rumah.
Pemandangan pertama dalam pengelihatannya adalah hampir seluruh rumah di sana tenggelam dalam kobaran api besar. Orang-orang saling berlarian ke sana kemari menyelamatkan diri. Namun, para pria dibalik jubah berwarna hitam bergaris biru itu terus melancarkan serangan.
Pecutan tali, tebasan pedang hingga lontaran energi di tangan mereka dilepas. Tak membiarkan seorang pun lolos.
Mata Yinghua melebar.
Belum pernah dalam hidupnya menyaksikan kejadian ini.
Lalu, suara keras mengintrupsi kegiatan itu.
"BERHENTI KALIAN PARA IBLIS SIALAN!" Seorang pria berjubah abu-abu berdiri di atas pedang terbang.
Ayah!
Itu suara ayahnya!
Yinghua berseru dalam hati merasa lega.
Tapi, seharusnya ayahnya tidak di sini. Karena jika mereka melihat ayahnya pasti akan membunuhnya.
Ingin sekali dia berteriak pada sang ayah agar pergi dari sana. Yinghua tidak mau mereka mencelakainya. Belum sempat suaranya keluar, pelukan erat membungkusnya. Yinghua tersentak kaget dan berusaha melepaskan diri sampai suara lembut yang dikenalnya terdengar.
"Ying'er, ini Ibu, sayang. Jangan takut."
"Ibu ..." Ia memanggil pelan.
"Iya, ibu di sini."
"Apa yang sebenarnya terjadi, Bu?"
Masih sambil memeluknya, ibunya berujar serius. "Sayang, Ibu tidak bisa menjelaskan semuanya padamu. Tapi, tolong dengarkan ibu. Ya?"
"Baik, Ibu."
"Bagus."
Pelukan dilepas, kini kedua bahunya dipegang erat dan Yinghua menatap wajah ibunya. Di sudut bibir dan mata itu ada goresan luka. Bahkan, hanfu yang dikenakannya sudah ternoda warna merah.
Singkatnya, penampilan ibunya tampak kacau.
"Ying'er, dengarkan Ibu. Kamu harus lari sejauh mungkin dari tempat ini, lari, lari dan terus lari. Jangan pernah melihat ke belakang. Ingat, apapun yang terjadi kamu harus aman dan selamat. Paham?" ujarnya serius.
"Tapi, kenapa?"
"Demi keselamatan kamu, sayang."
"Lalu kalian berdua?"
Ibunya tidak membalas, ia justru tersenyum lembut. Kemudian kehangatan menyentuh keningnya. Sebuah ciuman dibubuhkan di sana oleh sang ibu.
"Kamu harus ingat ini, Ying'er. Kami mencintaimu, meskipun pada dasarnya kamu bukanlah bagian dari kami. Namun, kamu adalah anugerah terbaik yang dititipkan surga pada kami. Sekarang, cepatlah pergi!"
Setelah berkata itu, ibunya mendorong bahunya dan menyuruhnya untuk segera lari. Yinghua yang masih belum mampu mencerna baik perkataan ibunya hanya bisa menurut dan lari.
Kaki kecilnya terus berlari, menyelinap ke bagian belakang rumah dan keluar. Kepulan asap serta kobaran api menimbulkan hawa panas. Meskipun begitu, Yinghua terus berlari.
Berlari hingga dia tidak mampu lagi.
Teriakan keras dan dentingan pedang masih terdengar samar. Jaraknya sudah cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Yinghua berhenti berlari sejenak, menarik napas dalam-dalam. Belum ada dua menit, sebuah ledakan besar terjadi. Ia menoleh cepat, lalu mata dua warnanya membulat.
Baru saja akan berteriak, sebuah bayangan menaunginya. Suara dingin dan pelan masuk ke dalam rungunya.
"Oh, ternyata di sini. Ketemu."
Seringai lebar itu muncul di atasnya. Yinghua kecil melebarkan matanya ketakutan. Lalu ...
"Eh, dia bergerak."
"Wah, lihatlah rambut putih dan hitamnya. Tampak mengagumkan. Benarkan, Lan Zhan?"
"Mn."
"Tapi, penampilannya cukup mengenaskan. Dia seperti berada di ambang kematian, apalagi bibir pucatnya itu." Nada bicaranya tampak cemas. "Lan Zhan, kira harus menolong kucing manis ini!"
Apa?
Dia memanggilnya apa?
Kucing?
"Wei Ying, dia manusia dan bukan kucing." Seorang pria lain menyahut, suaranya datar tetapi lembut.
"Bagian mananya yang bukan, Lan Zhan! Lihatlah warna uniknya itu! Dia mirip dengan kucing yang ditemukan Jingyi dan Shizui waktu itu!"
Kepalanya berdenyut dan orang asing ini terus menyebutnya kucing. Ingin rasanya dia membuka mata, lalu berteriak untuk berhenti memanggilnya begitu.
"Wei Ying."
"Kamu payah, Lan Zhan. Sudah tidak mencintaiku lagi! Hmph!"
"Cinta Wei Ying."
"Astaga, Lan Zhan. Berhenti membuat hatiku meleleh, itu tidak berpengaruh padaku."
Begitu kata orang yang suaranya mulai terdengar menggoda. Lagi pula, bukankah mereka awalnya ingin menolongnya. Mengapa sekarang jadi saling menggoda?
"Ughh ..." Yinghua melenguh kecil, selain karena kepalanya berdenyut dan kelelahan, itu juga bertujuan untuk menarik perhatian dua orang asing tersebut agar berhenti bicara.
Dan ternyata berhasil.
Keduanya kembali memakukan atensi padanya lagi.
"Ah, Nak, apakah kamu bisa mendengarku?" tanya pria yang terus bicara tadi.
Yinghua mengangguk pelan.
"Syukurlah. Lan Zhan, cepat kamu bantu dia bangun," titahnya pada pria yang dipanggil Lan Zhan.
"Baik."
Yinghua merasakan seseorang mulai menyentuh tangannya. Sontak saja hal tersebut memicu tubuhnya untuk bertindak cepat. Bergerak ke belakang, menjauh dari jangkauan tangan itu. Meskipun pusing, sensor bertahan hidupnya menyala. Mata sayu dan lelahnya dipaksa melotot.
"J-Jangan menyentuhku!" sentaknya kasar.
"Hei, berhenti berteriak. Suaramu serak sekali tahu," ujar pria memakai pakaian hitam merah. Wajahnya manis dan manik kelabunya menenangkan.
"K-Kalian siapa? Ingin mencelakaiku!"
Sebenarnya itu spontan. Dia tau kalau mereka tidak akan berbuat jahat. Namun, insting bertahan hidupnya sulit untuk dimatikan. Terimakasih untuk segala hal yang diberikan tempat lamanya hingga ia seperti sekarang.
Kening mereka berkerut. Keduanya saling melempar pandangan. Untuk beberapa saat terus diam seolah saling berbicara lewat tatapan mata.
Yinghua memerhatikan dalam kewaspadaan.
"Kalau perundingan tidak bisa, maka kami terpaksa melakukannya," ujar pria berpakaian hitam itu pasrah.
"Melakukan apa?!" Yinghua berteriak.
"Ini!"
Bersamaan dengan itu, tubuhnya melayang dan kemudian dalam sekejap dia sudah berada dalam pelukan seseorang. Matanya tidak sempat berkedip ketika keduanya sudah mulai melaju di atas pedang spiritual.
Masih dalam gendong itu, Yinghua melirik ke sekitar. "KAMU! APA YANG KALIAN LAKUKAN PADAKU!"
"Berhenti bicara, simpan suaramu."
"T-Tapi ini menakutkan!"
"Sebentar lagi akan turun. Lebih penting kesehatanmu dari pada takut ketinggian."
"Aku tidak takut!"
"Ya sudah, itu bagus. Kamu benar-benar kucing kecil yang liar ya."
"Aku bukan kucing!"
"Oh, tapi kamu terlihat menggemaskan seperti kucing. Apalagi tubuh kecilmu ini. Seperti kucing yang kelaparan dan terlantar hingga badannya kerempeng. Benar-benar seekor kucing."
Yinghua tidak tahu apakah itu pujian atau rasa prihatin dibalut hinaan, karena penyampaiannya dibarengi seulas senyum kecil.
"Ah, harusnya aku tidak banyak bicara hahaha. Terakhir, berapa usiamu, kucing liar?"
Yinghua cemberut. "Sebelas tahun."
"Ouh, benar-benar kucing kecil.
Dan sekali lagi, anak itu berteriak. Tampaknya Yinghua melupakan sejenak rasa lelah dan takutnya tadi. Entah kenapa kedua orang itu seakan membawa keamanan padanya. Padahal, keduanya orang asing.
"Lan Zhan, apakah di Gusu aman untuk merawatnya?"
Pria berjubah putih di belakangnya mengangguk. "Mn, aman."
"Pamanmu tidak akan menendang ku karena membawa orang lain ke sekte nya, kan?" Meskipun terdengar bergurau, Yinghua menangkap rasa sedih dan takut di sana.
"Kamu tidak perlu berpikir begitu. Selama ada aku, semua aman."
"Baiklah." Kepala pria itu menunduk, melihat padanya. "Ya, kucing kecil, kami akan membawamu ke Gusu. Tempat itu walaupun menyebalkan, tetapi semua kebutuhan untuk mengobati ada di sana. Terutama ..." Ia menoleh pada pria berjubah putih di sebelahnya. "Kamu merasakannya juga, kan, Lan Zhan?"
"Mn."
"Baguslah kalau begitu."
Setelah itu, pembicaraan berakhir. Yinghua diliputi kebingungan di wajahnya.
Dia tidak paham apa yang sebenarnya terjadi. Mimpi itu terus muncul dalam kepalanya hingga membuat Yinghua merasa tertekan. Pelarian yang dia lakukan hingga nyaris membuatnya mati kelelahan dan pertemuan dengan dua orang asing di hutan dalam.
Yinghua sendiri tidak ingat bagaimana dia tiba di sini. Hanya mengikuti perintah di kepalanya untuk berlari. Kekacauan di sekte tempatnya dulu benar-benar kesempatan emasnya untuk lepas dari belenggu siksaan.
Sekarang, dia takut juga. Takut bahwa lepas dari satu penjara, justru tertangkap oleh penjara lainnya.
Jangan bilang kalau kedua orang ini masih satu komplotan!
Yinghua bergerak gelisah dalam gendongan Wei Ying. Bibirnya mulai meracau dan tubuhnya gemetaran.
"Lepaskan aku! Jangan tangkap aku lagi!"
"Hei, hei, ada apa denganmu?" tanya Wei Ying heran, berusaha menahan gerakan brutalnya.
"Tolong, lepaskan aku!"
"Ku mohon!"
"LEPASKAN AKU!"
Lan Zhan segera menekan titik belakang lehernya dan kemudian Yinghua jatuh pingsan. Wei Ying menoleh padanya cemas.
"Ada apa dengannya? Padahal tadi dia baik-baik saja."
Lan Zhan menggeleng. "Belum tahu, kita bawa dia dulu untuk diperiksa."
"Baiklah."
•••
Chapter 3: Mimpi dan Seekor Kucing Liar (2)
Summary:
• Yinghua yang pingsan dibawa ke Relung Awan untuk mendapatkan perawatan. Seperti kata Wei Ying, penampilan anak itu mengenaskan.
• Kening Lan WangJi berkerut, menatap dua orang di depannya. Tanpa perlu kata mereka saling paham apa yang ingin disampaikannya.
• Adapun Yinghua yang baru saja siuman dan mendapati dia ada di tempat asing.
Notes:
(See the end of the chapter for notes.)
Chapter Text
•••
Di depan gerbang utama dengan pemandangan air terjun yang turun dari tebing di sebelah kanan mereka, dua orang pria baru saja turun dari pedang spiritual mereka. Lan WangJi telah kembali menyarungkan ketegangan dan ketenangan. Tak ada sedikit kekacauan pun hingga jubah putih elegannya. Rambut hitam panjangnya masih tergerai lurus. Sedikit bergerak ketika angin menerpa. Pita putih berlambang gumpalan awan tertiup angin terikat di sekeliling kepalanya hingga menjuntai ke belakang.
Singkatnya, Lan WangJi benar-benar menggambarkan sosok rupawan.
Lain halnya dengan pria hitam di sebelahnya. Memang tidak begitu banyak perubahan, namun wajah cemas dan berkeringat di sekitarnya sungguh mendramatisir keadaannya. Belum lagi, ada seseorang di dalam gendongannya. Ia berujar cepat pada sosok yang berdiri di depan gerbang itu.
"XiCheng- gege , kamu harus membantu kucing ini! Dia sedang bernafas sekarang," desaknya.
"Ah?" Mata pria yang dipanggil XiChen gege itu berkedip dua kali, lalu menoleh ke Lan WangJi. "Tunggu sebentar—"
"Harus menunggu apalagi? Kalau tidak segera membantu, kucing ini akan mati!" Wei WuXian berseru histeris.
Lan XiChen meringis. "Aku mengerti, Adik Wei. Tapi, bisakah kamu lebih tenang sebentar saja? Tolong, kasihanilah anak kecil dalam depakanmu itu," katanya berusaha sebisa mungkin terdengar lembut.
"Oh, astaga! Maafkan aku!"
Segera ia melonggarkan pelukannya. Dipandangi bagaimana rupa anak berambut hitam putih tampak terlelap dalam pingsannya. Begitu damai dan manis. Jika saja kulit serta tinta tidak dicetak.
"Sudah, sudah. Cepat kalian bawa anak itu ke balai pengobatan. Biarkan tabib di sana yang mengobati, apalagi lagi aku mulai takut akan sesuatu." Lan XiChen membukakan jalan bagi keduanya.
Wei WuXian dengan cepat berlari membawa anak kecil itu menuju tempat yang dimaksud.
Melewati beberapa jalan dan jembatan kecil, ia berbelok ke kanan. Tepatnya tidak jauh dari Lanshi , bangunan khusus untuk merawat orang sakit di sana.
Ketika tiba, beberapa orang berpakaian khas sekte Lan sedang membenahi tanaman dan obat-obatan yang biasa digunakan. Kedatangannya yang terburu-buru menarik perhatian mereka.
"Tabib Lan! Bantu aku selamatkan kucing yang baru saja kutemukan ini! Dia hampir mati karena kelelahan!"
Kata-katanya tidak disaring terlebih dahulu. Lupakan teriakan memekakkan telinga itu, mereka lebih tertarik pada apa yang dibawa oleh Wei WuXian.
Salah satu dari mereka berujar serius. "Kali ini kamu menculik siapa, Wei WuXian? Itu bukan salah satu teman JingYi dan ShiZui, kan?" tebaknya, lebih cenderung mengecewakan.
"Bukan!" Wei WuXian berkata sini, merasa presisi. "Memangnya aku begitu santai sampai harus mengganggu anak-anak?"
Mereka hampir saja menyetujuinya, namun kehadiran pria lain di belakang Wei WuXian terhenti. Aura dingin tak terasa seketika di sekitar, membuat siapa pun enggan untuk kembali mengangkat suara.
Wei WuXian heran karena keterdiaman tiba-tiba itu.
"Hei, kenapa jadi sunyi? Jawab dulu pertanyaanku?" desaknya, tak sabaran.
"Pertanyaan apa?"
"Eh, Lan Zhan!" ujar Wei WuXian. "Untuk apa kamu kemari? Seharusnya pergi dulu bersama XiChen-ge , aku akan menyusul mu nanti."
Lan WangJi meliriknya. Sorot mata bermanik cerah itu memandang tenang dan lembut. Lalu, kedua tangan terulur pada Wei WuXian. Menarik perlahan sosok anak laki-laki yang kini berada sepenuhnya dalam gendongannya. "Kita obati dia dulu. Baru diskusi."
Mendengar itu, Wei WuXian menepuk keningnya dengan kencang.
"Tentu saja! Itulah tujuanku ke sini. Hampir saja aku lupa karena asyiknya bersama Tabib Lan."
Tabib Lan melotot ketika namanya dibawa. Wei WuXian tertawa kecil. "Hehehe jangan marah, Lan - ayi. Nanti cepat tua seperti Tetua Lan."
“Usiaku berkurang sepuluh tahun setiap selesai berbicara padamu,” sarkas nya.
"Terima kasih pujiannya."
"Itu bukan pujian!"
Wei WuXian memutar tangannya. "Sudahlah, kalau terus berdebat begini, kapan kamu akan membantu kucing ini?" dia bertanya seraya mengangkat anak laki-laki yang masih tak sadarkan diri itu.
Ditatapnya dengan seksama anak itu. Penampilannya tidak biasa untuk orang pada umumnya.
"Baringkan dia di sana. Aku akan mencoba memeriksanya."
Wei WuXian mengikuti perintah itu dan membaringkannya di atas kasur. Jemarinya mengelus lembut rambutnya, lalu perlahan pada pipi dan akhirnya menghilang. "Lan-ayi , aku harap dia baik-baik saja," katanya pelan.
"Kalian tenang saja. Dibawah perawatanku, dia akan sembuh."
Wei WuXian dan Lan WangJi mengangguk.
Tabib Lan berbalik ketika dirasa persiapannya sudah selesai. Namun, keningnya berkerut dalam saat pasangan paling menyebalkan itu masih belum beranjak sama sekali dari sana. Matanya memikir.
"Sedang apa kalian berdiri di sini? Keluar!"
"Eh? Kamu tidak membiarkanku tetap di sini, Lan- ayi ?" Wei WuXian bertanya polos.
Tabib Lan menggeleng cepat. "Tidak, tidak dan tentu saja tidak! Keberadaan kalian bukannya membantu sama sekali. Cepat keluar!" Tabib Lan berteriak kesal.
Namun, itu sama sekali tidak berpengaruh pada Wei WuXian. Ia malas menjawab, "Baiklah, baiklah. Aku mengerti." Lalu, berjalan keluar diikuti Lan WangJi yang mengangguk hormat.
Tabib Lan menatap punggung keduanya terus hingga hilang dibalik pintu geser. Desahan lega lolos dari permohonan. Atensinya kembali dialihkan pada anak laki-laki yang terbaring tak sadarkan diri tersebut.
Jika diperhatikan sekali lagi, anak ini sungguh-sungguh menyesalinya. Jubah compang-camping yang kotor terkena noda tanah dan debu, rambut hitam dan putihnya kusam serta kulit bersihnya tertutup oleh kotoran.
Entah sebenarnya lari dari apa, tetapi ditemukan oleh pasangan yang pemikirannya meskipun aneh dan tidak tahu malu, mereka adalah yang terkuat saat ini.
Tabib Lan menghela napas panjang.
"Nak, kamu akan menemukan hidup baru di sini. Hanguang-Jun dan Wei WuXian akan membimbingmu," katanya pelan, lalu mulai memeriksa kondisinya.
•••
Usai keduanya diusir oleh Tabib Lan, mereka menggali Lan XiChen di tempat lain. Ada beberapa hal yang perlu dibahas mengenai anak laki-laki yang ditemukan di wilayah hutan Gusu.
"Kelihatannya ini bukan masalah sepele. Jarang sekali XiChen- ge meminta kita mengunjunginya langsung ke Hanshi. Apalagi kalau itu untuk hal serius dan rahasia," ujar Wei WuXian. Jemarinya memutar seruling hitam mengkilat dengan batu giok yang digantung di tepinya.
Hanshi merupakan kamar pribadi Lan XiChen. Sama halnya dengan ruangan pribadi Lan WangJi, tak seorangpun diperbolehkan ke sana kecuali ada urusan yang mendesak. Jadi, ketika Lan XiChen memanggil ke sana, baik Wei WuXian dan Lan WangJi punya pemikiran serupa.
Ini pasti soal anak laki-laki itu.
Keduanya tiba di depan Hanshi, Wei WuXian baru saja akan mengetik pintu. Namun, suara lembut mengintrupsi dari dalam.
"Masuk saja, tidak usah minta izin."
Lan WangJi dan Wei WuXian saling berpandangan sejenak, lalu berjalan masuk ke dalam.
Ketika pintu di buka, mereka disambut oleh Lan XiChen yang sudah duduk di salah satu alas duduk dengan meja yang dipenuhi dokumen. Tidak heran sebenarnya karena saat ini dia memegang posisi sebagai ketua sekte Lan. Di sisi lain meja, satu set peralatan untuk minum telah tersedia. Kesimpulannya Lan XiChen ingin diskusi ini berjalan penuh ketenangan. Setidaknya itu harapannya pada Wei WuXian.
Wei WuXian melihatnya sedang menundukkan kepala, membaca sesuatu dari sebuah gulungan lama. Karena mendengar langkah kaki mereka, dia langsung terangkat dan menyambutnya.
"Nah, silakan duduk. Ada beberapa hal yang ingin aku pastikan dengan kalian berdua," ujar Lan XiChen memulai tatkala keduanya sudah mengambil posisi duduk.
Wei WuXian, yang duduk bersila, menatap banyaknya dokumen di atas meja itu kemudian pada Lan XiChen. "XiChen- ge , sebelum kami ke sini, kamu sudah mencari berbagai sumber untuk pembicaraan kali ini ya," tebaknya terpanas.
Lan XiChen tertawa pelan. "Tentu saja, Adik Wei. Kemudian raut mukanya berubah serius. "Aku rasa kalian berdua tidak perlu dijelaskan lagi kenapa aku memanggil kemari, bukan?"
Keduanya mengangguk. Ia mengambil salah satu gulungan dan memberkannya di atas meja.
"Aku menemukan gulungan ini di salah satu arsip yang ada di perpustakaan terlarang. Dijelaskan di sini jika kekuatan besar yang telah lama tersegel akan lepas dalam kurun waktu setiap seribu tahun. Hal tersebut dipicu oleh pertemuan dua energi berbeda antara yin dan yang," jelasnya. Lan XiChen menunjuk sebuah gambar formasi rumit yang tergambar di sana.
Kening Wei WuXian berkerut. Sepanjang hidupnya mempelajari soal-soal formasi yang rumit dan aneh, baru kali ini dia melihat gambar seperti ini. Polanya berbentuk seperti kelopak bunga yang mekar. Meskipun tigram nya tampak sama, tetapi hasilnya berbeda.
“Bentuk formasi ini seperti bunga mekar,” komentarnya.
Lan XiChen mengangguk. "Ya, kamu benar. Formasi ini akan terbentuk jika energi yin dan yang seimbang lalu bertemu, maka saat itulah kekuatan tersembunyi akan lepas." Kembali ia menjelaskan maksud formasi dari apa yang dia baca.
Gulungan itu kembali ditutup, lalu mengambil yang lainnya.
Lan WangJi memerhatikan setiap kata di dalam gulungan yang dipegangnya. Keningnya berkerut halus ketika menemukan hal aneh dari bacaannya. Namun, seketika berubah menjadi serius. Ia menatap sang kakak, Lan XiChen.
" Xiongzhang , apakah ini ada hubungannya dengan anak laki-laki itu?" tanyanya, memastikan.
Lan XiChen mengangguk. "Benar. sepertinya kalian berdua juga sudah sadar, tapi tidak tahu apa itu. Begitupun denganku. Saat pertama kali melihatnya dalam pelukan Adik Wei, aku merasakan energi spiritual yin yang sangat besar di dalam dirinya. Hanya saja, itu belum semuanya terlepas. Mungkin itu juga menyebabkan lain mengapa anak itu terlihat lemas."
Setelah berkata demikian, ketiganya jatuh pada keheningan. Pemikiran mereka kali ini sama.
Genggaman Wei WuXian pada gulungan di tangan dieratkan. Terlihat urat-urat di punggung tangannya menonjol. Emosinya tiba-tiba naik seketika. Aura suram hampir saja meluap kalau saja tidak segera dihentikan oleh Lan WangJi. Pria itu memegang lembut telapak tangan.
Wei WuXian menoleh, melihat gelengan pelan dan lembut yang dilayangkan oleh Lan WangJi.
"Dia akan baik-baik saja, Wei Ying."
"Ya, kamu benar. Dia akan baik-baik saja selama kita memperhatikannya."
Lan XiChen tersenyum karena tingkah keduanya. Ia mengambil teko dan mulai menuangkan teh pada masing-masing gelas. Lalu, disajikan pada mereka. "Nah, minum teh dulu. Tenangkan pikiran kalian. Anak itu sedang dalam perawatan Tabib Lan, kan?"
Anggukan kepala mereka menjadi penjelasan. "Kucing kecil itu sangat memperhatinkan saat kami mengintip. Berada di dalam lubang pohon besar yang tertutup semak. Beruntung tak ada binatang buas," cetus Wei WuXian menarik napas berat. Entah kenapa mengingatkannya pada masalalu.
"Ya, dan dia beruntung bertemu kalian." Lan XiChen menyeruput sedikit tehnya sebelum kembali bicara. "Omong-omong, aku penasaran. Sejak tadi kamu terus menemukan kucing ini, kucing itu. Apa sebelum dia pingsan kalian bertanya siapa dia?"
Itu pertanyaan yang ingin ditanyakan oleh Lan XiChen sejak di gerbang masuk. Wei WuXian memanggil anak laki-laki berambut dua warna itu dengan sebutan kucing.
Ditanya begitu, Wei WuXian menggaruk belakang kepalanya tak gatal. Kekehan lolos dari permohonan.
"Hehehe itu spontan saja sebenarnya. Penampilan anak itu mengingatkanku pada kucing yang ditemukan JingYi dan ShiZui beberapa waktu lalu hehehe."
"Oh, baiklah. Tapi, kalau namanya?"
"Eh? Nggak tahu."
"Dia? Kalian tidak tahu nama anak itu."
Wei WuXian dan Lan WangJi menggeleng bersamaan. Lan XiChen menepuk keningnya pelan, lalu tertawa kecil. "Ya sudahlah, kalian pasti cemas juga sampai tidak bertanya. Ketika dia sadar nanti coba tanyakan beberapa hal saja, jangan hal berat dulu."
"Baiklah."
•••
Yinghua mengerutkan raut wajahnya. Kelopak matanya perlahan terbuka menampilkan pertunjukan mata biru kelabu dan kuning. Binarnya masih tampak sayu, apalagi kantung mata hitam dan juga warna telapak di kulit. Namun, tidak memisahkannya sekarang.
Ia berkedip beberapa kali, menyesuaikan cahaya masuk ke dalam matanya.
Setelah dirasa cukup, pemandangan yang dia lihat pertama kali dengan jelas adalah langit-langit kayu dengan ornamen unik yang memikatnya. Aroma herbal menyeruak hingga tercium olehnya. Meskipun begitu, ada satu hal yang terlintas di kepalanya saat ini.
Tempat ini asing.
Yinghua berusaha bangun dari posisi berbaring. Seketika menekan kepala mendera, dengungan di telinga semakin memperparahnya.
"Kamu sudah bangun, Nak?"
Tiba-tiba suara seseorang terdengar. Sontak saja Yinghua menoleh dengan cepat dan melihat ada wanita tua di ruangan tersebut sedang melakukan sesuatu. Posisinya membelakanginya. Sehingga yang tampak di mata Yinghua hanya bagian punggung saja.
Pakaian wanita tua berwarna putih dengan motif awan biru di bagian bahu dan tangan. Itu mengingatkan Yinghua pada pria yang membantunya saat itu.
"K-Kamu siapa? D-Dan di mana ini?"
"Hm?" Wanita itu berbalik. "Kamu ada di Relung Awan, milik Sekte Gusu Lan."
Mendengar kata sekte, kedua matanya melebar. Tubuhnya segera berada dalam posisi defensif. Melompat dari kasur dan berdiri sambil mengepak kedua tangan di depan. Sepertinya bersiap bertarung. Rambut hitam dan putihnya terurai.
"Sekte! Kalian orang-orang berkumpul menangkapku untuk kepuasan kan?! Ingin kekuatan, kan?!"
"Eh, anak muda, dari mana memikirkanmu itu? Gusu membenci hal yang seperti itu."
"Omong kosong! Kalian semua pasti orang jahat!" sergahnya, meraung dalam perasaan cemas, takut dan marah.
Wanita itu perlahan berjalan mendekatinya. Senyum lembut timbul di wajah orang tuanya. "Berhenti terjadi tidak masuk akal, Nak. Kamu akan membuat kepalamu semakin pusing. Duduk kembali," ujarnya.
Yinghua menggeleng frustasi. "Tidak mau!"
"Hei, kucing kecil yang liar, dengarkan apa katanya. Semakin kamu berontak, semakin lama untuk sembuh."
Keduanya sontak saja menoleh. Di sana sosok pria bermata hitam merah dan pria bermata putih berjalan masuk ke dalam klinik. Jemari pria bermata hitam itu tampak memainkan seruling hitamnya.
Yinghua menatap mereka dengan waspada. "Kamu-kamu yang membawaku kemarin, kan?! Katakan apa tujuanmu!"
Wei WuXian mengerang pelan. “Begitukah caramu berterima kasih pada penolongmu, Kucing Liar?”
Yinghua memulainya kembali dengan pelan. “Menolongku?”
"Ya, kamu membantu mu yang nyaris mati di lubang pohon." Wei WuXian berjalan mendekatinya dan berdiri tepat di depannya.
Perbedaan tinggi keduanya mencolok. Yinghua perlu mendongak agar menatap wajah pria itu.
Sepasang manik kelabu cerah yang tak menampilkan kejahatan yang sama sekali. Justru begitu lembut dan sedikit nakal. Rupanya memang begitulah adanya.
Yinghua tanpa sadar menyelam ke dalam mata itu. Sampai tiba-tiba kepalanya diketuk.
Ia mengaduh pelan. "Aduh!" Matanya sontak saja mememelotot tajam pada Wei WuXian. "Apa yang kamu lakukan!? Itu sakit!" bentaknya kesal.
"Berhenti melamun, Kucing Liar."
Yinghua belum sepenuhnya menurunkan kewaspadaannya. Tetapi, kali ini cukup terkendali. Bibir mungilnya mengerucut sebal. "Jangan panggil aku kucing, sialan."
"Oh, lalu aku harus memanggilmu apa? Lobak kecil? Eh tapi itu sudah untuk ShiZui. Kucing Liar memang cocok jika dilihat dari perilakumu. Meski agak mengingatkanku pada ponakan kecilku. Hahaha." Wei WuXian tertawa saat berkata demikian.
"Aku bukan kucing!"
"Baiklah, baiklah, Kucing Liar. Sekarang kamu istirahat dulu di sini ya, besok aku ingin berbicara denganmu."
Perubahan ekspresi pria itu menimbulkan perasaan aneh di hati Yinghua. Ia berpikir akan ada sesuatu yang mungkin akan terjadi besok.
"Sebelum itu, katakan siapa namamu."
Yinghua terdiam sesaat. Ia tampak berpikir beberapa waktu sebelum menjawab pertanyaan itu.
Bibirnya ditipiskan sesaat, lalu berkata sesuatu.
"Haruka."
Yinghua memilih memakai nama itu.
Nama yang entah dari mana, tapi terlintas begitu saja di dalam kepalanya.
Wei WuXian tampak menimbang beberapa saat, lalu mengangguk paham. "Baiklah, Haruka."
Notes:
哥哥 gege : kakak laki-laki dalam bahasa Mandarin
Hanshi : ruang tenang, kamar pribadinya Lan XiChen
Lanshi : ruang anggrek, tempat ini khusus digunakan untuk pembelajaran literatur atau kelas materi di Relung Awan.
兄章 xiongzhang : kakak laki-laki, tetapi tingkatannya lebih formal.
Hanguang-Jun : gelar yang disematkan pada Lan WangJi, berarti sang pembawa cahaya.
Lan-ayi : ayi di sini berarti bibi. Wei WuXian suka membanggil Tabib Lan dengan sebutan tersebut. Benar-benar melepas ke formalan.
Yeah, begitulah untuk note di chapter ini. See ya next chapter! Oh dan kemungkinan chapter depan akan memakai nama Haruka. Meskipun Yinghua juga tetap akan digunakan. Tetapi, orang-orang akan mengenalnya sebagai Haruka. Sampai ya... begitulah.
Chapter 4: Mimpi dan Seekor Kucing Liar (3)
Summary:
• Panggil dia Haruka sekarang. Karena itu keinginannya.
• Baru sehat kembali, diminta bertemu dengan dua orang penolongnya. Mereka bilang ingin bertanya sesuatu padanya.
• Bertemu seorang murid laki-laki cerewet yang mengantarkannya bertemu mereka.
• Haruka kelihatannya tidak diizinkan tenang sama sekali. Wei WuXian dan Lan WangJi memiliki gebrakan mereka.
Notes:
(See the end of the chapter for notes.)
Chapter Text
•••
Keesokan harinya, anak laki-laki yang sekarang memilih untuk dipanggil Haruka itu diminta menemui dua penolongnya di salah satu ruangan. Sebelum ke sana, Haruka sudah berganti pakaian dengan seragam sekte Lan. Yaitu jubah putih beraksen biru di setiap ujungnya serta rambut dua warnanya di ikat satu.
Keseluruhannya Haruka kini lebih terlihat segar.
Setelah dirasa cukup sehat, Tabib Lan memanggil seorang murid agar mengantarkan Haruka bertemu Lan WangJi dan Wei WuXian. Beliau juga memberikan beberapa botol obat berisi pil kesehatan dan sebungkus herbal. Sambil mendorongnya keluar, Tabib Lan berkata padanya agar obat tersebut rutin di minum.
"Nenek, apa kamu yakin obat ini manjur? Kurasa kamu hanya ingin memaksaku menghabiskannya agar tidak terbuang sia-sia," ceplosnya tanpa pikir panjang.
Tabib Lan melotot marah padanya. "Coba sekali lagi kamu bilang itu tidak manjur? Lihat tubuhnya yang sekarang sudah sehat karena obatku itu. Atau haruskah aku memasukkannya lebih banyak lagi?" ancamnya seraya mengangkat satu botol pil di tangannya.
Haruka meringis. Kepalanya menggeleng cepat sambil mengibaskan tangannya, menolak.
"Tidak, terimakasih.".
"Hmph! Pergi dan temui mereka. Jangan sampai keduanya malah kemari dan membuat keributan karena kamu tak kunjung datang. Aku tidak mau klinik ini berantakan," ujarnya kembali mendorong Haruka.
Saat tiba di ambang pintu, Haruka berbalik. Baru saja akan berkata sesuatu, Tabib Lan sudah menutup pintunya keras. Seolah-olah melarang siapapun mengganggunya.
Haruka dibuat melongo. Seorang murid laki-laki yang lebih tua darinya tertawa kecil dan menepuk bahunya sekali.
"Xiao didi, jangan heran. Itu kebiasaan Tabib Lan ketika orang-orang berbuat kacau di kliniknya. Kamu akan terbiasa nanti," jelasnya tenang. "Nah, sekarang kita pergi. Hanguang-Jun dan Senior Wei pasti sudah menunggu kamu."
Murid laki-laki itu menariknya agar ikut berjalan. Haruka segera menggelengkan kepalanya agar tersadar dari keterkejutannya tadi. "Eh, lepaskan tanganku," katanya kaku.
Murid itu tersentak seakan baru sadar masih memegangnya seraya melepasnya. Bibirnya mengulas senyum malu pada Haruka.
"Hehe maafkan aku, tidak sadar karena masih memegang mu."
Haruka mengangguk kaku.
"Kalau begitu, kita hanya lurus saja dari sini dan berbelok ke bagian timur. Kediaman Hanguang-Jun dan Senior Wei berada," ucapnya berjalan di depan Haruka. Kedua tangannya disimpan di belakang punggungnya dan bersenandung pelan.
Haruka mendengarkan seraya memperhatikan sekelilingnya. Tebing tinggi hampir setiap saat ditemuinya dengan air terjun kecil menjadi pelengkap. Hijau dari pepohonan rimbun menghadirkan kesejukan yang nyaman. Beberapa burung berkicau di atasnya dan kupu-kupu berterbangan di antara semak bebungaan.
Tanpa sengaja Haruka termenung sambil berjalan. Memahami lingkungan di sini dan sekte yang menahannya dulu. Perbedaan signifikan dirasakan olehnya.
Jika sekte gelap itu dia sering sesak dan kesakitan walaupun tak disentuh oleh apapun, maka di sini kenyamanan dan segar melingkupi seluruh tubuhnya. Seolah ada sesuatu merayap masuk melalui sel-sel kulitnya.
Berkumpul di dalam perutnya, berputar searah jarum jam.
"Xiao didi, kamu mendengar ku?"
Perkataan itu terdengar sama di telinganya. Tetapi, Haruka belum bangun dari lamunannya.
"Hei, Xiao didi, masih berada di bumi?"
Ah?
Ada apa?
"Senior Wei berkata kalau kamu mau bertemu dengannya, dia akan menyajikan makanan enak untukmu."
Ketika kata makanan terucap, sontak saja kesadaran Haruka kembali. Kepalanya menoleh cepat dan menemukan murid laki-laki itu sedang tertawa, tapi ditahan.
Tidak disangka bahwa anak kecil berpenampilan unik itu mudah disogok dengan makanan.
Kedua pipi Haruka segera berubah merah hingga seakan asap telah mengepul di atas kepalanya. Satu kakinya berancang-ancang ke belakang, kemudian betis murid laki-laki itu ditendangnya sekuat mungkin sambil menjerit kesal dan malu.
"JANGAN TERTAWAKAN AKU!"
"ARGHHHH! KENAPA KAU MENENDANG KU, XIAO DIDI!"
Mereka berdua kelihatannya tidak tahu bahwa sudah berada di halaman kediaman Lan WangJi. Teriakan itu tentu saja menarik perhatian orang di dalamnya.
Pria tabah berpakaian putih keluar lebih dulu. Diikuti satunya yang warna hitam yang memasang tampang keheranan. Satu alisnya terangkat saat melihat Haruka merengut kesal dengan pipi merah dan murid laki-laki yang dikenalnya berjingkrak kesakitan sambil memegangi kakinya.
Wei WuXian bertanya lebih dulu pada murid laki-laki itu. "JingYi, ada apa dengan kakimu sampai kesakitan begitu?"
Lan JingYi berseru kesal. "Senior Wei, dari mana kamu menemukan bocah ini! Tendangannya kuat sekali!"
"Bagus kalau begitu," komentar Wei WuXian mengangguk singkat, terlihat puas. Tentu saja Lan JingYi tidak terima dan kembali protes.
"APANYA YANG BAGUS?!"
"Itu artinya dia sudah sehat."
Haruka menengok keduanya dan beralih pada Lan WangJi. Seolah bertanya apakah dia tidak akan menghentikan dua orang itu.
Namun, Lan WangJi seperti tidak ada niatan sama sekali. Bahkan, dari pengelihatan Haruka kalau pria itu tampak menikmati keributan yang dilakukan mereka. Lalu, terdengar Lan JingYi meringis usai diketuk kepalanya dengan seruling hitam. Tangannya terangkat mengelus bagian yang kena.
Tampak Lan JingYi merengut sebal. "Tingkat menyebalkan mu bertambah setiap harinya, Senior Wei," ketusnya.
"Oh, kelihatannya kamu memang ingin dihukum ya. Baiklah." Wei WuXian berbalik dan menatap Lan WangJi. "Lan Zhan, minta dia untuk menyalin sutra di perpustakaan sebanyak seratus lembar karena tidak sopan pada tetua," ujarnya memerintah.
Mata Lan JingYi melotot kaget. Sedangkan Haruka hanya bisa memandang mereka dalam kebingungan. Entah sudah berapa kali dia dibuat tercengang akibat kelakuan para penghuni Relung Awan ini. Padahal, hanya beberapa orang saja baru dia temui.
Bagiamana kalau yang lain?
Haruka tidak mau memikirkannya.
"JingYi, kerjakan," perintah Lan WangJi tegas.
"Tetapi, Hanguang-Jun—" lalu, bibirnya terkatup rapat ketika melihat sepasang manik emas Lan WangJi tampak tak mau dibantah. "Baik, Hanguang-Jun," katanya sambil membungkukkan hormat.
Lan WangJi mengangguk.
Wei WuXian segera menarik Haruka agar berdiri di sebelahnya. "Nah, terimakasih karena sudah mengantarkan kucing liar ini. Sekarang kamu boleh kembali dan kerjakan hukuman mu." Tangannya dikibaskan seperti mengusir ayam.
Lan JingYi cemberut, tetapi tetap menurut. "Murid ini undur diri." Lirikan tajam dilayangkan pada Wei WuXian yang tersenyum lebar. "Akan ku adukan kamu pada ShiZui," ketusnya.
Setelah itu, Lan JingYi undur diri meninggalkanku halaman kediaman Lan WangJi.
Suasana berubah hening. Desiran angin berembus pelan membelai lembut rambut. Bergoyang mengikuti arah bertiup. Haruka mendongakkan kepala, terpaku saat pemandangan menakjubkan tertangkap netranya.
Haruka tidak mengerti. Namun, dua pria itu memiliki kemampuan menguarkan daya tarik.
Wei WuXian menunduk, lalu memegang kedua bahu Haruka. Meremasnya pelan hingga anak laki-laki itu sedikit meringis.
"Baiklah, kita masuk ke dalam. Ada beberapa hal ingin kami bicarakan denganmu, Xiao Ru."
•••
Seekor burung bertengger di atas ranting pohon. Mengusap wajahnya perlahan sebelum kembali terbang tatkala gerombolan sesamanya melintas. Kedua sayapnya mengepak, lalu melaju bersama yang lainnya di atas air terjun. Melewati tebing Gusu dan kemudian mendarat di atap bangunan.
Di samping bangunan tersebut, ada kolam kecil dihiasi bunga teratai yang mengambang di atasnya. Seekor katak tiba-tiba saja loncat dari dalam air dan diam atas daun lebarnya. Bersuara beberapa kali meramaikan suasana.
Di balik jendela yang terbuka dari bangunan tersebut, terlihat tiga orang sedang duduk bersama. Dua orang dewasa dan seorang anak berusia sebelas tahun.
Haruka, anak laki-laki itu, duduk dengan kedua tangan terkepal di atas lutut. Kepalanya berpaling ke samping enggan melihat dua orang di depannya sambil mengatupkan bibir.
Perilaku tersebut tentu saja tertangkap jelas oleh penglihatan Wei WuXian. Seulas senyum kecil terpatri sesaat, sebelum ia perlahan mengambil teko dan menuangkan teh ke dalam cangkirnya. Meski sejujurnya dia ingin minum arak senyum kaisar sekarang. Namun, sekarang bukan waktunya.
Saat cangkir teh penuh, didorongnya pelan ke depan Haruka.
"Nah, minumlah."
Haruka melirik cangkir tehnya sekilas, lalu menatap Wei WuXian. "Katakan apa yang ingin kamu bicarakan," ujarnya serius.
"Ah, kenapa begitu terburu-buru. Bersikap santai dan relaks saja." Ia mengangkat cangkir tehnya, dihirupnya aroma manis yang menguar sebelum meminumnya. "Tenanglah, kami hanya akan bertanya beberapa pertanyaan padamu."
Lan WangJi mengangguk, membenarkan.
Sikap waspada dan canggung Haruka belum sepenuhnya hilang. Tetapi, berusaha agar terlihat tenang. Rambut panjangnya diikat satu, tetapi sebagian kecil menjuntai di sisi kanan dan kiri kepalanya.
"Bagaimana?" tawar Wei WuXian.
Haruka mengangguk pelan. "Baiklah."
"Bagus." Posisi duduk Wei WuXian bersila sambil menaruh tangannya di kedua lutut. "Ini akan cepat selama kamu bisa bekerjasama."
Sekali lagi, Haruka mengangguk kaku.
"Xiao Ru, ah maaf kamu tidak masalah kamu memanggilmu, begitu kan? Atau haruskah tetap Kucing Liar?" tanya Wei WuXian tampak mempertimbangkan. Telunjuknya diketuk-ketuk ke dagu dan memandang ke atas. Di sebelahnya Lan WangJi menarik napas pelan.
"Panggil saja sesukamu," ketus Haruka. Sudah lelah untuk berdebat apapun lagi.
Seakan mengetahui bahwa Haruka tidak dalam suasana hati yang baik diajak bercanda, Wei WuXian segera menyesuaikan diri. Nuansa ceria di sekitarnya berubah seketika jadi serius. Bahkan, Lan WangJi disampingnya ikut duduk dalam posisi tegap seolah-olah menunggu sesuatu keluar dari bibir Wei WuXian.
Tanpa sadar, ia pun ikut duduk tegap.
"Aku akan memulai pertanyaan pertama tentang dari mana kamu berasal. Jelaskan lah."
Haruka diam sesaat, menimbang rangakaian kata seperti apa untuk penjelasannya.
"Q-Qishan. Setidaknya begitulah yang dikatakan mereka padaku," ujarnya sedikit tersendat di tenggorokannya.
"Qishan? Kamu yakin?" Wei WuXian bertanya memastikan.
Haruka mengangguk. "Iya, betul."
Jemari Wei WuXian diketuk-ketuk pada meja secara berirama. Sorot manik kelabu itu tampak menerawang jauh, sebelum atensinya kembali padanya. Haruka diam menunggu lanjutan pertanyaan.
"Baiklah, selanjutnya bagaimana kamu bisa sampai di Gusu? Melihat pakaian mu kotor dan rusak, sepertinya telah terjadi sesuatu sebelumnya."
"Itu, bolehkah dilewati dulu?" Haruka menawar, enggan memberikan jawaban terlebih dahulu pada pertanyaan tersebut.
Wei WuXian yang tentunya lahir dengan keinginantahuan luar biasa besar, tentu saja merasa heran. Alisnya bertaut dalam.
Haruka tampak memelas, berharap dibolehkan.
Lan WangJi menepuk pundak Wei WuXian. "Wei Ying, pertanyaan selanjutnya," katanya lembut.
"Ah, benar, pertanyaan selanjutnya. Kemana orang tuamu?"
"Orang tuaku ..." Ia berucap pelan, tatapannya jatuh pada lantai kayu. "Mereka meninggal ketika usiaku enam tahun."
"Lalu, setelahnya kamu dirawat oleh siapa? Keluarga lain?"
Haruka menggeleng dua kali. "Tidak, mereka menolak karena aku aneh."
"Ah? Dari mana sisimu yang terlihat aneh?"
"Kalian tidak menganggap ku aneh?" Ia bertanya bingung.
Wei WuXian dan Lan WangJi menggeleng.
"Kamu tidak aneh, Kucing Kecil. Malah, menurutku penampilanmu unik dan sangat menakjubkan," cetusnya agak heboh, tetapi begitulah fakta bagi Wei WuXian.
Lan WangJi ikut menambahkan. "Tidak tahu seperti apa lingkunganmu sebelumnya hingga berpikir bahwa kamu aneh dan orang lain akan benci itu. Tetapi, mulailah mencintai diri sendiri dari sekarang. Kami akan mendukungmu, Haruka," jelasnya dengan kalimat terpanjang dari bibirnya.
"Lihat? Bahkan suamiku ini bicara panjang demi kamu!"
"S-Suami?! Kalian berdua?!" pekik Haruka, kaget.
"Aiya, kenapa begitu kaget? Oh tentu saja aku lupa bilang kalau kami adalah pasangan kultivasi." Wei WuXian menggenggam tangan Lan WangJi dan memandang pria itu dalam. Begitupun Lan WangJi, membalas pandangan tersebut penuh cinta tentunya.
Haruka mencerna informasi tersebut dalam keterkejutannya. Kemudian, ia teringat akan mimpinya. Ibunya dulu pernah menjelaskan soal pasangan kultivasi padanya. Tetapi, saat itu contoh yang diberikan adalah seperti ibu dan ayahnya.
Pasangan antara perempuan dan laki-laki.
Namun, ketika melihat dua pria di depannya, Haruka tidak aneh. Ia merasakan bahwa mereka memang pasangan.
"Kucing kecil, apa yang sedang dipikirkan kepalamu itu? Penuh sekali kelihatannya sampai kami memanggil tidak didengar," ucap Wei WuXian mengetuk meja. Suaranya menyadarkan Haruka dari lamunan.
Haruka berkelit. "Ah, bukan apa-apa. Kalian ... pasangan serasi," ungkapnya, sambil menahan rona merah di pipinya.
Wei WuXian tercengang, sampai menutup mulut dengan tangannya. Manik kelabu nya melebar. Tak hanya dia saja, Lan WangJi ikut terkejut. Meskipun tak ada perubahan dari ekspresinya, ujung telinganya yang merah adalah kejujuran.
"Kucing kecil, kamu—" Wei WuXian beranjak dari duduknya dan segera menghampiri Haruka. Tanpa ba-bi-bu lagi, pria itu menariknya dalam pelukan erat.
Tentu saja, siapapun yang mendapat serangan seperti itu akan bereaksi. Termasuk Haruka. Anak laki-laki itu berontak dan berusaha lepas dari pelukan erat Wei WuXian sambil meraung kesal.
"HEI! LEPASKAN PELUKANMU! ADA APA DENGANMU!"
"TIDAK MAU!"
"LEPASKAN KUBILANG! AKU TIDAK BISA BERNAPAS!"
"TIDAK MAU!"
Haruka menoleh pada Lan WangJi, meminta bantuan. "Jangan diam saja, bantu aku lepaskan dia!"
Namun, bukannya mendengarkan, Lan WangJi tiba-tiba saja ikut bangkit dan menghampiri mereka. Duduk di belakang keduanya, lalu kedua tangan terentang.
Kemudian Haruka sekali lagi merasakan bahwa seseorang melingkupinya.
"Lepaskan aku! Kalian terlalu erat!"
"Terimakasih."
"Hah?" Haruka berhenti meronta dan teriakan berganti dengan dengungan kebingungan. "Terimakasih untuk apa?"
"Kenapa kamu begitu manis," kata Wei WuXian tanpa membalas pertanyaan Haruka. "Ah, tiba-tiba saja aku berpikir untuk menambah anggota keluarga kita, Lan Zhan."
"Mn, ikut kata Wei Ying," balas Lan WangJi.
"Kalian bicara apa? Lalu, lepaskan pelukan ini! Aku tidak bisa bernapas!"
Sesuai keinginannya, pelukan itu terurai. Meskipun begitu, kali ini bukan serangan pelukan yang mengejutkan Haruka. Melainkan kalimat berikutnya yang dilontarkan pria itu padanya.
Sambil memegang kedua tangannya, Wei WuXian berkata tegas.
"Kucing Kecil, kamu diterima untuk tinggal di sini dan jadi bagian keluarga kami."
"Apa?"
Katakan padanya kalau telinganya bermasalah.
Haruka tidak salah dengar, kan?
•••
Notes:
小弟弟 xiao didi : adik laki-laki kecil
Hahaha Lan JingYi sudah muncul. Omong-omong, tentang garis waktunya, perbedaan usia ZuiYi itu berusia delapan belas tahun dan Haruka/Sha Yinghua itu 11 tahun.
Pengepungan Luanzhang Gang itu sekitar lima belas tahun lalu, berarti empat tahun setelahnya, Haruka baru lahir. Agar tidak bingung sebenarnya berapa usia mereka nantinya.
Spoiler sedikit, beberapa chapter lagi menuju skip time.
Chapter 5: Mimpi dan Seekor Kucing Liar (4)
Summary:
Hitam dan putih itu berdampingan.
Hitam itu bukan selamanya dicap hal buruk, hanya putih yang berlindung dalam kegelapan. Namun, pandangan orang berbeda-beda. Kadang buta, kadang lebih buta lagi.
Putih juga bisa jadi hanya permukaan semata. Menyamarkan gelap dalam perilaku baik sehingga orang-orang ragu apakah dan berpendapat bahwa putih selalu membawa kebenaran.
Notes:
(See the end of the chapter for notes.)
Chapter Text
•••
"Apa?" Haruka membeo pelan, mencerna maksud dari ucapan barusan.
Atensinya beralih dari Lan WangJi ke Wei WuXian secara bergilir. Tatapan bingung jelas terlihat di sana. Hal tersebut tentu saja memicu rasa gemas dari pria berhanfu hitam tersebut. Kesekian kalinya tangan Wei WuXian terulur untuk meremas pipinya. Akibatnya, jeritan tertahan timbul dari Haruka.
Netra dwi warnanya memicing sebal ekspansi di pipinya lenyap. Tangannya bergerak mengelusnya pelan. "Berhenti meremas pipiku! Jelaskan dulu maksud perkataanmu barusan itu apa!" ketusnya.
Haruka tidak yakin, tetapi telah berapa kali pipinya dicubit dan dipegang sejak ketibaannya di sini kemarin.
Dalam hati bertanya-tanya apakah mereka memang punya kebiasaan begitu? Entahlah.
Wei WuXian yang sudah kembali ke posisi duduknya semula memandang lekat pada Haruka. Memindainya dari atas sampai bawah, lalu pada wajahnya. Telunjuknya diketuk berirama di atas meja kayu.
"Tidak usah cemas berlebihan, Kucing Liar. Apa yang kami katakan benar adanya. Secara terbuka kami akan menerima mu untuk menjadi bagian dari sekte ini. Akan tetapi, itu kembali pada keputusanmu bagaimana. Karena tentu saja tidak akan ada paksaan yang ditekankan padamu," tutur Wei WuXian seraya mengibaskan lengan hanfu-nya yang lebar ke belakang. Kali ini dia mulai merilekskan tubuhnya karena pembicaraan ini. Padahal, jika diputar kembali tak ada yang serius sebenarnya.
Kepalanya disangga oleh tangan kirinya di atas meja. Teko teh yang sekarang mulai mendingin itu dimainkan. Jemarinya menari di atas tutupnya. Berputar beberapa kali sebelum akhirnya memegang gagangnya dan menuangkan isinya ke dalam cangkir.
Tak ada protes terdengar baik dari Haruka atau Lan WangJi. Namun, dua pasang mata tersebut mengikuti setiap gerakannya hingga selesai.
"Hei, berhenti menatapku dan teruskan pembicaraannya," tegus Wei WuXian ketika sadar diperhatikan.
Haruka tersentak sesaat, lalu menormalkan kembali ekspresinya. Ia mengepalkan tangan di depan mulutnya dan terbatuk ringan. "Uhuk! Tuan, kamu yakin ingin menerima anak tanpa asal-usul jelas sepertiku? Kalian menemukanku, lalu membawaku ke sini tanpa waspada. Bukan tidak mungkin aku yang meskipun masih sebelas tahun ini merupakan mata-mata, kan?" cetusnya dengan suara sedikit pelan dan serius.
Setelah itu, keheningan masuk tanpa sengaja. Melingkupi mereka bertiga yang duduk mengelilingi meja kayu di tengah ruangan tersebut.
Bersamaan dengan itu, angin berembus pelan dari jendela terbuka. Tirai putih tipis bermotif awan bergoyang, pun dedaunan di luar ikut berguguran dan terbang terbawa angin. Begitupun rambut panjang mereka. Dibelai dalam kelembutan angin, tergerai hingga Haruka yang ada di depan terpesona.
Untuk sesaat, baginya tak ada pemandangan indah selain mereka berdua.
Mata Wei WuXian dipejamkan sejenak, menikmati kesejukan yang menghantarkan damai dalam hatinya.
"Mulut dapat menipu dan lidah itu pedang lunak yang tajam. Pemikiran seseorang dapat dimanipulasikan dengan beberapa kata yang keluar dari mulut seseorang. Namun, satu hal pasti. Tak ada yang bisa dibohongi dari hati murni dan mata yang jernih."
Ketika ucapan tersebut dikemukakan, kelopak mata Wei WuXian perlahan terbuka. Haruka dapat menangkap dengan kedua matanya sendiri betapa serius dan lembutnya sorot dari kedua manik kelabu tersebut. Namun, entah kenapa ia juga merasa ada perasaan sendu tersirat muncul di sana.
"Jadi, meskipun kamu memang benar seorang mata-mata yang dikirimkan oleh musuh, tetapi binar dimatamu tidak bisa membohongi. Terlalu jujur dan murni." Tangannya meraih seruling hitam dari sisi tubuhnya dan terulur ke depan untuk mengetuk puncak kepala Haruka.
Tuk!
"Aw! Kamu—"
"Lagipula, kamu payah untuk tugas berbahaya begitu. Daripada berbohong, lebih seperti kamu mudah dibohongi oleh orang lain," lanjutnya enteng.
"Hei!"
"Namun, Kucing Kecil, kamu perlu tahu satu hal. Baik buruk seseorang bukan bagaimana penampilan mereka, kekuatan atau keterampilan. Karena pada dasarnya sebaik apapun orang dalam berkemampuan, apabila hatinya gelap, maka itulah kejahatan. Seperti pepatah, hitam tak selamanya selalu hitam. Terkadang warna putih juga sengaja untuk menutupi hitam tersebut. Oleh karena itu, bukan hanya fisik saja perlu latihan, tetapi hati juga harus," jelas Wei WuXian seraya memutar seruling hitam Chenqing di tangannya, lalu ditodongkan tepat di depan muka Haruka.
Hal tersebut tentu saja mengejutkannya. Kedua bola matanya menatap ujung seruling tersebut tanpa sadar. Lalu, kembali pada Wei WuXian dengan kening berkerut. "Maksudnya?"
"Kamu tinggal di sini dan berlatih mengolah emosi dan kekuatan, bocah."
"Mengolah kekuatan?" ulang Haruka bingung yang Wei WuXian dan Lan WangJi mengangguk. "Tujuanmu memungutku bukan karena apa yang aku miliki?" lanjutnya bertanya hati-hati.
"Memungut?"
Haruka mengangguk polos.
"Dari mana kamu mendengar kata itu, kucing kecil?" tanya Wei WuXian yang cukup terkejut.
"Orang-orang di tempatku yang lama."
Jawaban itu cukup bagi Wei WuXian menarik kesimpulan di setiap praduga dalam kepalanya sejak berbicara dengan Haruka. Ditatapnya lamat anak itu.
Walaupun saat ini Haruka sudah terlihat lebih segar dari sebelumnya, tetapi tubuh kurus dan pipi tirusnya mengatakan segalanya. Selain fisik, bahkan sikapnya pun cenderung waspada pada sekitar. Ketakutannya dibalut kata-kata kasar agar dinilai berani. Padahal, di dalam dirinya ia begitu kecil dan tersudut.
Seperti julukan darinya. Seekor anak kucing liar yang waspada sekitar, bahkan jika orang itu berniat baik.
Tampaknya perlakuan lingkungan Haruka dulu memberikan dampak negatif baik fisik dan psikisnya. Terlebih lagi, mungkin saja ajaran sekte tempatnya tumbuh itu bukan sesuatu hal baik. Terutama kalimat Haruka bisa jadi penjelasan tersirat bahwa mereka menginginkan apa yang dimiliki anak itu.
Apakah itu mungkin seperti pemikirannya?
Wei WuXian melirik suaminya sekilas, lalu dibalas anggukan singkat. Lan WangJi paham kode kalau sekarang gilirannya menangani Haruka.
Helaan napas pelan lolos dari bibirnya.
"Tidak ada keinginan sedikit di hati kami untuk mengambil sesuatu yang kamu miliki. Itu sudah milikmu, tentu saja. Justru, pemintaan agar kamu tinggal di sini supaya sesuatu itu diolah baik. Sehingga tak ada penyesalan di kemudian hari," jelas Lan WangJi lembut. Seulas senyum tipis timbul di bibirnya.
"Mn! Apa yang dikatakan Lan Zhan betul! Kamu perlu dilatih dengan baik dan jadi kultivator yang hebat di masa depan!"
"Kultivator?" Haruka menunjuk dirinya sendiri. "Memangnya aku mampu?"
Haruka ingat dulu ibunya pernah menjelaskan tentang para ahli beladiri yang terbang di atas langit dengan pedangnya. Mereka mengolah energi di dalam tubuh demi menghasilkan kekuatan. Sungguh tidak disangka bahwa ada masa di mana seseorang menawarinya untuk mengajarinya.
Wei WuXian mengangguk. "Benar! Jiwamu murni, kucing kecil. Aku percaya kamu mampu melakukannya!" Ia terkekeh kecil sebelum melanjutkan kalimatnya. "Lagipula, sudah lama sekali sejak melatih seorang anak. Yang dulu sudah bertambah besar usianya."
"Baba, apakah kamu belum puas menjahili para junior di sekte Lan?"
Seorang anak laki-laki mengintrupsi kegiatan mereka. Ketiganya serentak menoleh pada sumber suara di ambang pintu kediaman Lan WangJi. Tubuh itu menjulang dibalik seragam putih Gusu. Beberapa gulungan berkas tertata dalam pelukannya. Rambut hitam panjang diikat satu, poni yang menjuntai di sisi kanan dan kiri kepalanya serta pita dahi dengan ujung panjang hingga pinggang.
Anak laki-laki itu tersenyum manis.
Wei WuXian berujar dramatis. "Aiya, SiZhui, darimana gosip aku berbuat jahil pada mereka?"
•••
Notes:
• Chenqing : the name of Wei WuXian's legendary flute.
• Lan Zhan : Lan WangJi's birth named.
• Wei Ying : Wei WuXian's birth named.
• Baba : means dad or father in chinese.
• Lan WangJi's residence is called Jingshi or quiet room. It his private room and certainly his and Wei WuXian home now.
Anyway, I don't know how many chapters this subtitle will actually take, but I still want to depict Haruka slowly understand about Gusu Lan and their Their habits. Especially their thousands of rules hahaha.

Hopefully2686 on Chapter 1 Sun 22 Jun 2025 07:21PM UTC
Comment Actions
cndramw0104 on Chapter 1 Mon 23 Jun 2025 10:09AM UTC
Comment Actions
IlAllenoire_VyredescentlI on Chapter 1 Mon 23 Jun 2025 12:56AM UTC
Comment Actions
cndramw0104 on Chapter 1 Mon 23 Jun 2025 10:08AM UTC
Comment Actions