Work Text:
“Halo para penumpang, selamat malam! Di sini Kapten Anda menyapa. Nama saya Phainon Khaslana, dengan senang hati saya menyambut Anda semua dalam penerbangan kami dari New York menuju Singapura. Sebuah kehormatan untuk mengajak Anda semua dalam perjalanan penerbangan terpanjang di dunia, dan melalui tiga belas negara dari keberangkatan hingga ke tujuan kita.
Sebentar lagi awak kabin kami akan menampilkan demonstrasi tentang keselamatan, mohon perhatian dari Anda sepenuhnya, demi keselamatan Anda dan keselamatan penumpang di sekitar Anda.
Selanjutnya, di rute penerbangan ini, saya akan memberikan pembaruan kabar mengenai cuaca, serta perkiraan waktu kedatangan. Sampai saat itu, silakan menikmati penerbangan penuh cinta ini bersama kami, selamat malam!”
40.6446° N, 73.7797° W YY0825 2300 EST | 0300 UTC
Halo, aku berangkat. Sebentar lagi juga aku pulang.
Tunggu aku ;)
35000ft | MA, USA | YY0826 0340 UTC
Tiga puluh lima ribu kaki, dan yang kupikirkan masih tentang kamu.
Kamu ingat cerita pengantar tidur yang waktu itu kamu ceritakan,
waktu kita di padang gandum?
Aku sampai ketiduran.
Aku yakin kamu pasti masih ingat.
Atau malah kamu masukkan di salah satu buku yang kamu tulis?
36000ft | Pacific Ocean | YY0826 0545 UTC
Kata orang-orang, cinta pertama itu sulit dilupakan.
Iya, ‘orang-orang’ itu aku ;)
37000ft | Lower Saxony, Germany | YY0826 0915 UTC
Tiga puluh tujuh ribu kaki di atas Jerman, Sayang.
Sudah pagi di sini.
Aku juga ingat,
ciuman pertama kita waktu itu, pagi hari.
Minggu, kita bersembunyi di balik pohon dekat padang gandum.
Baju ungumu waktu itu cantik ;)
37025ft | Central Bohemia, Czech | YY0826 0940 UTC
Cara tertawa kamu waktu itu masih sama dengan sekarang.
Boleh,
mendengarnya seumur hidupku? ♡
37025ft | Jász–Nagykun–Szolnok, Hungary | YY0826 1010 UTC
Kata orang-orang, cinta itu kayak musim.
Kadang semi, kadang dingin.
Kali ini, aku bukan ‘orang-orang’ ;)
Bagiku, cinta kayak pohon di padang gandum kesayangan kita dulu.
Terus tumbuh.
39000ft | Goranboy, Azerbaijan | YY0826 1220 UTC
Di ketinggian puncak ini, Cyrene,
dan jarak sejauh ini,
yang berkali-kali memisahkan kita,
kita tetap baik-baik saja.
Aku tetap menginginkan kamu. Cuma kamu. :)
39000ft | Ghazni, Afghanistan | YY0826 1425 UTC
“Kita menyebut usaha kita untuk sebuah keutuhan,
untuk menjadi lengkap,
dengan ‘cinta’.” —Plato.
Aku hafal kutipan ini di luar kepala, lho.
39000ft | Gulf of Thailand | YY0826 1900 UTC
Setelah ini, Cyrene, setelah pulang,
aku ingin mencintaimu lebih dari ini.
Tolong terima pemberianku ;)
1.3586° N, 103.9899° E YY0827 0425 SGT | 2025 UTC
Satu perjalanan lagi, aku akan pulang.
Berlin, 21 Agustus 20YY, 14:35 UTC.
Tur Buku ‘Philia’: Kota Ketiga.
Keheningan yang tak seberapa lama itu kemudian putus ketika seseorang mengangkat tangan dari baris kedua, mencuri perhatian moderator. Moderator mempersilakannya, dan seorang panitia pun memberikan mik padanya.
“Cyrene, dari ulasan yang saya tonton, buku kedua Anda ini banyak bercerita tentang akhir perjalanan tentang cinta. Terlepas dari apa yang Anda tulis di buku ini, menurut Anda saat ini, apa yang membuat seseorang yakin bahwa yang dia alami adalah akhir dari sebuah perjalanan cinta?”
Cyrene mengangguk sebelum audiens tersebut berterima kasih dan duduk kembali. Cyrene menyalakan kembali mik di tangannya, ia menepuk pelan buku yang berada di hadapannya, buku bersampul merah jambu dengan ilustrasi bergaya abstrak-geometris yang secara tak gamblang menggambarkan seorang perempuan dengan pakaian era Yunani Kuno. “Seperti yang ditekankan, cerita penutup dari duologi ini banyak mengutip kata-kata filsuf Yunani. Namun aku akan menjawab ini dengan kutipan yang tidak sempat kumasukkan di dalam cerita.
Aku suka penggambaran cinta yang disebutkan Plato di dalam bukunya, Συμπόσιον. Bahwa fitrah manusia dalam kehidupan adalah mencari keutuhan, dan pencarian kita akan keutuhan tersebut adalah dengan mencintai. Akhir dari perjalanan cinta, kalau begitu, adalah ketika kita merasa benar-benar utuh.”
Bandara Brussels, 23 Agustus 20YY, 16:19 UTC.
Tanda Tangan Kejutan, Toko Buku XXXXXXX.
Cyrene baru saja akan melangkah keluar dari toko buku tersebut setelah menyelipkan beberapa buku yang telah ia tandatangani di dalam tumpukan yang dipajang, tetapi seseorang menghentikannya.
“Nona Cyrene!” Ia melambai-lambaikan buku yang baru saja dibayarnya di kasir. Ransel gemuk menghentak-hentak di punggung saat ia berlari menyusul Cyrene di ambang pintu. “Saya pembaca Anda dari buku pertama! Bisakah Anda memberi tanda tangan di buku ini?” Ia menyodorkan karya Cyrene dengan tangan sedikit gemetaran. “Dan, kalau bisa, kutipan khusus untuk saya!”
Cyrene tertawa kecil seraya membubuhkan tanda tangan di lembar pertama. “Kutipan, ya? Hmmmm,” Cyrene memandang penggemar tersebut sesaat, kemudian tersenyum. Ia pun menuliskan beberapa kata dengan cepat. Ia menyerahkan kembali buku tersebut dan menjabat tangan penggemarnya dengan ramah. “Selamat membaca!”
Kita bisa menemukan cinta di berbagai hal—bahkan ketika kau merasa utuh dengan dirimu sendiri, itu pun juga cinta~♡
Paris, 25 Agustus 20YY, 08:46 UTC.
Tur Buku ‘Philia’: Kota Kelima.
“Cerita-cerita Anda selalu tentang cinta yang sederhana, tetapi menarik dibaca, Cyrene. Pasti Anda memiliki pengalaman cinta yang sangat mendalam sehingga Anda bisa menulis buku-buku ini.”
Cyrene mengulum senyumannya ketika moderator tersebut menggodanya dengan senyuman serbatahu. “Ini bukan kali pertama aku mendapat pertanyaan seperti ini dan aku selalu menghindarinya,” ia mengerling ke arah para audiens sekilas, “tapi karena … kurasa aku sudah siap, dan mungkin karena aku dan seseorang-ku sudah membicarakan beberapa hal penting tentang masa depan … baiklah, aku akan bercerita sedikit.”
Siulan-siulan ingin tahu terdengar dari bangku audiens, dan moderator menggodanya dengan tawa renyah. “Ini akan menjadi titik tur yang cukup monumental, rupanya. Cyrene akan membuka rahasia terbesarnya selama ini!”
Cyrene menunggu beberapa saat untuk mengukur antusiasme. Ketika orang-orang sudah mulai tak sabar, akhirnya ia buka suara, “Cinta masa kecil,” sebutnya. “Kami sering dipisahkan waktu, jarak, dan mimpi, tapi kami selalu kembali pada satu sama lain.”
Roma, 26 Agustus 20YY, 01:16 UTC.
30000ft | Indian Ocean | YY0828 2100 UTC
Tiga puluh ribu kaki sebagai pilot dan sebagai penumpang itu agak beda, ya.
Sekarang, sebagai penumpang,
aku bebas memikirkan banyak hal.
Misalnya,
mau bunga apa nanti di buketmu, Sayang?
36000ft | Mediterranean Sea | YY0829 1050 UTC
Sudah penerbangan keduaku. Akhirnya.
Sedikit lagi, aku pulang.
Matahari semakin merangkak naik, sinarnya menyengat, dan Cyrene pun menutup buku catatannya. Barangkali, jika Phainon berangkat tepat waktu, dia sudah turun dari busnya sekarang, dan hanya tinggal selangkah lagi menuju rumah. Ia mungkin masih sempat memanggang pai apel atau membuat avgolemono untuk menyambutnya.
Namun, baru saja Cyrene beranjak dari bawah pohon tempatnya bernaung tersebut, seseorang menyeruak rumpun. Langkah terburu-buru menyibak batang-batang gandum. Cyrene pun berbalik.
“Halo, selamat siang. Di sini Kapten Phainon Khaslana yang berbicara.” Pria itu melambatkan langkahnya, sengaja mendekati Cyrene perlahan begitu wanita itu menyadari keberadaannya. “Dalam penerbangan ini, saya menulis buku kecil, mungkin Nona Penulis favorit saya bersedia membacanya, walaupun Nona bisa menulis yang jauh lebih baik daripada saya.”
Cyrene tertawa, sengaja berhenti untuk menunggu Phainon.
Phainon pun berlutut di depan Cyrene, mempersembahkan sebuah jurnal kecil untuknya. Cyrene membukanya perlahan, menemukan kertas-kertas post-it kecil pada setiap halaman, berisikan tulisan tangan Phainon; sesekali diselingi foto kecil dari udara. Pada setiap kertas, tertera ketinggian berikut waktu penulisannya.
“Apa ini?” Cyrene terkekeh lagi. “Jurnal perjalanan pulangmu?”
“Tentu saja,” Phainon tidak beranjak dari posisi berlututnya, “penerbangan terakhirku untuk rute paling jauh sebelum aku mengambil cuti panjang untuk pulang—aku harus membuatnya sangat berkesan.”
Cyrene membacanya perlahan-lahan, lembar demi lembar, tanpa kehilangan senyum dari bibirnya.
Tiba di halaman terakhir, matanya membelalak. Ia memandang halaman tersebut dan Phainon bergantian. Phainon menatapnya seperti seekor anak anjing yang menantikan permainan favorit dari orang favoritnya.
“Khaslana? Ini—” Ia melepaskan perekat longgar yang menahan seutas cincin pada kertas jurnal. Kilau emasnya lebih bersinar daripada padang gandum di bawah mentari, dan permata kecilnya mengilap ketika Cyrene memutarnya di jarinya.
“Tidak ada seorang pun lagi yang bisa membuatku merasa utuh, Cyrene. Maukah kau menikah denganku?”

