Work Text:
Hmm, istriku memang cantik. Di usia pernikahan kita yang bisa dibilang masih muda, 5 tahun, kita masih sayang-sayangan dan panas jika di kasur. Nggak pernah bosen kalau sama istriku ini. Kalau di kasur ada aja yang dimainin, waktu di luar jadi seorang ibu juga keliatan cantik dan manis. Intinya, nggak pernah bosen aku sama istriku.
Ya, kalau bosen, aku bakal dihajar abis-abisan sama istriku dan mungkin juga ibu mertuaku. Ah, aku sudah susah-susah meminang istriku dari ibu mertua yang juga temanku itu, nggak sudi aku kalau harus berantem dengan perempuan dingin itu.
Istriku ini namanya Ajax, asli Snezhnaya. Mempunyai ibu baptis yaitu Tsaritsa, teman lamaku yang sangat dingin dan sadis. Tsaritsa ini sudah membesarkan Ajax dan adik-adiknya sejak kecil karena orang tua Ajax sudah meninggal. Maka dari itu Tsaritsa sangat posesif dengan anak-anak angkatnya, terutama Ajax. Bagaikan melewati lembah dan bukit berturut-turut hanya untuk melamar istriku ini. Tetapi untuk istriku, pasti aku lalui hingga akhirnya dia bersanding disebelahku.
Sebenarnya tidak hanya Tsaritsa saja halanganku. Istriku, dulunya ini kembang desa paling cantik dan banyak fansnya, setiap pemuda yang melihat kecantikan Ajax, pasti langsung jatuh hati dan meminang Ajax. Sebelum bertempur dengan Tsaritsa, aku harus mengalahkan pemuda-pemuda tengil itu. Ah, tapi mereka urusan mudah, sekali jitak sudah bertekuk lutut mereka. Tsaritsa ini yang sedikit susah, walaupun yang meminang anaknya ini temennya sendiri, tetapi dipersulit bukan main. Ngerti sih kenapa dia begitu, tetapi ayolah, masa alasannya cuman karena beda 20 tahun. Lihat itu Ajax saja sudah melirik malu-malu kearahku.
Untungnya, istriku ini juga jatuh cinta pada pandangan pertama denganku. Jadi Tsaritsa sedikit melunak dan aku bisa meminang istriku serta memboyongnya ke Liyue.
Ah, cukup sudah mengingat masa lalu. Mendingan balik lagi ke istriku yang cantik. Saat ini dia lagi menjemur baju di halaman belakang sambil aku pandangi dan seruput kopi hitam pagi ini. Hari ini istriku pakai daster lengan pendek berwarna abu-abu dengan corak bunga hitam. Hmm, sepertinya itu daster yang aku belikan 1 tahun lalu, saatnya beli baju baru buat istriku ini. Simpanan duit untuk beli guci antik Liyue bisa dipakai untuk beli baju istriku. Apa sih yang ngga buat istriku yang cantik ini.
Ya, istriku memang cantik. Cuman lagi berdiri menjemur baju saja, hatiku berdegup dan senyum tidak bisa hilang dari wajahku. Apalagi istriku ini selalu menjaga badannya. Dia bilang mau selalu tampil baik untuk Mas Zhongli. Ah, istriku, kamu selalu cantik mau badannya kecil, kurus, gendut, atau pendek. Kamu itu aku nikahi karena memang aku cinta kamu sayang, bukan karena wajahmu yang rupawan, itu hanya bonus yang aku sukai.
Hmm, sepertinya ada yang tegak tetapi bukan punggungku. Melihat istriku yang menjemur baju saja sudah begini. Bagaimana tidak tegak? Buah dada istriku tidak sengaja tercap di dasternya akibat angin yang berhembus. Buah dada istriku ini juga spesial. Tiap malam sering dipijat olehku tetapi tidak pernah kendor, malah semakin bundar dan kencang. Ah, ah, salah apa tanganku ini.
“Dek Xiao,” panggilku sambil menyilangkan kakiku sehingga menutupi apa yang tegak.
“Ya Abah?” Xiao menyahut dari dalam dan berjalan keluar.
“Ajak Dek Qiqi makan di warung Mbak Xiangling ya? Ini duitnya, entar Abah jemput buat pulangnya.” Aku menaruh duit di tangan Xiao yang menengadah.
“Jam berapa Abah jemput kami?”
“Ah, gampang. Nggak lama kok, Dek. Abah ngobrol sama Mama dulu ya?”
Anak keduaku ini bergeming, menatapku dengan tatapan yang tidak terbaca sebelum akhirnya menghela nafasnya. Kemudian ia berjalan ke dalam rumah sambil memanggil anakku yang paling kecil, Qiqi.
Tidak lama kemudian, Xiao dan Qiqi sudah siap untuk keluar dan berjalan ke arah gerbang. Maafkan Abahmu ini ya anak-anakku, tapi Abah kepingin. Sekalian Abah bikin adik buat Dek Qiqi karena udah minta dari 2 bulan lalu. Abah sama Mamamu ini sudah oke, tapi belum jadi-jadi ini.
“Hati-hati ya, Dek!” Suara istriku terdengar dan aku melihat ia melambaikan tangannya ke anak-anakku. Haduh, istriku sayang anak sekali.
“Pa, tadi katanya Xiao, Papa mau ngobrol sama Mama?” Istriku yang cantik berjalan mendekatiku bak malaikat karena aku melihat cahaya yang menyilaukan di belakang istriku dan rambut orangenya bermain-main riang dengan angin. Haduh, istriku bisa-bisanya malah bikin keras lagi.
Aku berdiri dan membawa istriku dalam pelukan. Aku berbisik di telinganya, “Abah mau ngobrol serius di kamar. Mama mau?” Aku melihat istriku wajahnya memerah. Sepertinya dia langsung mengerti apa yang aku mau. Yah, sudah tegak sih, pasti istriku sudah merasakannya ada yang keras menyentuh perutnya.
“Ih, Papa, ini kan masih siang. Nggak malu apa?” Istriku merajuk dengan walah merah.
“Ya makanya di kamar aja. Mumpung aku udah minta Xiao jagain Qiqi.” Aku menarik pelan pinggang istriku dan membawanya masuk ke rumah.
“Sekali aja ya?” Tawar istriku. “Aku belum menyapu rumah.”
“Hmm, nanti aku yang nyapu, deh.” Aku berbisik lagi di telinganya. “Tapi aku mau sampai kita punya dedek lagi.” Aku mengelus perutnya perlahan.
Ah, istriku memang cantik, apalagi kalau lagi memerah begini. Jos sekali, sampai ingin keluar aku. Tapi harus ditahan ini, kalau nggak nanti dedeknya ngga jadi.
“Ih, Mas Zhongli! Aku malu! Jangan gitu,”
“Lah, mau gimana Dek Ajax? Maunya kita diem-dieman aja gitu?” Aku membawa istriku ke kamar,
“Ya, nggak gitu Mas-”
dan menutup pintunya.
