Actions

Work Header

Thanks for The Memories Even Though They Weren't So Great

Summary:

Sampai sekarang dua remaja tanggung itu tidak pernah sadar mereka punya teman perempuan bejad yang diam-diam menjadikan mereka tikus belanda untuk 1001 imajinasi liarnya.

atau

Kisah "kasih" dia dan dia di sekolah.

Notes:

titles are based on fall out boy's lyrics

Chapter 1: I could learn to pity fools as I'm the worst of all

Chapter Text

“Terima kasih banyak, Bu. Saya permisi mau ke kelas dulu ya, Bu.” Ucap Uni sambil mencium punggung tangan Yang Mulia Wakasek Kesiswaan––bentuk rasa syukur karena proposal kegiatan sekolah berhasil melewati level mid-boss.

 

Belum dua detik sejak pantat Uni lepas landas kursi di ruang BK, bibir wanita kepala empat itu kembali bergerak. “Tunggu sebentar dulu, Uni.”

 

Walau dengan nada santai sekalipun beliau memanggil namanya, Uni berkeringat dingin. Dia duduk manis kemudian. Ada apakah gerangan? Apa jangan-jangan ada kesalahan baru di bagian anggaran dana yang terlewat? Apa Yang Mulia sadar kalau NIPnya yang Uni ketik salah? Apa Yang Mulia ingin melukis proposal dengan pulpen tinta merahnya lagi?

 

“Iman itu satu sekbid dengan kamu, ‘kan?”  

       

OALAH.

 

Uni sudah su’udzon, eh ternyata nanyain si sampah Pondok Gede. Kalau boleh pilih, Uni lebih memilih disuruh mengoreksi NIP sang guru daripada ngegosip tentang dia. Dari semua orang, kenapa Uni yang harus diajak ngobrol? “Ehehe, iya, Bu. Um, Iman kenapa ya, Bu?”

 

Uni merasa tidak enak. Dia ingat-ingat, apa saja yang pernah dilakukan Iman selama di sekolah. Selalu rajin ke sekolah dan rapat OSIS, menerapkan 8S 5R dengan baik, panjang jambulnya lebih satu senti dari ketentuan, jadi babu kakak kelas Jurnal mau-mau saja, pakai seragam lengkap, lalu

 

Oh.

 

Sudah dua kali solat Jumat di sekolah, Iman tidak memakai baju koko. Sebenarnya sekolah membolehkan saja siswa memakai baju koko yang bukan dari koperasi sekolah. Namun Iman memilih opsi ketiga, memakai seragam putih-abu-abu––seragam yang wajib dipakai siswa non-muslim pada hari Jumat.

 

“Ibu perhatikan dia sering solat Jumat nggak pake baju koko lagi, kamu juga sadar ‘kan, Un?”

 

“Ah iya, Bu,”

 

Baru dua kali dibilang sering?

 

“Ibu tau pola yang macem begini, Un. Biasanya anak-anak komunitas luar sekolah gak bener yang suka lepas baju koko di hari Jumat. Mereka kira Ibu gak sadar kali ya, Un? Ibu nggak ngerti juga alasannya kenapa mereka begitu, biar terlihat keren mungkin. Sudah Ibu pelototin dia, belum sadar-sadar dia,”

 

Uni meresponnya dengan “oh” canggung.

 

Ya lu pelototin, dia cuekkin lah atuh.

 

“Iman ini anggota komunitas luar sekolah ya?”

 

Jantung Uni berdegup cepat tidak karuan, kebut-kebutan dengan angin yang bertiup dari pendingin ruangan.

 

Anjrit kenapa gak tanya langsung ke anaknya aja dah? Emang gua emaknya apa, ditanya-tanyain soal ginian? Bentar lagi gua disuruh beliin Iman baju koko anjirrrr.

 

“Bukan kok, Bu,” Jawab Uni dengan tegas, agar kebohongannya bisa meyakinkan Bu Muji. “Dia pernah cerita ke saya, baju koko dia kena noda yang nggak bisa hilang, Bu. Dia mau beli baju koko lagi tapi dia nunggu orang tuanya gajian dulu, Bu. Insya Allah, Iman pasti sudah pake baju koko awal bulan depan.”

 

Pintu ruangan BK terbuka. Dari luar, berdiri dua orang siswa, salah satunya memegang kumpulan kertas. Sepertinya misi mereka sama seperti Uni, mengajukan proposal untuk ditanda tangani Yang Mulia Wakasek Kesiswaan. Kesempatan bagus untuk pergi bagi Uni.

 

“Maaf, Bu, sebentar lagi jam Pak Harun. Kalau saya terlambat masuk, saya tidak diperbolehkan belajar. Permisi, Bu.” Uni membungkuk sopan kemudian keluar dari ruang BK yang sesak itu.

 

Di lorong kelas 11, Uni bengong di tempat.

 

Kenapa Uni berbohong, melindungi Iman tadi? Iman ‘kan memang salah, melanggar peraturan. Iman pantas dihukum, dikeluarkan dari sekolah kalau perlu. Uni selalu berharap Iman dapat sial, tapi mengapa ketika rahasia Iman hampir terkuak, Uni lekas menutupinya? Atas dasar apa Uni bertindak bodoh seperti tadi?

 

Uni pusing. Sepertinya ada sekrup di otak Uni yang kendor. Uni mau tidur saja.