Chapter Text
"Jadi gini dek, kan Bunda liat kamu belum punya gandengan, mau gak Bunda kenalin sama anaknya teman Bunda?,"
Sejenak wanita yang sudah berumur lima puluh tahunan ini memandang raut muka anaknya, walaupun jelas dalam hati dia tahu bahwa anaknya masih belum menginginkan terikat oleh hubungan, namun apa salahnya mencoba dulu kan? Toh bila salah satu dari mereka bilang tidak cocok dia tidak akan memaksa.
Chan mengangguk, dia tersenyum tipis "Mau Bunda."
Chan mengalihkan pandangannya, dia menatap kosong taman kecil di samping rumahnya. Pikirannya berkecamuk, bila boleh jujur Chan tidak mau kenalan dengan siapapun. Dia malas, lagipula dari dulu dia tidak pernah beruntung dalam percintaan.
Namun, mana berani dia bilang tidak pada Bundanya?
"Minggu kamu free kan? nanti keluarga mereka kesini."
"Langsung lamaran Bunda? katanya kenalan dulu," dia merengek.
Tentu dirinya tidak mau menikah dengan orang yang sama sekali belum dirinya kenal, "Nanti kalau dia orangnya jahat gimana?"
"Hush, enggak boleh ngomong gitu. Enggak lamaran dong sayang, emang sengaja mereka kesini mau main kok, kan minggu kemarin Bunda udah pernah bilang bakal ada tamu,"
Melihat wajah anaknya yang kecut dia tertawa kecil, "Jangan manyun gitu dong, nanti gantengnya ilang. Bunda udah liat fotonya, dia ganteng kok, tipe kamu banget."
Chan menghela nafas, dia saja tidak tahu tipen idamannya seperti apa. Terserah Bundanya saja lah, dia tidak mah pusing, batinnya.
Tiga hari berlalu sejak ledekan Bundanya, dan kini dia sudah berpakaian rapi tapi tidak formal, tamu yang ditunggu akan segera datang. Bundanya sudah heboh menyuruh Chan untuk berdandan sedari pagi, padahal tanpa dandan pun Chan merasa dirinya sudah tampan, ya.. sebelas dua belas lah dengan Dino Seventeen.
Chan tertawa sendiri mendengar pikirannya.
Terhitung tiga puluh menit berlalu, datanglah tamu yang ditunggu. Sepasang suami istri yang dia taksir umurnya tak jauh dari umur Bundanya, dan.. anak laki-lakinya yang mungkin sedikit tua beberapa tahun dari Chan.
Kesan pertama Chan saat melihat dia, dia tampan. Sweater hitam yang dikenakannya terlihat senada dengan celana jeans serta sneakers, buatnya terlihat sangat muda, ya walaupun Chan yakin lelaki didepan ini tidak mungkin jauh jarak umurnya dengan dia. Hidungnya mancung, matanya sipit, buatnya terlihat mirip orang Korea di mata Chan.
"Ya ampun Yuri, udah lama gak ketemu makin cantik aja."
Teman Bundanya yang kini dia tahu namanya Yuri melakukan cipika-cipiki dengan Bundanya. Dia tersenyum, "Mana ada, yang ada kamu tuh yang tambah cantik. Oiya Yoona, ini aku ada bawa bingkisan."
"Duh jadi repot-repot gini, makasih ya. Eh ayo duduk dulu, pasti capek kan jauh-jauh dari Bandung."
Lalu semua berjalan sesuai yang Bundanya katakan, mereka makan, dan berbincang, sekilas mirip orang yang berkunjung untuk main belaka. Namun lebih tepatnya hanya para orang tua yang berbincang, dia dan lelaki didepannya ini sedari tadi diam, hanya bicara jika ditanya.
"Chan, coba Kak Wonwoo diajak liat ikan atau apa gitu, masa mau diem-dieman aja kalian."
Padahal kalau mau lihat ikan di meja makan juga ada, baru saja mereka makan ikan goreng. Chan yakin para ikan yang sudah mereka makan kini sedang melakukan perjalanan di pencernaan masing-masing. Tinggal bengong saja menatap ikan yang dimeja, atau ikan yang ada di perut. Ya walaupun ikan yang ada di perut tentu tidak kelihatan, tertutup oleh kulit dan organ lain yang ada disana.
Tapi memang dasarnya Chan ini anak yang penurut, dia bangkit dari duduknya setelah mengajak Wonwoo untuk ikut dengannya.
Udara dingin menyapa kulitnya, dia menatap jutaan bintang yang bersinar terang di langit.
"Cantik." gumamnya.
"Kamu suka bintang?,"
Wonwoo ikut menatap bintang diatas sana, "Aku juga suka bintang." sambungnya.
Peduli apa Lee Chan dengan apa yang disukai pria disampingnya ini, "Gak terlalu kak, biasa aja sih."
Dia menatap yang lebih muda lekat, kurva terlukis di bibirnya, "Kamu gak suka aku ya? dari tadi keliatan bete banget."
Memang terlihat kentara sekali ya? salahkan wajahnya yang ekspresif.
"Enggak lah, ak-"
"Berarti kamu suka aku?,"
Dia menganga, lelaki didepannya ini.. kok jadi sedikit menyebalkan ya? padahal kelihatannya pendiam.
Lalu dia tertawa, walaupun tidak ada yang lucu "Sayang banget kalau kamu gak suka aku, padahal aku suka kamu."
Cowok aneh, batin Chan.
"Kamu gak NPD kan kak?"
Sial sekali bila Wonwoo ini NPD, masalahnya dia dari awal malas berkenalan dengan orang baru, jikalau Wonwoo pengidap NPD tambah sial lah dirinya hari ini.
"Enggak lah, tapi beneran deh.. aku tertarik sama kamu, mau coba pdkt gak?," lalu dia mengangkat dua jarinya, "Dua minggu, kita trial dua minggu, kalau kamu nyaman lanjut.. kalau gak nyaman.. nanti aku cari cara deh biar kamu nyaman."
"Kayaknya kamu naksir banget sama aku."
Tanpa malu Wonwoo mengangguk, "It might sounds creepy but actually I've known you before, walaupun kamu gak tau aku sih.."
"How?"
Oke, Chan mulai takut sekarang.
Tapi berbanding seratus delapan puluh derajat dengan Chan, lelaki didepannya malah tersenyum lebar seakan matahari yang kini tak terlihat sedang bersembunyi diwajahnya, cerah sekali wajah Wonwoo.
Chapter 2: Make You Mine
Chapter Text
listen to this song first.
Jadi singkatnya setelah mendengar penjelasan dari Wonwoo, dia tahu dirinya dari reels Instagram yang tidak sengaja lewat beranda Instagram yang lebih tua. Bahkan Wonwoo sendiri mengaku kaget saat ibunya menunjukkan foto Chan, orang yang akan dikenalkan dengannya. Maka dengan tidak tahu malunya lagi, dia mengakui dialah yang meminta pertemuan kali ini. Dia juga mengaku awalnya akan menolak permintaan ibunya bila orang itu bukan Chan.
Benar, dia sendiri yang mengatur pertemuan malam ini. Chan sampai tidak bisa berkata-kata mendengarnya, baru kali ini ada orang yang terang-terangan naksir kepadanya. Maksudnya bukan berarti Chan tidak pernah ada yang naksir, bahkan dia pernah dapat surat surat gemas lucu dari penggemar rahasianya saat sekolah, namun kembali lagi ke kalimat awal tadi, sampai saat ini belum pernah ada yang terang-terangan seperti ini. Bahkan mungkin kata terang-terangan tidak cukup untuk mendeskripsikannya, karena memang sejelas itu Wonwoo naksir Chan.
Ingin Chan asumsikan hanya love bombing namun melihat bagaimana Wonwoo yang... selalu salah tingkah didekatnya buat dia sedikit percaya mungkin kali ini cupid berbaik hati mengirimkan pemuda berkacamata ini kepadanya. Kemarin saja saat disamping kolam ikan walaupun Wonwoo sangat gencar flirting kepadanya, telinga yang lebih tua tidak bisa menyembunyikan bagaimana tersipunya dia. Bukannya Chan geer, namun melihat telinga Wonwoo yang memerah dan dia yang selalu tersenyum cengengesan malu-malu.. jika diingat-ingat entah mengapa mulai terlihat lucu dimatanya.
Wonwoo terlihat seperti kucing, lucu dan menggemaskan.
Percakapan mereka berdua berakhir dengan mereka yang saling bertukar nomor ponsel masing-masing, tentu Wonwoo yang mengambil first move. Entahlah, Chan merasa seperti Wonwoo ini.. takut bila dia tidak sat set dirinya akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hatinya. Sekali lagi, bukannya dia merasa kepedean, namun memang terlihatnya seperti itu kok.
Kini lewat satu minggu, tersisa satu minggu lagi sampai masa trial mereka habis. Dan Wonwoo masih seperti bagaimana pertama kali dirinya bertemu dengan yang lebih tua, dia masih mudah sekali salting hanya dengan berada didekat Chan. Iya, mereka memutuskan sesekali kencan diluar.
Dan... seperti yang Wonwoo bilang, dia akan mencoba membuat Chan nyaman. Well.. mau tidak mau Chan sendiri akui dirinya mulai menerima si pria kacamata dihidupnya, kini selalu ada sweet message tiap pagi dari Wonwoo.
Ternyata dia perhatian sekali, sudah seperti alarm harian saja. Mengingatkan makanlah, istirahat yang cukup lah... mungkin bila Wonwoo ini aplikasi, dia akan berbentuk aplikasi kesehatan. Yang mana sering Chan tidak tanggapi namun selalu gigih mengingatkan kebiasaan yang sering dia lupakan, yang saat ini Chan anggap kurang penting namun tanpanya akan terasa ada yang hilang.
Namun bukan berarti Chan selalu cuek, walaupun iya dia merasa nyaman namun jika terlalu cepat juga... Chan takut. Maka dari itu dia mencoba pelan-pelan saja, semua ada waktunya kok.
Ting!.
Chan menoleh, dia menatap layar ponselnya yang menyala. Pesan dari Wonwoo kembali masuk, dia tersenyum.
Kak Wonwoo.
Halo Ichannn
Kata Tante kamu pulangnya jam segini ya, mau dijemput gak??
Kebetulan searah nih, aku juga mau pulang
Kalau gak mau juga gak papa kokk
Lee Chan.
Kak :D
Iya.. duh mama chat kamu terus kah? gak ganggu emang??
Ya... kalau gak ngerepotin.. aku mau sih
Kak Wonwoo.
Enggakk, aku yang chat beliau
Hehe.. maaf
Okayyy, tunggu ya, semoga enggak macet -_
Setelah menunggu lebih dari dua puluh menit, Wonwoo datang dengan motornya. Chan akui dia sedikit terkejut, dia kira Wonwoo tipe orang yang suka kemana-mana naik mobil, karena memang bila mereka kencan Wonwoo selalu membawa mobil. Juga.. dia benci mengakui bahwa Wonwoo terlihat sangat amat tampan dengan jaket kulit hitamnya.
Dia jadi mempertanyakan sebenarnya profesi Wonwoo ini menjadi fotografer atau model.
"Ichann," sapanya.
Senyum manis Wonwoo buat perutnya tergelitik, seperti ada ribuan kupu-kupu berterbangan didalam sana.
"Nunggu lama ya? Maaf, macet tadi."
"Enggak kok, eh emang kakak gak capek jemput aku gini?"
Wonwoo menggeleng, dia ambil satu helm yang sengaja dia bawa untuk Chan, "Can I?"
Chan menahan nafas saat Wonwoo mendekat, memasangkan helm untuknya.
'Brengsek, memang boleh ada orang setampan ini?' batin Chan.
Dari jarak sedekat ini ketampanan Wonwoo bertambah berkali lipat dimatanya, hidungnya yang mancung, matanya yang sipit.. kini lucunya dia agak sedikit terlihat seperti fox.
"Nah udah," Wonwoo mengusap pipi Chan dengan ibu jarinya. Lalu dia menepuk jok belakang, "Ayuk naik, sesuai titik kan kak?"
Chan tertawa, "Iyaa, nanti saya kasih bintang lima, tapi jangan ngebut ya." jawabnya ikut terbawa candaan yang lebih tua, berpura-pura menjadi customer dan driver ojek online.
Yang lebih muda naik, setelahnya motor Wonwoo membawa dirinya ikut bergabung dengan kerumunan orang-orang yang akan pulang. Semilir angin sore menyapa lembut wajahnya, dari belakang seperti ini wajah Wonwoo terlihat dari spion.
Dan lagi-lagi sialnya Wonwoo terlihat sangat amat tampan, kalau seperti ini Chan sepertinya akan cepat jatuh hati padanya.
"Yah kalau gak ngebut nanti saya gak bisa buat kakaknya peluk saya dong."
"Ih drivernya genit, nanti aku laporin nih." ancamnya, sepenuhnya cuman bercanda.
"Saya mah cuman genit ke kakaknya doang, soalnya customer saya cuman.. ya kak Ichan yang gemesin ini."
"Apaan sihh," Chan memukul pelan punggung Wonwoo
Tawa keduanya mengudara, terbawa angin sore itu.
"Tapi kalau beneran mau peluk boleh banget kokk," Wonwoo setengah berteriak, ya sedari tadi mereka bicara juga saling berteriak sih.
Dua-duanya sama-sama sedikit budeg bila bicara sambil mengendarai motor.
"Saya seneng banget pasti," lanjutnya.
Aduh, Chan takut pipinya pegal. Percakapan kecil seperti ini dari tadi buatnya terus tersenyum, beruntung Wonwoo tidak melihat dirinya yang saat ini senyum-senyum sendiri.
"Kok diem? yahh gak jadi dipeluk. Sedih deh saya." Wonwoo pura-pura bersedih.
Sekali-kali menyenangkan orang tidak masalah kan? maka tangan Chan yang dari tadi ada dibahu Wonwoo kini turun, perlahan dia lingkaran tangannya mengelilingi pinggang Wonwoo.
Wonwoo tersenyum, hatinya terasa penuh dan hangat saat rasakan lelaki manis dibelakangnya ini memeluknya.
Keduanya diam, saling menikmati waktu yang terasa menyenangkan ini. Wonwoo sendiri takut Chan akan menarik kembali pelukannya jika dia kembali menggoda yang lebih muda.
Chan letakkan dagunya dibahu Wonwoo, dia memejamkan matanya.
Dia tidak pernah membayangkan bahwa hanya berkendara di jalan ternyata bisa menyenangkan ini, mungkin karena dia berkendara dengan Wonwoo. Lain cerita bila dia berkendara dengan temannya yang bila membawa motor seperti dikejar setan.
Entah mengapa waktu berlalu cepat sekali, secepat kilat Wonwoo dan dirinya sampai dirumahnya. Walaupun seratus persen Chan yakin bahwa Wonwoo tidak ngebut. Chan merasa... masih ingin bersama dengan pria berkacamata ini.
"Helmnya disimpan ya, nanti kalau keluar jadi gampang."
Lembut sekali nada Wonwoo saat bicara, bahkan kain sutra mungkin kalah lembut, oke.. Chan mulai lebay sekarang.
Chan mengangguk, dia memang tak banyak omong. Masih awal, dia harus sedikit jaga image kan?.
"Aku pulang dulu ya, titip salam buat Tante." pamit Wonwoo.
'Jangan, jangan pulang..' batin Chan.
"Kak Wonwoo." panggil yang lebih muda.
Yang dipanggil menoleh, lalu secepat kilat Chan cium pipinya.
Persetan dengan jaga image, jika dia tetap cuek bebek maka takutnya mungkin Wonwoo akan merasa lelah dengan segala effortnya kan?.
Sedetik kemudian muka keduanya memerah, Wonwoo menganga.
"Hah.. tadi itu.. Chan.."
Dia menyentuh pipi kanannya yang dicium Chan, "Boleh ulang gak? kayak mimpi soalnya."
Chan gigit bibir dalamnya, "Diem ih, aku maluu." rengek yang lebih muda.
Wonwoo hanya menanggapi dengan tawa, "Duh kalau gini aku jadi gak mau pulang dong, masih pengen sama kamu, gimana nih? Ayo tanggung jawabb."
Lagi-lagi Wonwoo menggodanya, tapi Chan sedang malu. Dia tidak mau terus-menerus salah tingkah seperti ini.
"Udah ih, sana pulang, kalau udah sampai nanti kabarinn."
Dengan berat hati Chan suruh Wonwoo untuk pulang, pemuda didepannya merengut. Namun dia patuhi titah yang lebih muda, tepat setelah Chan masuk rumah suara motor Wonwoo terdengar berjalan menjauh.
Duh, dari tadi hati Chan berdegup kencang tak karuan, Chan sampai takut Wonwoo mendengarnya. Nanti dia bisa tambah malu.
Kacau memang efek seorang Jeon Wonwoo padanya, baru satu minggu dirinya sudah jatuh pada pesona Wonwoo.

Momokawaii23 on Chapter 1 Tue 16 Sep 2025 04:29PM UTC
Comment Actions
mg2359 on Chapter 2 Sun 21 Sep 2025 11:12PM UTC
Comment Actions